Bullying: 'Candaan' yang Berujung Kematian

profile picture TiraRiani

Setiap orang berhak atas hidup mereka sendiri, itulah yang tercantum pada beberapa pasal Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Meskipun dasar hukum HAM sudah tertera, namun kenyataanya hak individu sering sekali dilanggar.

Semakin zaman berkembang praktik pelanggaran HAM itu merambah ke kehidupan sehari-hari. Pelakunya bahkan merupakan remaja hingga anak-anak, mereka merampas hak teman mereka melalui perilaku bullying.

Mengapa Bullying dianggap sebagai pelanggaran HAM?

Kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mendefinisikan bullying sebagai segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Dari definisi tersebut kita bisa membuktikan bahwa perbuatan bully dapat merenggut hak hidup seseorang lebih tepatnya pasal 28G tentang perlindungan diri dan rasa aman. 

Penindasan yang dilakukan terhadap korban, dapat membuat ia merasa takut dan tidak aman, apalagi jika sudah sampai pada tindak kekerasan.

Walaupun perisakan yang terjadi tidak se-ekstrim diskriminasi atau bahkan genosida, namun karena dilakukan secara terus menerus bahkan mungkin setiap hari justru itulah yang berbahaya.

Bayangkan setiap hari kita harus menerima cacian, hinaan, ancaman, bahkan kekerasan fisik. Saya pikir lama-kelamaan psikologis korban dapat terganggu dan memunculkan trauma berkepanjangan.

Di lihat dari manapun, hal tersebut bukan suatu perkara sederhana karena dapat mempengaruhi kelangsungan hidup seseorang. Hak rasa aman dan bahagianya sudah terenggut oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Bagi pelaku semua itu hanya candaan, tetapi bagi korban perilaku tersebut merupakan siksaan yang dapat mengantarkannya pada penderitaan.

Memahami sisi pelaku

Banyak dari kita bertanya-tanya mengapa pelaku tega melakukan penindasan, apa yang sebenarnya mereka inginkan?

Ada beberapa penyebab krusial yang dapat membentuk perilaku bullying pada remaja atau anak.

1. Pernah melihat atau bahkan menjadi korban kekerasan

Sifat anak itu peniru, jika ia pernah melihat seseorang melakukan kekerasan ia cenderung mencontohnya tanpa tau apakah itu baik atau buruk.

Apalagi jika ia pernah merasakan kekerasan, misalnya dari saudara atau bahkan orang tua. 

Anak akan mencari seseorang yang cenderung lebih lemah darinya untuk melampiaskan segala amarah yang tidak dapat ia luapkan ketika mengalami kekerasan.

2. Mempunyai orang tua yang terlalu berpihak

Seorang anak berani melakukan pembullian karena memiliki orang tua yang selalu ada di pihaknya. Sehingga jika ia terkena masalah orang tuanya akan membela.

Apalagi jika sang Ibu atau Ayah merupakan orang yang memiliki jabatan tinggi, profesi yang dihormati dan uang yang banyak. 

Anak akan merasa bahwa dirinya merupakan seseorang yang berkuasa dan merasa aman untuk melakukan apapun termasuk pembullian, karena memiliki orang tua yang memanjakannya dan tentu akan selalu mendukungnya.

3. Kebiasaan mengejek dan merendahkan orang lain

Sebenarnya kebiasaan mengejek teman bukan hanya dilakukan oleh anak-anak, orang dewasa pun terkadang tanpa sadar mengejek bahkan sampai merendahkan temannya sendiri dengan dalih ‘bercanda’.

Padahal jika dibudayakan akan berkembang menjadi pembullian secara verbal. Lebih bahaya lagi jika yang melakukannya anak-anak.

Mungkin terlihat sepele, sampai jika ada anak yang bertengkar dengan mengejek temannya, kita selalu mengatakan “namanya juga anak kecil”. Padahal jika dibiarkan justru akan menjadi kebiasaan hingga dewasa.

Dari yang tadinya hanya mengejek bisa saja berkembang hingga melakukan kekerasan atau mempermalukan temannya.

Dampak bullying yang mengerikan

Sebenarnya perilaku bully sudah menjadi rahasia umum di seluruh dunia. Bahkan di beberapa Negara penindasan tersebut bisa sangat ekstrim hingga berakhir dengan kematian.

Dampak perisakan dominan dirasakan oleh korban. Gangguan kecemasan, sedih berkepanjangan, depresi hingga trauma bahkan terancam merenggut masa depan karena hilangya rasa percaya diri dan cenderung merendahkan diri hingga phobia sosial.

Di Indonesia sendiri saat ini banyak kasus pembullian yang memakan korban. Saya sangat miris ketika melihat berita seorang siswa SMP di Malang harus diamputasi akibat pembullian, kemudan salah satu siswa SMA di Pekanbaru mengalami patah tulang setelah dibully temannya.

Bahkan saya tercengang ketika membaca berita mengenai siswa MTs di Sulawesi Utara meninggal akibat penindasan oleh teman-temannya.

Satu kasus yang sedang viral saat ini membuat saya sangat geram sekaligus prihatin, yaitu meninggalnya seorang anak SD setelah dipaksa setubuhi kucing oleh teman-temannya. 

Saya sampai tidak habis pikir bagaimana mungkin anak SD bisa sekejam itu. Korban sudah meninggal sedangkan pelaku masih di bawah umur, jika sudah begini siapa yang harus disalahkan?

Dari kasus-kasus tersebut kita bisa tahu bahwa bullying yang tadinya hanya ‘candaan’, bisa berubah menjadi perilaku kriminal.

Bagaimana bullying bisa dihentikan?

Perbuatan menindas akan mendarah daging jika tidak dihentikan. Saya yakin selama ini sosialisasi mengenai pencegahan perilaku bullying sudah banyak dilakukan.

Namun, menurut saya untuk menghentikan perilaku perisakan butuh dukungan dari orang-orang yang berada di sekitar anak. Ada dua lingkungan yang saya soroti. 

1. Keluarga 

Seperti yang telah kita tahu, keluarga adalah peletak kepribadian pertama anak. Karakter dan cara pandang seorang anak akan dipengaruhi oleh keluarganya terutama pola asuh orang tua.

Oleh karena itu, para orang tua harus memperhatikan perkembangan anaknya. Bagaimana cara mereka berinteraksi dengan teman sebayanya. Mendidik untuk selalu menghormati orang lain, dan peka terhadap perilaku anak.

Jika sang anak mulai menunjukan sifat egois, orang tua harus memberikan penjelasan bahwa itu tidak baik. 

Ketika sang anak memiliki masalah dengan temannya biarkan ia selesaikan sendiri orang tua jangan ikut campur apalagi sampai membela. Sebab hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya super power dan merasa lebih dari temannya.

Saat anak berbuat salah, orang tua hadir sebagai pendamping bukan pembela. Biarkan ia tahu kesalahan serta konsekuensinya. 

Jangan biarkan anak menyaksikan apalagi sampai meniru perbuatan yang tidak sesuai norma terutama kekerasan.

Orang tua sebagai pemegang kendali anak harus benar-benar memperhatikan tumbuh kembangnya, terutama cara ia bersosialisasi. Jadilah Ayah, Ibu sekaligus sahabat bagi anak agar jika sang anak sedang dalam kesulitan ia tidak segan untuk bercerita.

Ayah dan Ibu harus berusaha mencegah agar anak-anaknya tidak menjadi korban atau pelaku bullying.

2. Sekolah 

Tidak dapat dipungkiri sekolah merupakan tempat paling rentan terhadap kasus pembullian. Hal ini karena di sekolah mereka bertemu dan berinteraksi seharian.

Guru sebagai orang tua kedua siswa di sekolah memiliki peran penting dalam pencegahan kasus bully. Selama ini pertengkaran antar siswa hanya dianggap sebagai candaan remaja.

Mindset itu harus diubah, karena dari hal kecil jika dibiarkan akan berkembang menjadi besar. Guru harus memperhatikan perilaku siswanya, jika ada yang mulai berlebihan harus segera ditegur.

Guru juga harus menjelaskan batasan candaan yang wajar dan yang mengarah kepada pembullian, sehingga siswa paham dengan perilakunya yang salah.

Tetapi menurut saya jika hanya teguran tidak akan membuat jera. Sekolah harus memiliki hukuman bagi pembully yang disesuaikan dengan tingkat kesalahannya. 

Agar siswa memiliki rasa takut sehingga tidak akan melakukan penindasan lagi terhadap temannya.

Perilaku bullying sering kali diremehkan, padahal jika dilihat dari segi HAM itu termasuk ke dalam pelanggaran. 

Dampak dari perbuatan tersebut juga sangat mengerikan dari gangguan psikologis, fisik hingga kematian. 

Jadi, berhentilah menganggap bullying hanya sebuah candaan, nyatanya perbuatan tersebut dapat berubah menjadi tindak kriminal.
 
sumber: https://www.kemenppa.go.id. Definisi Bullying.

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By TiraRiani

This statement referred from