Apakah Pencuri dengan Gangguan Kleptomania Tetap Dikenai Pidana?

profile picture Almi Sayyidatul Q

Mencuri adalah tindakan yang tidak dibenarkan baik dalam ajaran agama maupun hukum negara. Tindakan pencurian telah diatur dalam pasal 362 KUHP yang mengungkapkan bahwa “Barang siapa mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, akan diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sebesar sembilan ratus rupiah. Dari pasal tersebut seseorang yang terbukti mencuri akan dikenai hukuman pidana dan tidak jarang mereka juga mendapat sanksi sosial dari masyarakat.

Namun apa jadinya jika ada seseorang yang justru menjadikan kegiatan “mencuri” sebagai salah satu hobi sehingga membuatnya ketagihan untuk terus melakukannya. Meskipun terdengar aneh, tetapi hal ini memang nyata adanya dan disebut dengan istilah kleptomania. Menurut American Psychiatric Association (2013) Kleptomania adalah kegagalan berulang untuk menahan dorongan untuk mencuri barang meskipun barang tersebut tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi atau untuk nilai moneternya.

Kriteria gangguan kleptomania menurut DSM-V

  1. Kegagalan berulang untuk menahan dorongan mencuri benda-benda yang tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi atau untuk nilai uangnya.
  2. Dorongan yang meningkat sesaat sebelum melakukan pencurian.
  3. Terdapat perasaan senang, terpenuhi dan puas sesaat setelah melakukan pencurian.
  4. Pencurian tidak dilakukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas dendam dan bukan sebagai respon terhadap delusi atau halusinasi.
  5. Pencurian tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan conduct disorder, manic episode, atau antisocial personality disorder.

Beberapa fakta unik pengidap kleptomania

  • Fenomena ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan rasio 3:1 (American Psychiatric Association, 2013).
  • Kebanyakan terjadi saat usia kanak-kanak sampai remaja (Zhang et al., 2018).
  • Barang yang akan dicuri tidak ditargetkan.
  • Dijelaskan dalam tulisan Brawati & Utari (2019) Pengidap kleptomania pada dasarnya tidak berniatan jahat karena mereka tidak bisa mengontrol dorongan dalam dirinya, biasanya merasa cemas saat akan mencuri, dan akan merasa puas setelah melakukannya lalu seketika merasa bersalah, mereka juga mencuri barang yang bernilai ekonomi rendah bahkan sebenarnya bisa mereka beli sendiri.
  • Talih (2011) menyebutkan bahwa jenis pencurian yang sering dilakukan pengidap kleptomania salah satunya yaitu mencuri barang di toko (shoplifting).

 Ada berbagai faktor yang bisa menjadi penyebab timbulnya gangguan kleptomania diantaranya yaitu seperti yang diungkap oleh Zhang et al. (2018) bahwa teori psikoanalisa mengaitkan perilaku mencuri kompulsif dengan trauma pada masa kecil dan pengabaian atau tindak kekerasan oleh orang tua, serta perilaku mencuri menjadi simbol dari dimilikinya kembali masa kecil yang hilang. Sedangkan Saluja et al. (2014) mengunggkapkan bahwa seseorang yang mengidap kleptomania memiliki masa kanak-kanak yang sulit serta berasal dari orang tua yang memiliki konflik pada pernikahannya. Di sisi lain menurut Juwandana (2017) kadar pengetahuan ilmu agama sejak dini juga dapat memengaruhi munculnya kleptomania.

Lalu apakah seseorang yang mengidap kleptomania dapat di pidana setelah melakukan pencurian? Menurut Oktania & Mansoer (2020) Pertanggung jawaban pidana terjadi saat adanya perbuatan yang melawan hukum pidana, yang berarti individu mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat dan menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum. Pencuri dengan gangguan kleptomania yang mana kondisi kesehatan jiwanya tidak optimal tidak bisa semata-mata dikenai hukuman pidana di Indonesia, beda cerita dengan kebijakan di negara lain.

Hukuman bagi seorang pencuri dengan gangguan kleptomania ini juga diatur dalam pasal 44 ayat (1) KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”. Lalu jika hal ini diperkuat dengan menyertakan keterangan ahli jiwa dalam persidangan yang menunjukan hasil pemeriksaan bahwa pelaku pencurian terbukti mengidap gangguan kleptomania maka besar kemungkinan si pelaku tidak dikenai hukuman pidana.

Referensi

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed). Arlington: American Psychiatric Publishing.

Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkama Agung-RI. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Mahkama Agung-RI (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). jdih.mahkamahagung.go.id. https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php/hukum-acara/4.-Hukum-Acara/Kitab-Undang-Undang-Hukum/

Brawati, N. L. B. M., & Utari, A. A. S. (2019). Pertanggungjawaban terhadap Orang yang Menderita Penyakit Kleptomania. E-Journal Ilmu Hukum, 8(7), 1–13. https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/54666

Juwandana, E. (2017). Tinjauan Hukum terhadap Pencurian yang Dilakukan oleh Kleptomania berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3862/

Oktania, R., & Mansoer, W. W. D. (2020). Pengalaman Individu dengan Riwayat Kleptomania. Jurnal Psikologi Ulayat, 7(2), 140–162. https://doi.org/10.24854/jpu02020-304

Saluja, B., Chan, L. G., & Dhaval, D. (2014). Kleptomania: A Case Series. Singapore Medical Journal, 55(12), 207–209. https://doi.org/10.11622/smedj.2014188

Talih, F. (2011). Kleptomania and Potential Exacerbating Factors: A Review and Case Report. Innovations in Clinical Neuroscience, 8(10), 35–39. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3225132/

Zhang, Zh., Huang, Fr., & Liu, Dh. (2018). Kleptomania: Recent advances in symptoms, Etiology and Treatment. Current Medical Science, 38, 937-940. https://doi.org/10.1007/s11596-018-1966-2

6 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
6
0
profile picture

Written By Almi Sayyidatul Q

This statement referred from