Memaknai Ayat arrijalu qawwamuna ‘ala Nisa dalam penerapannya dalam keluaraga berdasarkan Perspektif Sosial dan Budaya
Pernikahan adalah ikatan antara suami dan istri dengan akad ijab qabul, jadi pernikahan antara suami istri sah untuk melakukan hubungan seksual. Dalam surat ar-Rum ayat 21 di jelakan bahwasanya tujuan pernikahan adalah mawaddah dan warahmah.
Memaknai kata arrijala qawwamuna ‘alan nisa dalam surat an-Nisa’ ayat 34. Bahwasanya artinya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga. Sudah sangat jelas bahwsanya Al-Qur’an memerintahkan seorang laki-laki untuk menjadi pemimpin dalam keluarga. Namun ketika dipandang dengan pesrspektif sosial budaya, adakalanya didalam keluraga seorang perempuan menjadi lebih unggul dari pada laki-laki, seperti mengenai pendapatan nafkah istri jauh lebih banyak daripada suaminya, suaminya belum bisa mencukupi kebutuhan dari keluarganya. Apakah suami tadi masih bisa disebut menjadi pemimpin dalam keluarga sesuai ayat ar-rijalu qawwamuna ala Nisa’?
Dalam kehidupan sosial yang sering kita temui adalah bahwasanya kedudukan perempuan dalam keluarga dibawah suami, suami menjadi kepala keluarga dan istri menjadi kepala rumah tangga. Namun terkadang ada faktor yang menyebabkan suami terkadang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya sehingga seorang istri juga bertanggung jawab dengan dua kewajiban, yaitu kewajiban menjadi ibu rumah tangga seperti mencuci, memasak, menyapu dan kewajiban mencukupi kebutuhan rumah tangga membantu suaminya. Sehingga bisa dikatakan tugas istri lebih berat dari pada suami istri.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah seorang suami masih menjadi pemimpin istri dalam keluarga karena dalam kenyataanya tugas istri lebih besar dari pada seorang suami?
Memaknai arti “Qawwam” atau pemimpin, menurut saya adalah kata pemimpin itu hanya menjadi sebuah sebutan, dalam pelaksanaannya atau pengamalan dari arti pemimpin itu sendiri bisa dilakukan oleh suami ataupun istri dengan saling berkomunikasi. Karena kita tidak tahu ada faktor apa yang akan timbul dikemudian hari ujian dalam keluarga. Jadi pada intinya timbul saling pengertian antara suami dan istri. Tugas rumah tangga dibagi menjadi dua, ketika suami menjadi kepala keluarga maka istri menjadi kepala rumah tangga, dan sebaliknya ketika istri yang menjadi kepala keluarga dalam artian bekerja membantu suami untuk mencari nafkah, maka yang suami juga harus membantu istri untuk menjadi kepala rumahtangga.Seperti membantu menyapu, mengepel atau mencuci. Jadi antara suami istri terjadi keseimbangan dalam menanggung kewajiban didalam keluarga.
Menurut Husein Muhammad, gender adalah behabioral difference antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed. Yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ciptaan tuhan melainkan diciptakan oleh baik laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang, perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar biologis, namun melalui proseses sosial kultur.
Al-Qura’an sangat bijaksana dengan menyebutkan bahwa hubungan suami istri harus dibangun dengan cara mu’asyarah bi al-ma’ruf. Suami yang baik adalah suami yang dapat menyenangkan, menjaga dan membantu istrinya seperti istrinya menyenangkannya, menjaganya dan membantunya serta suami harus sabar atas kekurangan istrinya.
Pengaruh sistem patriarki yang mengakar di masyarakat harusnya bisa dirubah perlahan-lahan, yang menganggap seorang istri kedudukannya selalu dibawah suami. Kadang rasanya aneh ketika suami mencuci pakaian dirumah, menyapu, mengepel atau pekerjaan rumah yang lain. Pandangan sosial masyarkat pasti menganggap seorang suami gak punya jati diri kok maunya diperintah istrinya seperti itu. Pernyataan seperti ini yang menjadi tugas kita untuk bisa meluruskan. Bahwasanya tidak hanya istri yang mempunyai kewajiban membersihkan rumah tetapi suami juga mempunyai berkewajiban tersebut, sehingga dalam keluarga terjadi keseimbangan.
Jika melihat kebelakang pada zaman jahiliyah seorang perempuan tidak mempunyai martabat, bagi orang jahiliyah yang melahirkan anak perempuan akan langsung dikubur hidup-hidup. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Sahabat Umar Bin Khattab juga pernah mengubur anak perempuannya. Alasan dari masyarakat jahiliyah melakukan hal ini adalah karena anggapan bahwasanya anak perempuan akan menjadi aib keluarga karena tidak bisa berperang, karena peperangan pada masa jahiliyah adalah kebiasaan suku-suku di Arab.
Oleh karena itu Nabi Muhammad Saw di dunia adalah menyempurnakan ahlak. Memperbaiki akhlak masyarakat jahiliyah dengan kebiasaan-kebiasaan yang buruk daintaranya suka berjudi, meminum khamr, membunuh anak perempuan, menyembah berhala dan kebiasaan buruk yang lain.
Mengangkat derajat para wanita juga dilakukan oleh RA. Kartini dengan mendirikan sekolah untuk perempuan yang tidak berasal dari golongan bangsawan saja yang mampu merasakan bersekolah. Mencetuskan dan mengembangkan gerakan emansipasi wanita dari tulisan dan pemikiran-pemikirannya sehingga wanita kedudukan yang sejajar dengan pria dan tidak dianggap rendah.
Selain itu ada Dewi Sartika yang berjuang memikirkan bagaimana agar anak-anak perempuan di komunitasnya bisa memperoleh ilmu pengetahuan. Muncul ide Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah khusus perempuan.
Dikemudian hari kita bisa temui pemipin-pemimpin wanita di negara Indonesia seperti Megawati Soekarno Putri yang pernah menjabat sebagai presiden kelima Indonesia, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Dari sini kita bisa belajar bahwasanya seorang perempuan juga harus diberikan kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin, sama halnya seorang istri didalam keluarga.