Kerajaan Kutai tidak pernah ada?
Dalam studi sejarah Indonesia, sering kali muncul kebingungan mengenai keberadaan kerajaan-kerajaan kuno, khususnya Kerajaan Kutai. Banyak orang beranggapan bahwa Kerajaan Kutai merupakan entitas yang berdiri sendiri, padahal berdasarkan berbagai sumber, nama asli kerajaan tersebut sebenarnya adalah Kerajaan Martapura.
Dalam diskusi mengenai sejarah Indonesia, nama Kerajaan Kutai sering kali muncul. Berbagai bukti sejarah, termasuk prasasti Yupa, menunjukkan bahwa tidak ada catatan mengenai kerajaan yang disebut sebagai Kutai dalam konteks yang sering dipahami. Mari kita eksplorasi lebih jauh tentang sejarah dan perbedaan antara Martapura dan Kutai Kertanegara.
Prasasti Yupa: Tujuh Bukti Sejarah
Salah satu sumber utama untuk memahami sejarah Kerajaan Martapura adalah prasasti Yupa. Terdapat tujuh prasasti Yupa yang ditemukan di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti-prasasti ini ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, mencatat berbagai informasi penting mengenai kerajaan ini.
- Yupa I: Menyebutkan tentang Raja Mulawarman dan perbuatan baiknya terhadap para Brahmana.
- Yupa II: Mencatat pemberian tanah kepada para pendeta sebagai bentuk penghormatan.
- Yupa III: Mengisahkan tentang ritual dan upacara keagamaan yang dilakukan oleh raja.
- Yupa IV: Menyebutkan pengabdian Raja Mulawarman kepada dewa dan pengaruh Hindu dalam kehidupan masyarakat.
- Yupa V: Menceritakan tentang hubungan diplomatik dengan kerajaan lain.
- Yupa VI: Menggambarkan peran penting raja dalam menjaga kestabilan politik dan ekonomi.
- Yupa VII: Menguraikan tentang warisan budaya dan pengaruh agama Hindu dalam masyarakat Martapura.
Dari tujuh prasasti ini, tidak ada penyebutan langsung mengenai Kerajaan Kutai sebagai entitas terpisah, melainkan lebih berfokus pada Martapura dan Raja Mulawarman.
Perbedaan Antara Kerajaan Martapura dan Kutai Kertanegara
Kerajaan Martapura dikenal sebagai kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi. Kerajaan ini berkembang pesat dengan pengaruh budaya Hindu yang kuat. Sementara itu, Kutai Kertanegara merupakan kerajaan Islam yang muncul sekitar tahun 900 Masehi, setelah era Martapura. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada agama dan periode berdirinya. Kerajaan Martapura berlandaskan Hindu, sedangkan Kutai Kertanegara mengadopsi Islam sebagai agama resmi.
Lembuswana: Simbol Kerajaan Martapura
Lembuswana adalah simbol penting dalam budaya Kerajaan Martapura. Patung Lembuswana yang sering ditemukan di prasasti Yupa menggambarkan kekuatan dan kebesaran kerajaan. Simbol ini mencerminkan hubungan antara raja dan masyarakat, serta status kerajaan dalam tatanan sosial pada waktu itu. Lembuswana ialah hewan yang ditunggangi oleh raja Mulawarman yang mana raja Mulawarman adalah raja ke-3 Kerajaan Kutai Martadipura, beliau adalah putra dari raja Aswawarman cucu dari raja pertama Kutai yaitu raja Kudungga. Pada masa pemerintahan raja Mulawarman Kerajaan Kutai berada pada masa keemasannya dari raja-raja sebelumnya. Lembuswana memanglah hewan mitologi yang mana orang-orang seperti kita saat ini tidak bisa bertemu langsung bahkan melihatnya. Akan tetapi saat ini Lembuswana dijadikan ikon bagi Kabupaten Kartanegara khususnya kota Tenggarong.
Puncak Kejayaan Kerajaan Martapura
Kejayaan Kerajaan Martapura mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana dan dermawan, serta aktif dalam memperluas pengaruhnya melalui hubungan diplomatik dan budaya. Namun, sepeninggal Raja Mulawarman, Kerajaan Martapura mengalami transisi.
Transisi Menjadi Kutai Kertanegara
Setelah masa pemerintahan Raja Mulawarman, Martapura perlahan-lahan bertransformasi menjadi Kutai Kertanegara yang bercorak Islam. Perubahan ini mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap dinamika baru, di mana Islam mulai mengakar di wilayah tersebut.
Keruntuhan Kerajaan Martapura
Keruntuhan Kerajaan Martapura dapat diatribusikan kepada berbagai faktor, termasuk pergolakan internal dan tekanan dari kerajaan lain. Dengan munculnya Kutai Kertanegara sebagai kekuatan baru, Martapura kehilangan posisi strategisnya dan akhirnya terhapus dari catatan sejarah sebagai entitas yang mandiri.
Dengan pemahaman yang lebih jelas mengenai sejarah Kerajaan Martapura dan prasasti Yupa, kita dapat melihat bahwa anggapan tentang Kerajaan Kutai sebagai entitas terpisah tidaklah akurat. Sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Martapura adalah fondasi yang melahirkan Kutai Kertanegara, menciptakan jembatan antara tradisi Hindu dan Islam di Nusantara. Sejarah yang kompleks ini menunjukkan betapa dinamisnya perjalanan suatu kerajaan dalam menghadapi perubahan zaman.