6 Sisi Gelap Ir. Soekarno yang Mungkin Belum Banyak Orang Tahu
Mengungkap sisi gelap Ir. Soekarno: woman sentris, zaman gaber, kepresidenan tidak sehat, dan otoriter.
Woman Sentris
Ir. Soekarno dikenal sebagai tokoh penting dalam sejarah Indonesia dan juga sebagai presiden pertama negara ini. Namun, di balik sosok karismatiknya, terdapat sikap woman sentris yang sering kali diabaikan. Soekarno memiliki pandangan bahwa perempuan harus ditempatkan dalam posisi yang lebih subordinat, meskipun ia mengklaim mendukung emansipasi. Sikap ini tampak dalam kebijakan dan sikap pribadinya terhadap perempuan di lingkungan sekitar.
Pemicu Zaman Gaber
Soekarno, dalam periode kepemimpinannya, memicu munculnya berbagai isu dan ketegangan yang kemudian dikenal sebagai "Zaman Gaber." Era ini diwarnai oleh ketidakstabilan politik dan sosial, di mana Soekarno sering kali menggunakan retorika yang berapi-api untuk mengalihkan perhatian dari masalah-masalah mendalam. Taktik ini menciptakan ketidakpastian yang mendalam di masyarakat, memperburuk situasi sosial dan politik.
Lingkungan Kepresidenan yang Tidak Sehat (Kesaksian Soe Hok Gie)
Dalam catatan Soe Hok Gie, seorang aktivis dan penulis terkenal, digambarkan bahwa lingkungan kepresidenan di bawah Soekarno tidaklah sehat. Gie menyebutkan adanya konflik internal, ketidakstabilan emosional, dan lingkungan yang penuh dengan kepentingan politik yang saling bertentangan. Hal ini menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi pemerintahan yang efektif dan berkeadilan.
Menggelar Pesta Dansa di Saat Rakyat Kesusahan
Salah satu kritik yang diarahkan kepada Soekarno adalah kemampuannya untuk menggelar pesta dansa dan acara glamor, sementara rakyat Indonesia tengah menghadapi kesulitan ekonomi dan sosial. Hal ini menciptakan kesan bahwa Soekarno tidak sensitif terhadap penderitaan rakyatnya, dan lebih fokus pada kemewahan pribadi daripada pada perbaikan kondisi negara.
Memicu Munculnya G-30-S-PKI
Soekarno juga dianggap memicu ketegangan politik yang akhirnya berujung pada peristiwa G-30-S-PKI. Ketidakstabilan politik yang diciptakan oleh kebijakan-kebijakan dan retorika ekstrem Soekarno berkontribusi pada lahirnya konflik yang mengarah pada kekacauan dan kekerasan. Meski tidak secara langsung terlibat, perannya dalam menciptakan atmosfer politik yang tidak stabil turut memperburuk situasi.
Otoriter
Di balik citra sebagai pahlawan kemerdekaan, Soekarno juga menunjukkan sikap otoriter dalam kepemimpinannya. Ia sering kali menggunakan kekuasaan untuk membungkam kritik, menekan oposisi, dan mengontrol media. Praktik-praktik otoriter ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan menciptakan lingkungan politik yang represif di Indonesia.