MEMBENTENGI SAYAP MALAIKAT SEBAGAI BENTUK EKSISTENSI TUHAN Dalam Perspektif keilmuan “Mengacu Panca Indra Manusia”

profile picture JG
Sains - Fenomena

Dinamika yang kompleks terkait pembahasan posisi Tuhan dan hukum di Bumi yang menjadikan seluruh manusia harus berpikir lebih dalam karena adanya berbagai sudut pandang terkait hal itu. Sejak saat saya menulis ini juga mulai berpikir lebih dalam apa?, Bagaimana bisa?, kapan?. Dari berbagai tanda tanya lainnya membuat saya ikut serta dalam menulis dengan Tema Eksistensi tuhan ini. Dalam hal ini saya akan mencoba dari satu sudut pandang keilmuan. Dimana jika dijalakan dalam bentuk sumber tertentu pastinya sudah banyak beredar apalagi banyaknya penganut agama yang berbeda, tentu mempunyai sudut pandang dari agamanya masing-masing tentang eksistensi Ketuhanan yang mereka anut dan pada titik poin itulah mereka dan saya juga dalam beragama. Jika saya mencoba mengkorelasikan aspek dan aturan beragama, tentu sebagai sumber hukum adalah kitab-kitab masing-masing agama. Ada satu posisi dimana terkadang seseorang beragama mempunyai delik terutama pastinya bersumber dari berbagai sumber di media sosial dan alat digital lainya. Nah, dalam posisi informasi saja bisa-bisa kita mengatakan tuhan adalah informasi ini atau alat-alat yang disekeliling kita. Apa demikian kita memandang? Karena dengan alasan sederhana saja apa saja yang kita inginkan dalam bentuk informasi semua tersedia. Ia sering di disebut sumber dari segala sumber mempunyai kecepatan di eradigital ini (Mbah Google). Anak zaman era akan menjadi riskan, orang tuapun kwatir akan hal ini. Nah ini semua sudut pandang keilmuan. Bagaimana para promotor mengemas hingga mudahnya penyerapan ilmu tercapai pada generasi Era. Tentu femonema yang begitu sering terjadi dan dilihat setiap harinya. 

Selanjutnya Kultur yang tercerminkan dalam perolehan informasi, adat yang terbentuk di ruang lingkup masyarakat secara umum akan membentuk sebuah kepercayaan teknologi, sosial dan ekonomi. Dari sisi itu saja sudah banyak yang berubah di Negaraku Indonesia. Tidak sedikit pula yang menyalahkan keadaan “Dimana Posisi Tuhan Saat seperti ini?”. Miris bukan akan timbul banyak pertanyaan yang begini kita jumpai, apa karena ilmunya yang kurang atau karena salah kemasan dan siapa yang membawa ini ke New Era. Kontropersi waktu demi waktu selalu menjadi pembahasan yang Fundamental. 

Banyak hal yang signifikan dinilai dalam sebuah peradapan sosial, dari hal yang terkecil saja. Indonesia dalam posisi ini merupakan salah satu Negara Islam terbesar di Dunia. Namun Indonesia juga adalah negara hukum dengan penganut agama Islam terbesar[1]. Di negara ini juga banyaknya tumbuh aliran serta hidupnya berbagai etnis-etnis demikian dengan dogma agama-agama yang menyeluruh. Tidak menjadikan ini hal tabu untuk mengetahui negara mana yang memilihara banyak agama ya tentunya Indonesia. Jika ditarik dari segi empiris pastinya sistem yang mengacu keberagamaan dan keberagaman juga akan dimiliki negara Indonesia. Lagi-lagi perspektif  keilmuan akan dapat memposisikan sudah seberapa jauh jika kita ingin berbicara bagaimana Ekstensi Tuhan di dalamnya. Tentu insan yang beragama yang senang bahkan kecewa dengan proses dinamika ini tidak bisa menghindar dan menolak bahwa “oh ia ya,.. ternyata ada campur tangan Tuhan Di dalammnya”.[2] Dengan berbagai bentuk apapun itu hingga terjadi sebuah proses yang nyata dialami seseorang.

Kercayaan itu pasti adanya, konsep serta hakekat ketuhanan juga sering disebut dialeg Spiritualisme (Roh). Kepercayaan akan roh bisa jadi semua akan meyakini. Mengapa demikian?, Sama seperti halnya keyakinan terhadap adanya hantu (momok) atau jenis yang terbuat dalam bentuk nyata oleh manusia. Bagaimana bisa berhakhayal sedemikian rupa dengan proses keluarnya Roh dalam tubuh manusia kerasukan Jin dan sebagainya jika tidak ada sistem keilmuan yang mereka yakini bahwa tuhan sudah sejak awal kamu berpikir masuk dalam alur kegiatan mu sehari-hari. Bagamana pula kamu bisa kecewa akan sebuah hal yang terjadi padamu padahal Tuhan menyertai gerakanmu sebagai bentuk keyakinan dibeberapa agama “Tidak kecewa akan sebuah hal karena ada campur tangan tuhan didalamnya”.[3]

Kemampuan merekonsiliasi sebuah kepercayaan sangat dekat pula dengan kita, sebagai insan selalu aktif berpikir dan belajar,  sering kita dihadapankan dengan berbagi aliran pastinya bagi yang menuntut ilmu dan memahami juga tidak akan patah dengan doktrin-doktrin yang hanya sekedarnya saja. Rasionalisme dalam pikiran sebagai wujud manusia itu berpikir, juga merupakan aliran filsafat Ilmu bahwa Otoritas Rasio (akal) adalah sumber segala pengetahuan[4]. Apalagi yang akan kita bantah terlebih adalah pikiran sendiri yang mempunyai kemampuan berpikir dan mempunyai sudut pandang, mampu membeda-bedakan ini baik dan benar, cantik dan jelek. Namun juga ada batasan, nah itu biasa yang di sebut rambu-rambu agama yang di kemas sesuai kriteria ketuhanan. Yang pada alurnya juga ekesistensi tuhan juga akan terbuktiknya dengan kemampuan merasionalkan sendiri oleh diri kita. Tidak usah jauh-jauh sampai pembuktian Bumi bulat, ada gunung angin dan sebagianya jika di kembalikan sebagai bentuk Perspektif  keilmuan yang dimiliki oleh Indra yang kita miliki setiap waktu walaupun tidur iya tetap aktif tanpa kita memintanya.

Tercerahkan abad yang semakin merasionalismekan (Enlightment) yang diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika. Yang juga banyak dikenalkan dari bebagai tokoh filsafat diantaranya Descartes, Leibniz dan Spinoza. Dalam rahim Rasionalisme sebenarnya sudah ditanamkan sejak zaman Yunani kuno bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus  memahami dirinya sendiri. Sebagai kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan Rasio (akal).[5]

Konsep percontohan dalam agama juga berbeda-beda akan eksistensi Ketuhanan sebagai bentuk keberadaan atau keterwujudan. Sebagai goresan kecil saat mengaji dalam sebuah kutipan kitab oleh Dr. Mauhibburahman mengatakan “Adapun orang yang menuntut ilmu membentangkan para malaikat pada sayapnya malaikat karena menghendaki keridhoan terhadap mencari sesuatu terhadap pencari ilmu”. Maksudnya bagaimana keutamaan orang yang belajar. Poinmind, Malaikat hormat pada penuntut ilmu, atas dasar mencari ilmu, disiplin keilmuan yang menuntut ilmu yang akan di gunakan untuk kebaikan (predikat tolabul ilmi), kalau manusia jika sudah diberi penjelasan tapi masih banyak tanya (itu isinya Iblis), kalau seandainya manusia mendewakan nafsu, ulama pernah berkata jika saja orang yang nafsu menikahi seluruh wanita di muka bumi telah habis, dan jika saja halal anjing di nikahi maka akan di nikahinya. Karena tidak ada kepuasan nafsu, yang bisa membatasi nafsu adalah ilmu, dalam rumor jenaka, kyai dimintai doa untuk pelaris bisnis usaha dan di doakan, seminggu kemudian (wanita) itu Kembali setelah seminggu, minta tolong di cabut doanya untuk jangan terlalu laris, kyai terheran “loh kenapa” wanita tidak sanggup setiap hari, karena profesinya wanita tersebut adalah pelacur, jadi kunci membentengi nafsu adalah ilmu. ciri-ciri pesantren dulu dengan sekarang itu berbeda. Membentangi sayap malaikat siap menjadi kendaraan para pencari ilmu.[6]

DAFTAR RUJUKAN

Arif, M. “Pendekatan Sosiso Historis Memilih Pasangan Hidup Perspektif Hadis.” Skripsi (2023). Accessed February 18, 2023. http://digilib.uinkhas.ac.id/17824/1/SKRIPSI ARIF REVISI FULL - WM.pdf.

Chamim, Masruru. “Konsep Iman Dan Qolbu Al- Quran Perspektif Said Nursi.” skripsi, institut perguruan Tinggi ilmu Al-Quran, no. 2 (2023).

Mauhiiburrahman. Hormatnya Malaikat Terhadap Penuntut Ilmu, Kitab Takribul Takrib, 2017.

Saragih. “Eksistensi Hukum Islam Dalam Paradigma Sistem Hukum Pancasila Di Indonesia.” journal.upnvj.ac.id 4, no. 2 (2022): 139–153. Accessed February 17, 2023. https://journal.upnvj.ac.id/index.php/esensihukum/article/view/162.

Warsito, Loekisno Choiril. Pengantar Filsafat, 2013.

Yuli Adhani, Sastra Wantu, Farhana Putri Maramis. “Implementasi Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Studi Kasus Pada SMP Negeri 12 Gorontalo Dan SMP Muhammadiyah 3 Gorontalo.” Jambora joornal Civic Education 2, no. 3 (2022): 146–155.

[1] Saragih, “Eksistensi Hukum Islam Dalam Paradigma Sistem Hukum Pancasila Di Indonesia,” journal.upnvj.ac.id 4, no. 2 (2022): 139–153, accessed February 17, 2023, https://journal.upnvj.ac.id/index.php/esensihukum/article/view/162.

[2] M Arif, “Pendekatan Sosiso Historis Memilih Pasangan Hidup Perspektif Hadis,” Skripsi (2023), accessed February 18, 2023, http://digilib.uinkhas.ac.id/17824/1/SKRIPSI ARIF REVISI FULL - WM.pdf.

[3] Farhana Putri Maramis Yuli Adhani, Sastra Wantu, “Implementasi Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Studi Kasus Pada SMP Negeri 12 Gorontalo Dan SMP Muhammadiyah 3 Gorontalo,” Jambora joornal Civic Education 2, no. 3 (2022): 146–155.

[4] Masruru Chamim, “Konsep Iman Dan Qolbu Al- Quran Perspektif Said Nursi,” skripsi, institut perguruan Tinggi ilmu Al-Quran, no. 2 (2023).

[5] Loekisno Choiril Warsito, Pengantar Filsafat, 2013.

[6] Mauhiiburrahman, Hormatnya Malaikat Terhadap Penuntut Ilmu, Kitab Takribul Takrib, 2017.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By JG

This statement referred from