Siapkan Mental Sebelum Bercerai! Ini Dokumen yang Dibutuhkan Untuk Mendaftarkan Perceraian, dan Langkah Pendaftaran Perceraian di Pengadilan Agama
Pernikahan sejatinya dilakukan sekali seumur hidup, dan itulah impian setiap pasangan. Namun terkadang nasib tidak ada yang tahu. Tidak sedikit yang memutuskan menyerah dalam pernikahan, memutuskan menyudahi dengan berbagai alasan. Di Indonesia, angka perceraian cukup tinggi, umumnya terjadi setelah lebaran.
Banyak faktor yang membuat pasangan suami istri memutuskan untuk menjalani kehidupannya masing-masing. Menurut laporan statistik Indonesia, 4 faktor yang paling tinggi menyumbang angka perceraian adalah ekonomi sebanyak 24,75%. Disusul dengan perselingkuhan, dan atau meninggalkan salah satu pihak tanpa kejelasan sebanyak 8,78%. Adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menempati urutan ketiga, sebanyak 1,1% karena mengkonsumsi alkohol hingga mabuk dengan rasio sebesar 0,39%.
Sisanya dengan alasan pindah keyakinan (agama), salah satu pihak terkena kasus kriminal hingga dipenjara, perjudian, tidak mau di poligami, perzinahan, adanya madat, korban perjodohan yang dinikahkan secara paksa dan yang terakhir adalah karena cacat fisik.
Jika salah satu dari kalian yang membaca ini adalah pasangan yang memutuskan untuk mengakhiri pernikahan, ini yang kalian butuhkan secara mental dan hukum Negara!
Persiapan Mental
Ada yang sedih ketika bercerai, dan ada yang justru bahagia seperti terlahir kembali. Namun tentunya memutuskan untuk bercerai apapun alasannya, ada baiknya menyiapkan mental masing-masing, dengan tujuan meminimalkan hal yang tidak diinginkan. Berikut beberapa hal personal yang perlu disiapkan:

- Bicarakan dahulu masalah hak asuh anak, hak temu anak, dan aturan-aturannya. Salah satu pihak pasti akan terpisah dengan anak. Sudah menikah artinya secara umur sudah dewasa, artinya jangan egois. Anak berhak bertemu dengan orang tuanya (selama tidak ada trauma dengan anak).
- Pikirkan masalah keuangan. Apakah ada pembagian harta, dan apakah kalian sanggup hidup dengan ekonomi setelah bercerai. Jika ada harta yang dibeli sebelum menikah, amankan. Jika ekonomi kalian dirasa belum cukup menghidupi kehidupan setelah perceraian, ada baiknya sebelum mengurus perceraian bisa mencari pemasukan (kecuali perceraian karena tidak diberi nafkah).
- Apapun masalahnya, usahakan pamit baik-baik dengan keluarga pasangan. Bagi suami, pulangkan baik-baik mantan istri ke rumah orang tuanya. Minta restu baik-baik, maka dipulangkanpun baik-baik.
- Persiapkan tempat tinggal, bisa beli, kontrak, atau kos. Supaya bisa segera pisah rumah dan tidak rumit mengurus kepindahan.
- Jika anda adalah korban tindak pidana atau perdata pasangan, bila perlu bisa lanjutkan dengan melaporkan ke pihak berwajib, sebagai garansi aman anda setelah perceraian.
- Jika telah memiliki anak, jelaskan dahulu pada anak sejujurnya bahwa anda akan berpisah dengan ayah/ibunya, dan mereka akan tinggal dengan salah satu pihak. Beri tahu anak jika mereka masih punya kesempatan untuk bertemu ayah/ibunya pada waktu tertentu, dan bukan berarti kehilangan salah satu orang tuanya. Jika anak masih usia dalam kategori kanak-kanak, tidak perlu dijelaskan secara detail untuk mencegah adanya rasa benci. Jika sudah masuk kategori remaja, boleh dijelaskan alasan kalian bercerai, karena mereka berhak tau, dan mencegah masalah yang sama di kemudian hari jika kelak anak menikah. Berikan pengertian jika kalian masih sayang dengan mereka, dan ini murni hanya hubungan suami istri.
- Berikan informasi kepada keluarga inti masing-masing, dan jelaskan alasannya secara singkat. Tujuannya agar jika ada berita simpang siur di kalangan keluarga besar atau lingkungan sekitar, keluarga anda bisa memberikan informasi yang tepat.
- Persiapkan diri untuk menerima respon kaget, khawatir, serta pertanyaan yang berkaitan dengan perceraian kalian dari lingkungan sekitar anda nantinya. Disini anda boleh menjelaskan secara detail, atau tetap menjaga privasi. Intinya mereka bukan orang-orang yang harus tau penyebab perpisahan kalian.
- Akan selalu ada perilaku negatif dan resiko atas keputusan yang kalian ambil. Oleh karena itu yakinkan diri sebelum bercerai, dan persiapkan mental kalian. Biasanya respon ini akan surut seiring berjalannya waktu.
Dokumen Yang Perlu Disiapkan Untuk Sidang Cerai
Berikutnya, pasangan akan melakukan sidang cerai untuk bisa mengubah status dari menikah, menjadi cerai hidup pada data Negara. Hal ini berguna untuk aktivitas kalian kedepannya. Entah untuk pekerjaan, mengurus dokumen/surat-surat negara, menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan mantan suami/istri, maupun jika memutuskan untuk menikah lagi kedepannya.
Dilansir dari beberapa website pengadilan agama daerah, inilah dokumen-dokumen yang diperlukan untuk bisa mendaftarkan perceraian:
- Fotocopy KTP penggugat atau pemohon (melampirkan surat keterangan domisili dari Kelurahan jika alamat KTP berbeda dengan alamat domisili).
- Fotocopy buku/surat nikah dan/atau duplikat buku/surat nikah.
- Fotocopy Surat Izin Perceraian dari institusi (jika pihak berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI & Polri).
- Fotocopy Surat Keterangan Ghoib dari Kelurahan (jika suami tidak diketahui keberadaannya minimal 6 bulan dari sekarang).
- Fotocopy Surat Keterangan Tidak Mampu yang dibuat di Kelurahan dan dicap sampai Kecamatan (jika Penggugat warga tidak mampu/miskin).
- Fotocopy Kartu keluarga.
- Fotocopy akte kelahiran anak (jika telah memiliki anak).
- Semua Fotocopy persyaratan (poin 2 - 7) yang dilampirkan harus ditempel materai 10.000 dan dilegalisir di kantor pos.
- Lokasi Pengadilan Agama harus berada di daerah domisili pihak tergugat.
- Dokumen aset atau harta (sertifikat, BPKB, surat berharga, STNK, dan sejenisnya) jika ingin menuntut harga gono gini.
Tata Cara Proses Perceraian
Setelah dokumen sudah lengkap, selanjutnya bisa langsung ke Pengadilan Agama yang berada di daerah pihak tergugat. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan setelah sampai di Pengadilan Agama setempat:
- Bawa dokumen-dokumen yang diminta, dan daftarkan gugatan cerai.
- Datangi bagian "pusat bantuan hukum" untuk membuat surat gugatan cerai. Alasan gugatan harus yang dapat diterima oleh pengadilan, seperti KDRT, perselingkungan, tidak dinafkahi dalam jangka waktu tertentu, perselisihan dalam waktu lama, dan lainnya.
- Siapkan sejumlah uang untuk membayar biaya selama proses perceraian. Biasanya meliputi biaya pendaftaran, biaya materai, biaya proses, biaya redaksi dan biaya panggilan sidang. Kisaran dananya berbeda-beda bergantung tempat dan kebutuhan, tapi kurang lebih membutuhkan sekitar ratusan ribu hingga satu juta rupiah.
- Siapkan saksi yang dapat mendukung alasan perceraian. Nantinya saksi akan dipanggil oleh pengadilan sebagai pertimbangan membuat keputusan dan kelancaran dalam proses perceraian.
- Setelah terdaftar, maka akan dijadwalkan proses persidangan. Pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak harus datang untuk mengikuti proses medisiasi. Disini pasangan akan ditengahi untuk dibantu mencari jalan keluar selain bercerai. Jika kedua pihak tetap sepakat bercerai, maka akan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan perceraian.
- Sidang berikutnya kedua belah pihak akan dipanggil,
- Jika tergugat tidak memenuhi panggilan untuk mengikuti proses sidang, maka pengadilan akan membuat amar keputusan yang berisi pemutusan sah antara suami dan istri. Selanjutnya, pengadilan akan mengirimkan amar putusan pada tergugat sebagai bukti hubungan pernikahan keduanya sudah berakhir sah secara Negara. Apabila kemudian tergugat tidak ada tanggapan apapun dalam kurun waktu tertentu, pengadilan akan melanjutkan untuk menerbitkan surat akta cerai.
- Jika kedua belah pihak datang mengikuti persidangan, maka proses perceraian akan memakan waktu lebih lama. Setelah mendengar kesaksian dan pembelaan dari kedua belah pihak hingga tuntas, serta tidak ada tanggapan lagi, pengadilan akan melanjutkan untuk menerbitkan surat akta cerai.
Itulah yang harus disiapkan untuk bercerai secara Negara di pengadilan agama. Tidak ada yang berharap sebuah pernikahan berujung perceraian, namun terkadang, bagi sebagian orang, seumur hidup itu terlalu lama untuk dihabiskan dengan orang yang salah. Oleh karena itu, pilihlah calon pasangan hidupmu dengan sebaik mungkin, kenali dan bersifat realistis. Cobaan dalam rumah tangga memang akan selalu ada, tapi berusaha meminimalkan konflik dengan cara mengeleminasi calon-calon yang sekiranya bisa mendatangkan cobaan itu bukankah termasuk suatu usaha menghindari perceraian yang dibenci dan/atau dilarang oleh agama?