Bentuk Bumi dalam Al-Qur'an
Bukti-bukti yang menyatakan Bumi berbentuk bulat begitu meyakinkan dan sulit dibantah. Mulai dari zona waktu, adanya perbedaan siang dan malam di berbagai belahan Bumi, variasi rasi bintang yang berbeda di tempat berbeda di Bumi, daya gravitasi, keterbatasan jarak pandang manusia pada permukaan Bumi, dan masih banyak lagi. Meski begitu, ada juga kalangan yang memercayai sebuah teori Bumi berbentuk datar. Penganut teori ini pun memiliki argumennya, yang sebagian merupakan antitesis dari teori pertama. Terlepas dari mana yang lebih dapat dipercaya, sejatinya perdebatan mengenai bentuk Bumi sudah ada sejak masa sebelum masehi, sekurang-kurangnya di masa awal peradaban Yunani kuno. Sebut saja Aristoteles dan Eratosthenes berpendapat Bumi berbentuk bulat, sedang Thales dan Anaximander menyatakan bahwa bentuk Bumi itu datar. Di dunia Islam, hal serupa terjadi. Beberapa Ulama percaya teori pertama, dan lainnya meyakini teori kedua. Kedua pandangan ini berpedoman pada keterangan dalam Al-Qur'an yang menginformasikan jagat raya.
Bila menelusuri ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar dari dua pendapat para ulama diatas, akan ditemukan penjelasan mengenai bentuk Bumi. Kalangan yang memercayai bentuk datar berpijak pada beberapa ayat, diantaranya: “Dan Bumi bagaimana ia dihamparkan?” (Al-Ghaasyiyah: 20). dan firman Allah “Dan Kami telah menghamparkan Bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran” (Al-Hijr: 19). Kata "dihamparkan" dan "kami telah menghamparkan" dari dua ayat di atas merupakan terjemahan kata suthihat dan madadna. Kata suthihat pada asalnya bermakna rata, membentang, dan datar. Sedang kata madadna berasal dari kata madda yang memiliki arti memanjangkan atau merentangkan sesuatu. “Ini adalah bantahan bagi mereka yang menyangka bahwa Bumi itu seperti bola.” Demikian pakar tafsir al Qurthubi memberi komentar ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya yang terkenal.( Lihat kitab Tafsir al Qurthubi Vol 10 hal 13 ). Seperti halnya al Qurthubi, dalam kitab tafsir ringkasnya yang populer dikalangan muslimin Indonesia, as Suyuthi memberikan tafsiran senada dalam tafsirnya( Lihat Tafsir al Jalalain, hal 426 ).
Sedang ayat Al-Qur'an yang digunakan dalil bagi penganut faham Bumi bulat, antara lain ialah: "Dia menciptakan langit dan Bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." QS Az zumar 5. Pakar tafsir Al-Qur'an, Prof. Dr. Quraisy Shihab memberikan uraian tentang ayat ini dalam buku tafsirnya, al misbah, sebagai berikut: "Ayat ini menunjukkan bahwa Bumi berbentuk bulat dan selalu berotasi. Dari segi bahasa, kata "yukawwir" yang digunakan dalam ayat ini berarti 'menutupkan suatu benda ke atas benda lain secara berturut-turut'. Kalau saja Bumi ini tidak bulat--datar, umpamanya--tentu siang dan malam di suatu tempat dapat dimungkinkan tampak pada satu waktu secara bersamaan."
Dari surat al ghosiyat ayat 20, begitu pula surat al Hijr ayat 19, didapati sebuah gambaran betapa Bumi itu merupakan dataran yang terhampar luas. Namun, tidak harus difahami sebagai bentuk utuhnya, karena ada ayat lain secara eksplisit menyatakan fenomena-fenomena Bumi yang, secara perhitungan ilmiyah, mengharuskan Bumi berbentuk bulat. Tidak mungkin Al-Qur'an memberikan informasi berbeda dalam satu kasus yang sama. Hemat penulis, kedua pendapat ulama mengenai bentuk Bumi yang didasarkan pada ayat Al-Qur'an di atas bisa saja dipadukan. Ayat yang menjelaskan keterhamparan Bumi dilihat dari sudut manusia sebagai makhluk yang menghuninya, sedang ayat 5 dari surat az Zumar, yang menurut beberapa ahli tafsir menunjukkan Bumi berbentuk bulat, dilihat dari sisi Bumi yang ditempatkan sejajar dengan planet-planet atau bintang lain.
Dengan demikian, dapat difahami bagaimana Al-Qur'an menguraikan penjelasan berbeda mengenai bentuk Bumi yang tampak sekali memberikan dua sudut pandang dengan meneropong Bumi dari dua sisi sehingga hasilnya pun berbeda. Memang, segala sesuatu harus dilihat secara menyeluruh agar dapat mendeskripsikannya secara tepat. Karena itu, sebagaimana Al-Qur'an memberikan sebuah uraian, untuk mengetahui bagaimana bentuk Bumi yang dihuni umat manusia ini haruslah berada di suatu tempat yang bisa melihatnya secara utuh supaya mendapat gambaran bentuk sesungguhnya. Dari posisi mana subjek melihat Bumi, maka akan tampak baginya bentuk Bumi itu seperti yang ia lihat.