Buka Fakta Kejanggalan Argumen dalam Teori Bumi Datar
Teori Bumi Datar dicetuskan oleh Eric Dubay tahun 2014 dengan banyak gagasan mengenai sistem tata surya kita, khususnya mengenai bentuk Bumi. Namun, suatu teori perlu diuji kebenarannya melalui fakta dan eksperimen. Anggapan Bumi bulat atau datar sering membingungkan bagi setiap orang yang belum pernah menjelajah ke ruang angkasa. Teori ini memang sepantasnya menjadi pemantik agar kita berkemauan mengujinya dengan mengkaji setiap fakta yang terjadi sehari-hari. Jika penganut teori Bumi datar menganggap satelit tidak ada dan ilmuwan berbohong, maka data hasil penemuan orang lain yang kita pelajari sejak di bangku sekolah belum mampu dijadikan bukti mendasar sampai kita membuktikannya sendiri.
Bumi datar selalu digambarkan berbentuk lingkaran yang datar, mengapa tidak berbentuk lain? Penganut Bumi datar menganggap Kutub Utara sebagai pusat dan Kutub Selatan tak terhingga luasnya. Maka, sebenarnya boleh saja berasumsi bahwa bentuk Bumi datar ini merupakan persegi atau segitiga, bukan? Lain halnya jika dengan menyertakan gerak melingkar Bulan dan Matahari melingkupi Kutub Utara yang dianggap sebagai pusat Bumi. Mungkin akan sangat mudah untuk menggambarkan bentuk Bumi datar serupa bidang lingkaran dengan Bulan dan Matahari di atasnya.
Pembuktian bentuk Bumi yang dipercaya bulat nyatanya belum menunjukkan keberhasilan dalam upaya pengeboran ke dasar inti Bumi dari permukaan Bumi bagian utara menembus bagian selatan atau bagian barat menembus ke timur. Lalu bagaimana dengan Bumi datar? Akankah juga terdapat dasar inti?
Penganut Bumi datar menganggap Bumi tidak memiliki gravitasi dan rotasi/pergerakan. Ketiadaan gravitasi juga seharusnya mengakibatkan seluruh makhluk melayang dan atmosfer menghilang. Itu berarti tidak ada inti Bumi sebagai penghasil gravitasi. Ini berbenturan dengan argumen mereka mengenai orbit Matahari dan Bulan yang sama dengan kedudukan oposisi. Suatu benda yang bergerak melingkar pasti dipengaruhi oleh gaya tarik (gravitasi), sekalipun pada radius yang berbeda sebagaimana argumen Bumi datar tentang perubahan radius Bulan dan Matahari yang semakin menjauhi Kutub Utara hingga Desember. Itu semua dipengaruhi oleh gaya tarik yang berubah-ubah sedangkan suatu gaya tarik dapat berubah ketika terdapat energi yang bergerak di dalamnya. Gravitasi dan rotasi/pergerakan benda langit saling berkaitan dengan bentuk benda tersebut, karena setiap benda langit bermassa, memiliki energi dan pergerakannya membentuk benda itu melengkung (Hawking, 2013). Maka, keduanya seharusnya ada sebagai penyeimbang siklus hidup elemen-elemen penting di Bumi.
Argumen Bumi datar sering dibenturkan dengan fenomena gerhana. Bayangan yang terlihat di Bumi pada fenomena gerhana dianggap sebagai hasil refraksi dan bayangan benda-benda selestial. Akan tetapi, gerhana hanya akan terjadi pada satu titik tertentu, sedangkan selama ini, bagian Timur selalu menjadi bagian pertama yang terdampak fenomena gerhana sebelum kemudian bergulir ke arah Barat (Fikri, 2019).
Kepercayaan para ilmuwan tentang bentuk Bumi dibuktikan oleh Erastothenes ketika menemukan kelengkungan Bumi dari sudut bayangan yang dihasilkan dari dua tongkat yang diletakkan di Alexandria dan Syene (Kosmos, 2016). Dengan cara yang sama, saya mencoba membandingkan sudut yang dihasilkan tiap sebatang kayu yang diletakkan di bidang datar dan bulat, hasilnya di bidang datar sudut yang terbentuk linier sedangkan di bidang bulat berbeda-beda.
Argumentasi Bumi datar mungkin dapat diterima, akan tetapi, suatu teori tidak hanya membutuhkan argumentasi, namun juga diperlukan verifikasi pragmatis dan eksperimen yang dapat dipertanggung jawabkan agar berguna bagi kehidupan manusia.
Referensi:
Dubay, E. (2014). Konspirasi Bumi Datar (3th ed.). Indriani, G. (2018). Depok: Bumi Media
Fikri, M. (2019). Telaah kritis gerhana flat earth dalam perspektif teori kebenaran pragmatis. Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi, 1(2), 157-174
Hawking, S. (1998). Sejarah Singkat Waktu (2nd ed.). Anshor, Z. (2013). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sagan, C. (1980). Kosmos (1st ed.). Satyaningsih, R. (2016). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia