Setengah isi atau setengah kosong

profile picture Totok_Waryanta


SETENGAH ISI ATAU SETENGAH KOSONG
Oleh : Totok Waryanta
Istagram : Totokwaryanta_official

Andai kita jalan-jalan membawa satu botol kemasan. Kebetulan, air yang  ada di botol kemasan tersebut tinggal setengah isinya. Dalam posisi demikian maka anda akan berkata : botol itu tinggal setengah isi. Sebaliknya, teman anda akan bilang bahwa botol itu  setengahnya kosong. Apakah keduanya salah? Tentu saja tidak mutlak salah. Apakah dua-duanya benar? Juga tidak salah mutlak. Begitulah kira-kira  qiyas yang tepat untuk menggambarkan pendapat tentang bumi itu bulat atau bumi itu  datar.
Perdebatan  bumi itu bulat atau bumi datar itu sudah berlangsung semenjak dulu kala. Sudah turun-temurun terjadi baik oleh para ahli ilmu maupun oleh para ahli sains dan teknologi. Bagi ahli ilmu yang mengatakan bahwa bumi itu datar rujukannya sangat jelas dan banyak dalam alqur’an seperti :  bumi dihamparkan, bumi tetap dan tidak berputar namun yang berputar adalah bulan dan matahari. Sebaliknya, ada pula ulama yang mengatakan bahwa bumi itu bulat. Mereka berhujah dengan hujah bahwa matahari dan bulan tenggelam di sore hari dan terbit dipagi hari, bumi itu bulat seperti telur dan berputar sebagaimana matahari dan bulan juga berputar. Secara ilmi sains, berdasarkan mata telanjang apabila melihat sesuatu sampai sejauh mata memandang maka memang  bumi itu akan menunjukkan kenampakan yang datar. Sebaliknya jika, dilihat dengan alat seperti satelit yang diterbangkan di angkasa lalu bumi diprotret maka bumi terlihat bulat semisal telur. Jadi, perdebatan  bumi adalah bulat atau bumi itu datar tidak ubahnya melihat isi air dalam botol kemasan diatas. Akan terus menerus terjadi perdebatan akibat dari perbedaan sudut pandang dan cara pandang.
Ada kalimat yang digoreskan oleh orang bijak. Apabila ada seseorang yang bertanya maka akan muncul beberapa tujuan. Ada pertanyaan yang dimana seseorang bertanya agar diri penanya tahu sehingga setelah tahu akan diamalkan. Akhirnya, dari amalan tersebut bisa bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik. Namun demikian ada pertanyaan yang sebaliknya. Seseorang melakukan pertanyaan dengan tujuan bukan  untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Justru pertanyaan tersebut memang tujuannya bukan untuk memahami persoalan dan juga bukan untuk mengamalkan apa yang diketahuinya dan berharap bisa lebih meningkatkan kualitas hidupnya. Namun untuk  menunjukkan kepada orang lain yang dirinya tidak suka dirinya bahwa dirinya paling tahu, paling paham, paling benar sehingga bangga bila bisa menjatuhkan pendapat orang lain. Namun demikian, apa yang dia lakukan justru tidak lebih baik dan bermanfaat sama sekali untuk bekal kematiannya.  Dengan demikian, yang menjadi poin utama setelah manusia tahu lalu pertanyaan selanjutnya adalah setelah paham akan bersifat bagaimana dan manfaat apa yang akan diperoleh setelah mengetahuinya. Jika kita telah mengetahui bahwasanya  air dalam botol kemasan tinggal setengah. Tujuan setelah mengetahui air tinggal setengah itu untuk apa. Untuk sekedar lalu dibuang karena tidak ada manfaat lagi. Atau sebaliknya kita masih merasakan keberuntungan yang cukup sebab sisa setengah botol air kemasan itu masih mampu menutup haus yang datang ketika berhasil  memetik satu kuintal lombok.
Tujuan manusia diciptakan oleh Allah tidak lain seluruh aspeknya adalah hanya untuk beribadah. Konsekuensi logisnya apapun aktivitas yang dilakukan oleh manusia baik yang ada di dzahir maupun di batin akan dimintai pertanggungjawaban kelak saat menghadapNya. Jika konteksnya ke dalam ibadah, maka menyibukkan diri dalam perdebatan bumi itu bulat atau bumi itu datar untuk apa manfaatnya?Apakah dengan sibuk memperdebatkannya, maka amalan ketaatan kita kepada rabb semakin baik dan bermanfaat untuk bekal kematian kita? Apakah jika kita mengkuti pendapat bumi datar itu benar apakah dengan pendapat itu ibadah kita secara kualitas makin baik dan secara kuantitas makin memperbanyak berbagai amalan kebaikan? Atau malah justru sebaliknya, waktu kita habis hanya untuk mendebat para pengikut paham bumi bulat, sehingga hati bertambah keras, waktu terbuang sia-sia sementara amalan yang membawa keselamatan setelah kematian terlalaikan.  
Hidup manusia itu hanya pendek usianya. Prioritas dalam memanfaatkan waktu diantara banyak keinginan harus menjadi perhatian utama. Apakah orang awam yang sama sekali tidak punya latar belakang ilmu tentang kebumian namun menyibukkan diri pada perdebatan bumi bulat versus bumi datar. Kewenangan dan kepentingan untuk membahas perkara bumi bulat atau bimi datar itu para ahli ilmu bumi. Dengan perdebatan ilmiah dari pakar dibidangnya itu yang akan mempunyai bobot ilmiah dan kemanfaatan bagi dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan makhluk dialam semesta. Lalu, apa yang terjadi perdebatan bumi bulat versus bumi datar yang dilakukan orang awam? Debat kusir yang tidak ada nilai ilmiah kecuali muncul rasa saling mencela-saling mencaci bahkan saling memberikan stigma dengan menyerang personal dan lepas dari konteks ilmu kebumian itu sendiri. Hal ini mirip kejadian kisah unta terbang. Semua orang berilmu paham bahwa tidak ada unta yang punya sayap sehingga bisa terbang. Namun bagi orang yang tidak punya ilmu akan tetap mengatakan bahwa unta itu  bisa terbang jika Sang Khalik menghendaki. Yang masalah adalah bahwa Allah Ta’ala justru tidak menghendaki gajah bisa terbang.
Kini, yang perlu di renungkan adalah apa kapasitas kita orang awam yang tidak punya sama sekali latar belakang ilmu bumi namun menyibukkan diri berdebat pada sesuatu yang bukan bidang kita. Padahal permasalahan ini bukan masalah yang muncul saat ini dan telah memjadi diskursus oleh para orang yang ahli dibidangnya semenjak diri kita belum ada. Kalau orang yang ahli bidangnya aja bisa saling menghormati perbedaan, tapi anehnya orang awam zaman sekarang membahas permasalahan yang sama sekali bukan kehaliannya tetapi memposisikan seakan paling ahli pada bidangnya dengan bermudah-mudah menjatuhkan kehormatan orang lain dan menimbulkan permusuhan. Dirinya menjadi lupa  kenapa waktunya dihabiskan untuk sesuatu yang bukan kewenangannya, sedangkan kewenangan dan tanggung jawab yang diemban malah dilalaikan dan diabaikan. Kerugian itu bukanlah orang yang kehilangan harta benda, namun kerugian adalah meninggalkan amanah dan kewenangan yang harus ditunaikan karena tersibukkan oleh mengurusi sesuatu yang bukan kewenangan dan tanggungjawab yang diampunya.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By Totok_Waryanta

This statement referred from