Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disingkat POLRI adalah Kepolisian Nasional di Indonesia yang bertanggungjawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh Indonesia yakni memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, menegakkan hukum, serta memberi pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun belakangan ini, institusi kepolisian begitu disorot oleh berbagai kalangan baik muda dan tua. Saat ini, institusi kepolisian memiliki citra yang sangat buruk di mata masyarakat. Bagaimana tidak, belakangan ini kita sudah tidak asing lagi dengan tagar percuma lapor polisi yang trending di berbagai platform media sosial khususnya di Twitter. Tagar tersebut viral setelah adanya laporan dari warga yang tidak digubris oleh polisi.
Tagar percuma lapor polisi muncul pertama kali setelah munculnya berita seorang ibu yang melaporkan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap ketiga anaknya pada Oktober 2021 lalu. Alih-alih menindaklanjuti, laporan tersebut justru diabaikan oleh polisi. Kemudian pada awal tahun 2022, tagar tersebut muncul kembali setelah akun Twitter @inimeyraloh mengungkapkan dugaan kasus pemerkosaan terhadap anak usia lima tahun. Dan lagi-lagi polisi mengabaikan laporan kasus tersebut karena pemberi keterangan masih berusia lima tahun. Cuitan tersebut mendapat perhatian dari warganet dan dalam sekejap tagar tersebut kembali trending di Twitter. Ada banyak sekali kasus dengan tagar tersebut di media sosial yang dituliskan oleh para korban yang sudah membuat laporan ke kantor polisi namun tidak ditanggapi.
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian mengakibatkan masyarakat enggan membuat laporan kepada polisi. Alih-alih melapor ke kantor polisi, masyarakat lebih memilih platform media sosial sebagai wadah untuk mengadukan ketidakadilan yang dialami. Masyarakat menilai bahwa kasus yang dilaporkan baru akan diusut dan ditindak lanjuti oleh penegak hukum apabila kasus tersebut sudah viral. Seolah warganet justru lebih responsif dibandingkan aparat penegak hukum di negeri ini. Seperti baru-baru ini juga, seorang wanita sampai mengunggah sebuah video di kanal Youtube tentang kekerasan anak dengan tagar percuma lapor polisi sebagai wujud kekesalannya dikarenakan laporannya tidak ditindaklanjuti. Hal serupa terjadi kepada ibu dari seorang anak berusia 10 tahun yang menjadi korban pencabulan dan perkosaan yang meninggal dunia di Manado, sang ibu lebih memilih mengadu kepada pengacara kondang Hotman Paris usai polisi tak kunjung menangkap para tersangka pelaku pencabulan anaknya.
Tagar percuma lapor polisi disinyalir sebagai bentuk kritik dan ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja polisi. Dan hingga kini, keberadaan tagar tersebut kerap digunakan oleh masyarakat untuk mengungkapkan kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja institusi kepolisian. Bukan hanya kinerja, akan tetapi perilaku aparat di kepolisian pun kian disorot karena kerap kali melakukan kekerasan. Kekerasan di kepolisian sudah sangat banyak. Dikutip dari KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), dalam periode Juli 2021-Juni 2022 tercatat setidaknya 677 peristiwa kekerasan oleh pihak kepolisian dan sebanyak 456 di antaranya dilakukan dengan senjata api serta telah menimbulkan 928 korban luka-luka, 59 korban tewas, dan 1.240 ditangkap secara sewenang-wenang (cnnindonesia.com). Kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian bukan hanya terjadi antara polisi dengan masyarakat sipil, akan tetapi kekerasan juga terjadi di dalam internal Polri. Hal ini adalah dampak dari tindakan yang sewenang-wenang dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak terukur.
Puncaknya yaitu kasus kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian Kadiv Propam berinisial FS terhadap salah satu anggota polisi Brigadir J yang hingga saat ini masih bergulir. Sungguh ironis melihat sesama aparat penegak hukum di negeri ini mampu saling membunuh. Bak sinetron yang berkepanjangan, kasus ini tak kunjung usai. Motif pembunuhan yang tidak diungkap dan dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap saudari PC selaku istri FS, menjadi polemik dan menimbulkan banyak spekulasi liar dan opini publik. Padahal seharusnya momentum ini digunakan bukan hanya untuk memberikan sanksi kepada orang-orang yang terlibat langsung dalam kasus tersebut tetapi menjadi momentum untuk membenahi sistem di institusi kepolisian untuk memastikan tidak akan ada lagi kasus-kasus serupa terjadi dan bukan hanya memoles citra semata. Momentum ini juga hendaknya menjadi kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Menilik dari kejadian ini, kemudian timbul pertanyaan, tidakkah menjadi sangat wajar jika masyarakat merasa khawatir dan cemas serta mempertanyakan kredibilitas institusi kepolisian ? Jika polisi sebagai aparat penegak hukum yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat justru melakukan tindak kejahatan, lalu bagaimana masyarakat akan percaya terhadap institusi kepolisian ? Jika kasus yang terjadi dalam internal polisi tidak transparan dan responsif, lalu bagaimana dengan kasus yang menimpa rakyat kecil yang tidak punya uang dan tidak punya kuasa ? Apakah harus memiliki uang dan kuasa baru rakyat akan dilindungi dan kasusnya akan ditangani ? Lantas dimana letak terlaksananya slogan Polri Presisi ?
Tagar percuma lapor polisi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan introspeksi bagi institusi kepolisian untuk melihat ulang kembali sistem di kepolisian baik dalam perekrutan maupun pemberian sanksi bagi anggota Polri yang melanggar dan melakukan tindak kejahatan. Sehingga slogan Polri Presisi yang digaungkan dapat benar-benar diterapkan dan diwujudkan dalam kinerja setiap anggota kepolisian dalam menangani setiap kasus sehingga dapat mengembalikan kredibilitas institusi kepolisian. Dalam hal ini, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak pemangku jabatan dan kepentingan di institusi kepolisian mulai dari Kapolri, Kapolda. Kapolres, hingga Kapolsek.