Beberapa hari lalu tepatnya pada tanggal tiga September tepatnya pukul 14:30. Presiden bersama beberapa jajaran mentrinya mengumumkan akan kenaikan tarif BBM bersubsidi bersamaan dengan perencanaan penyaluran Bansos bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah. Hal ini seperti halnya menelan buah simalakama yang mana di salah satu sisi rakyat harus merasakan mahalnya harga BBM bersamaan merangkaknya naik harga beberapa kebutuhan serta disisilain harus mendapatkan layanan kebutuhan pokok serta uang tunai.
Sontak peristiwa hangat ini menjadi gejolak dan menjadi pertentangan bagi sebagian besar masyarakat terlebih mahasiswa. Mahasiswa yang hariannya biasa disibukkan dengan proses belajar mengajar, kini dituntut turun kejalan untuk melaksanakan demo dalam menyampaikan aspirasi kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang terbilang cukup memberatkan ini. Mahasiswa yang turun kejalan ini biasanya terhimpun dari berbagai kampus dan universitas. Bukannya tanpa perencanaan yang baik, mahasiswa ini telah mempersiapkan berbagai aspirasi yang akan diajukan serta menjaga dan mematuhi peraturan yang berlaku tanpa melakukan kekerasan, perusakan fasilitas, atau perencanaan pembunuhan terhadap seseorang tokoh.
Selain itu aksi demonstrasi merupakan hal yang lumrah dan telah di lakukan dari generasi ke-generasi oleh mahasiswa sebagai wujud keseriusan mahasiswa terhadap perhatian nya di kancah bangsa dan negara. Tak kalah, dari masa ke masa aksi kegiatan demonstrasi ini dari tahun ke tahun semakin banyak di ikuti oleh mahasiswa, hal ini dikarenakan bentuk kekecewaannya terhadap pemerintah yang kerap kali di setiap tahun melakukan kebijakan kebijakan yang di nilai nyeleneh dan tidak masuk akal, terlebih merugikan rakyat menegah kebawah.
Namun disisi lain bagi pemerintah sendiri merupakan wujud regenerasi penerus estafet pejuang-pejuang bangsa yang pernah turut serta dalam memeperjuangan keutuhan bangsa Indonesia ini. Dan tak dapat dipungkiri bukan-kah mereka juga pernah menjadi mahasiswa?. Kalau di cerna secara logika demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa kini merupakan taktik yang telah pernah di jalani oleh pemerintah itu sendiri sebelumnya, yang mana kini kerap kita lihat aksi demo jika memang berlangsung secara damai biasanya pemerintah atau pihak dari lembaga legislatif turut mendengarkan dan menerima aspirasi tersebut, dan berjanji akan menyampaikannya menuju pusat, dan mahasiswa pun telah siap untuk mengawal dan mengawasi lembaran yang ditanda tangani oleh pihak DPRD tersebut dan sayangnya kabar yang ditunggu itu kerap kali tidak kunjung memberi kepastiannya. Tak seperti demo disaat pelengseran Presiden Soeharto di kala itu yang mana tuntutan dan aspirasi mahasiswa terjawab dan terbalas secara manis dan presiden digantikan oleh pak Bj. Habibie yang membantu penyembuhan krisis yang melanda Indonesia.
Setiap rakyat berharap demo berjalan secara lancar dan aspirasi pun diterima oleh pihak pemerintah. Inilah hal yang baik terjadi pada suatu negara yang menganut paham demokrasi. Dan kepada seluruh mahasiswa yang ikut demostrasi sebaiknya dapat mengetahui dan memahami dengan baik, poin-poin mengenai kebijakan pemerintah yang akan di kritiksasi. Bukannya hanya sekedar turut sorak-sorak teriakan, takut diejek kalau tidak ikut, atau sekedar formalisasi di postingan media sosial sebagai wujud eksistensi.
Kini yang sering di perbincangkan aksi demonstrasi yang dilakukan melalui IT biasanya di sebarkan melalui media sosial. Namun terkadang penyampaian seperti ini perlu diperhatikan dulu sebelumnya karna sangat disenangi oleh oknum-oknum yang kerap menyebarkan berita hoax sebagai wujud adu domba antar bangsa. Meskipun di beberapa argumen yang tertulis tersebut ada yang asli dapat diuji kebenarannya. Aksi ini kerap dilakukan disaat-saat masa pandemi Covid-19 yang sempat melanda dunia Internasional.
Oleh karena itu aksi ujuk rasa demo yang dilakukan mahasiswa itu bukanlah hal yang salah, melainkan sebagai bentuk perwujudan aspirasi di negara pancasilah seperti Indonesia ini. Pemerintah diharapkan menerima aspirasi tersebut tanpa pengahadangan dan konflik pun dapat teratasi.
Oleh: Iqbal Rizkyka
Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam UIN SMJJ Bukittinggi