Menurut masyarakat, manakah yang menentukan kesuksesan, Harta atau Bahagia?

profile picture moonscentza

Illustrasi: unsplash.com

Belajar yang giat, ya, Nak! Supaya nanti kamu menjadi orang yang sukses!

Apakah kalimat tersebut membuat kita bernostalgia? Saat itu, kita mungkin adalah anak yang masih bertanya tentang keberadaan kaus kaki dan topi kita untuk mengikuti upacara. Kita menyalami orang tua kita dan pamit pergi ke sekolah. Kebanyakan orang tua pasti mengatakan hal tersebut untuk menyemangati kita dalam hal belajar. Lalu diberikannya alasan sederhana terhadap pertanyaan, “Kenapa aku harus belajar giat?” yaitu agar kita menjadi orang yang sukses!

 

Nah, apa yang kita bayangkan sebagai orang yang sukses saat kita kecil? 

Sebagai anak kecil kita pasti mengaitkan orang yang sukses dengan pekerjaan yang jabatannya tinggi, memiliki banyak uang, memiliki pengaruh tinggi terhadap masyarakat, memiliki rumah dan mobil bagus, bisa membeli apa saja yang dinginkan dan pergi ke mana saja, bukan begitu? Saya percaya hal ini datang dari kepercayaan masyarakat bahwa jika kita belajar dengan giat, maka kita akan berpeluang tinggi mendapatkan pekerjaan yang bagus dan pekerjaan yang bagus akan menjamin penghasilan yang tinggi. Saya yakin masyarakat masih mempercayai bahwa orang yang mengenakan setelan jas, berdompet tebal dan berjalan dengan mengangkat dagu adalah orang yang sukses. Dengan begitu, orang tua dan masyarakat sekitar telah ikut serta dalam membentuk anggapan dan pengertian kita terhadap kesuksesan. Jadilah kita berpikir bahwa kesuksesan dapat diukur dari harta yang dimiliki seseorang.

Dengan konsep seperti itu, apakah kita berpikir bahwa seorang CEO dari perusahaan terkenal yang jarang memiliki waktu untuk keluarganya adalah orang yang sukses? Apakah yang kita maksud seorang koruptor yang memiliki banyak uang hasil jarahan adalah orang yang sukses? Dengan konsep yang sama, maka setelah kita memiliki jabatan tinggi pada perusahaan bagus, mendapatkan banyak uang, membeli rumah dan mobil yang bagus, makan di restoran mewah, lalu berlibur ke negeri lain, apakah kita akan merasa menjadi orang yang sukses? 

Apakah syarat dari kesuksesan itu sesederhana kemampuan kita dalam menghasilkan banyak uang, membeli barang-barang mewah dan menghamburkan uang demi gaya hidup yang boros? Jawabannya adalah tidak, saya percaya. 

 

Jika begitu, apakah selama ini pandangan masyarakat terhadap orang yang sukses itu salah?

Kamu harus menjadi orang yang sukses, ya, Nak. Jangan seperti Bapak-Ibumu ini yang harus bekerja ke sana ke mari hanya untuk mencari sesuap nasi, Nak,

Bagaimana dengan kalimat ini? Apakah terasa familiar? Kebanyakan dari orang tua kita yang berasal dari keluarga menengah kebawah pasti pernah berkata hal yang serupa. 

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat tidak salah dalam mengartikan kesuksesan. Dalam pikiran masyarakat, keadaan di mana kita tidak pusing-pusing memikirkan masalah (terutama masalah keuangan) karena dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan mudah adalah sebuah kesuksesan. Saya percaya masyarakat mengartikan sebuah kesuksesan sebagai keberhasilan seseorang dalam menciptakan kondisi hidup yang tenang, teratur dan stabil dengan jaminan peningkatan. Dengan kata lain, masyarakat menganggap kesuksesan adalah keberhasilan seseorang dalam mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraannya. 

Satu-satunya kesalahan yang terjadi dalam ide masyarakat mengenai kesuksesan adalah pemahaman masyarakat tentang uang. Masyarakat Indonesia kebanyakan adalah masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Tidak heran apabila masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia sehari-hari adalah masalah keuangan. 

Sepasang suami istri dapat bertengkar saat membahas gaji dan kebutuhan belanja, seorang Ibu dapat memarahi anaknya saat menyinggung uang jajan, seorang tetangga dapat mengejek tetangganya yang tidak hidup berkecukupan. Masyarakat menganggap mendapatkan uang yang banyak akan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Dengan hadirnya uang, masyarakat menganggap masalah mereka akan selesai dan mereka dapat mencapai ketenangan tanpa memikirkan masalah-masalah itu. 

Memang benar uang akan menyelesaikan beberapa perkara dan mengurangi beban pikiran. Tetapi, tentu saja tidak selamanya uang menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan. Uang, bagaikan pisau bermata dua, juga dapat menjadi penyebab suatu perkara. 

Apabila keuangan suatu keluarga terlalu banyak dan tidak terurus, misalnya. Lalu, saat terjadi pencurian uang karena banyaknya orang yang membutuhkan uang untuk menyelesaikan masalahnya. Saat terjadi penyelewengan dana akibat keserakahan suatu oknum, misalnya. Hal-hal tersebut tidak akan membuat seseorang merasakan tenang. Kondisi tidak tenang dan gelisah tidak bisa dianggap sebagai kesuksesan. 

 

Lalu sebenarnya, apa itu orang yang sukses?

Dari argumen-argumen penulis di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang sukses tidak dapat lagi diartikan sebagai orang yang hanya berhasil dalam bersaing dengan lingkungannya, memiliki pekerjaan yang bagus, berpenghasilan tinggi, dan memiliki banyak uang. Tetapi, orang yang sukses adalah orang yang berhasil dalam mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi sejahtera, menyelesaikan masalahnya dengan baik sehingga ia merasa damai dan tenang dalam hidupnya. 

Maka, kita tidak perlu merasa rendah diri apabila seseorang memiliki harta yang sangat banyak dan membandingkannya dengan diri kita. Bisa jadi, orang tersebut masih belum merasa bahagia ataupun sejahtera sehingga tidak dapat disebut sebagai orang yang sukses. Walaupun tidak sekaya dia, kita juga bisa menjadi orang yang sukses, kok! Dengan mengembangkan diri dan mempelajari beberapa skill yang akan membantu kita menciptakan kondisi hidup yang sejahtera, kita dapat menantikan kesuksesan kita!

 

5 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
5
0
profile picture

Written By moonscentza

This statement referred from