Bebas Untuk Berbicara, Tapi Terbelenggu Untuk di Dengar. Lantas Kebebasan Berbicara Seperti Apa yang Kita Butuhkan?
Apa benar kita kurang bebas berbicara?,
kata Jokowi dikutip dari akun Twitternya, Selasa (23/8/2022).
Dalam sebuah tayangan video yang mewawancarai orang nomer 1 di Indonesia bersama Karni Ilyas (pengacara senior) dalam agenda HUT ke-77 RI menjadi perbincangan hangat publik. Wawancara tersebut menyinggung tentang kebebasan berbicara.
Jokowi menilai, demokrasi di Indonesia sudah sangat liberal, meski umumnya orang timur sarat akan kesantunan, etika dan tata krama yang baik serta sopan dan santun seharunya masih sangat kental.
Akan tetapi, Jokowi mengatakan jika penghinaan sudah dilaporkan ke polisi, maka hal tersebut menjadi bagian dari ranah hukum dan tidak bisa disangkut pautkan dengan kebebasan berbicara.
"Ya tapi kalau sudah masuk ke misalnya menghina orang kemudian orangnya itu marah dan melaporkan kepada polisi nah itu sudah wilayah yang lain. Sudah wilayah hukum itu yang bekerja," ungkapnya.
Pro dan Kontra
Umumnya dalam suatu tema pembicaraan, baik itu sebuah perdebatan maupun ngobrol santai. Akan terbangun sebuah opini pro maupun kontra yang berasal dari para pemilik hak untuk bersuara, lantas bagaimana dengan penjabaran masing-masing opini tersebut?
1. Kontra
Dalam topik ini, sudah dapat kita ketahui bahwasanya Presiden RI berada dalam kubu kontra. Beliau beropini bahwasanya di Indonesia justru berbicara itu sudah terlalu bebas bahkan menyentuh garis liberalis.
Menelaah lebih dalam terkait hal tersebut, memang tidak dipersalahkan apa yang dikatakan oleh Presiden RI tersebut. Di negara kita memang saat ini menyuarakan opini sudah sangat bebas, bahkan mungkin tanpa batas.
Media sosial layak nya lapak infinity yang dapat menampung kebebasan ratusan juta opini pada setiap harinya yang dilontarkan oleh para warganet.
Tanpa tatap muka serta bukan lisan yang berbicara, seolah mau seperti apapun pesan yang disampaikan tidak perlu dipikirkan lagi sampai berulang-ulang kali. Tidak perlu repot memikirkan perasaan orang lain yang membacanya, ataupun hukum yang akan mengunjungi nya.
Padahal tanpa disadari, media sosial adalah perekam jejak terbaik dalam sejarah. Mau dimanipulasi seperti apapun, selalu ada celah untuk kebenaran dapat terungkap.
Bukankah apa tidak sebaiknya kita sebagai pengguna media sosial harus memahami lebih dulu etika dalam bersosialisasi disana?
Supaya meskipun media sosial menjadi wadah kebebasan untuk menyuarakan opini tidak ada yang dapat melarang, tapi kita dapat memiliki kesadaran bahwasanya setiap manusia memiliki hak untuk dihargai dan saling menghargai.
Jadi, apakah dengan penjelasan itu semua masih pantas jika kebebasan berbicara di Indonesia masih kurang?
2. Pro
Belum ditemukan perbaharuan data terkait berapa persen orang yang setuju maupun tidak setuju dengan topik kebebasan berbicara di Indonesia masih kurang tersebut.
Akan tetapi, to the point saja. Tidak ada asap jika tidak ada api. Tidak akan ada konteks opini bergenre setuju atas kurangnya kebebasan berbicara tanpa ada sebab yang memicu opini tersebut dibangun.
Setuju kah jika dikatakan bahwa kebebasan berbicara yang Presiden RI sampaikan tersebut adalah kebebasan yang umum? Dalam arti, jika diselidik lebih mendalam tingkat kebebasan ini memiliki sub unit nya lagi.
Ambil satu contoh besarnya adalah aksi demo yang beberapa tahun belakangan ini marak sekali terjadi, baik dari kalangan generasi muda Indonesia maupun para senior asam garam negri ini.
Pertanyaan sederhana terbentuk, mengapa orang-orang tersebut sangat menggebu-gebu sekali untuk menyuarakan aspirasinya sampai sejauh itu? Bukankah terpikir, apa sih enaknya demo?
Ajang ketemu sama teman-teman? Teriak-teriak? Gerak jalan bersama? Puas mengeluarkan unek-unek? Bertengkar dengan polisi?
Rasanya terlalu kekanak-kanakan jika pernyataan itu semua masih hadir dalam isi kepala kita. Konteksnya begini, gunanya gadget canggih itu untuk apa? Bukankah melalui benda tersebut pun kita bisa menyuarakan pendapat kita, yang tentunya bebas mau beropini seperti apa disana tanpa perlu jauh-jauh ke Istana merdeka maupun gedung DPR.
Akan tetapi ada satu hal kuat yang menjadikan mereka satu kesatuan demonstran besar, yaitu…
Terbelenggu nya telinga para petinggi negara, dalam mendengarkan suara para masyarakat yang menjadi tanggung jawab mereka.
Bisa dibayangkan, hampir seluruh alasan umum aksi demo didepan gedung DPR adalah karena tidak ditanggapinya secara cepat suara-suara rakyat yang membutuhkan jawaban pasti dan segera dari keputusan yang para kepemerintahan tentukan.
Menurut saya, yang dapat kita pelajari dari demo itu ialah arti perjuangan untuk menyuarakan ketidakadilan. Dampak yang diharapkan tentunya suara mahasiswa atau demonstran bisa didengar dan pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih baik lagi ke depannya,
ucap Raul Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan KPI, semester tujuh. [Salah satu peserta yang kerap mengikuti aksi demo.]
Dan, itulah salah satu faktor utama mengapa masih banyak masyarakat yang setuju dengan topik masih kurang nya kebebasan dalam berbicara.
Diharapkan pro dan kontra ini dapat menemukan titik balance nya, dimana pemerintah dapat memahami konteks masyarakat di era 4.0 yang apa-apa semua harus serba cepat, emosi mudah terpaut dan kebebasan berbicara sudah cukup melampaui batas.
Dan tentunya para pengguna media sosial pun memiliki kesadaran untuk dapat membatasi memiliki batasan pribadi dalam beropini disana, karena setiap tulisan yang diciptakan oleh jari jemari kita sudah pasti diawasi dan dapat menjadi pedang bagi diri kita sendiri.
Sebagai tambahan, dalam video tersebut juga Presiden RI menjelaskan terkait pertanyaan yang dilontarkan oleh Karni Ilyas terkait wacana tiga periode, Presiden RI menilai hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh para relawannya. Sebab hal tersebut juga masih menjadi bagian dari demokrasi.
"Ya kalau menurut saya boleh-boleh saja. itu kan juga sebuah bentuk demokrasi. Tatarannya kan baru tataran wacana. Kan orang boleh juga kan menyampaikan Jokowi mundur juga boleh. Ganti presiden juga boleh. Ya kan? Masa orang mewacanakan seperti itu enggak boleh? Katanya ini demokrasi? Kan enggak apa-apa, yang paling penting jangan anarkis. Yang paling penting itu aja, baru tataran wacana," jelasnya.
Menurutmu, setuju kah jika Presiden Jokowi melanjutkan jabatan 3 periode sampai 5 tahun kedepan nanti?
Sumber:
sindonews.com
https://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id