Victim Mentality: Si Merasa Diri Sendiri Paling Terpuruk dan Korban Utama
Dewasa ini, kesehatan mental kerap disuarakan di berbagai media sosial. Kesehatan mental menjadi hal yang penting, sebab di masa sekarang banyak orang yang mengalami gangguan mental disebabkan karena kesehatan mental mereka yang terganggu. Kesehatan mental tidak dapat dilihat dari tampilan luarnya saja, sebab apa yang terlihat di luar kerap kali tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri individu. Di zaman yang semakin modern dan kian pesatnya perkembangan teknologi, tentunya beberapa hal menjadi tidak seperti dulu lagi. Salah satunya yaitu mengenai cara seseorang dalam menyikapi keadaan tertentu, misalnya dalam hal menghadapi keadaan dimana diri mereka mengalami keterpurukan, baik dari segi ekonomi, pendidikan, maupun sosial budayanya.
Kesadaran akan kesehatan mental seseorang mulai mendapatkan perhatian saat ini. Konsultasi dan mengunjungi psikiater atau psikolog sudah dianggap hal yang normal, melihat persepsi masyarakat sebelumnya menganggap pergi ke psikiater atau psikolog adalah sebuah aib walaupun gangguan kesehatan mental bukan berarti gila.
Victim mentality adalah salah satu contoh dari gangguan kesehatan mental yang sering kita temui dewasa ini. Kita semua pasti sering mendengar istilah playing victim bukan? Nah istilah playing victim atau victim mentality merupakan kondisi di mana seseorang merasa kondisi dirinyalah yang paling terpuruk dan merupakan korban utama dari segala kondisi. Mereka seolah-olah berjuang dengan apa yang dikenal sebagai mentalitas korban, meski kondisi yang demikian terjadi karena kesalahannya sendiri.
Sadar atau tidak sadar, kita pasti pernah sesekali merasa menjadi korban atau ingin menyalahkan orang lain atas suatu kejadian. Situasi ini masih dianggap wajar, karena kita tidak memiliki kendali penuh atas semua hal. Kita juga akan melalui fase yang biasa disebut pasang atau surutnya kehidupan.
Victim mentality memliki tiga prinsip utama yang sering tidak disadari oleh pelakunya. Pertama, hal-hal buruk telah terjadi di masa lalu dan akan terus terjadi sampai di masa depan. Kedua, orang lain yang harus disalahkan atas keterpurukan atau nasib yang dialami. Dan yang terakhir, tidak ada gunanya mencoba melakukan perubahan karena itu tidak akan berhasil. Bagi orang dengan victim mentality, tenggelam dalam negatifitas jauh lebih mudah daripada mencoba menyelamatkan diri, bahkan mereka memaksakan pola pikir yang demikian ke orang di sekitarnya.
Melansir dari https://www.alodokter.com/victim-mentality-ini-yang-perlu-kamu-ketahui, victim mentality tidak muncul begitu saja. Di beberapa kasus, seseorang mungkin memiliki tujuan khusus dari menerapkan mentalitas korban, seperti untuk mendapat perhatian orang lain atau untuk menghindari sebuah tanggung jawab. Meski demikian, ada juga kasus di mana victim mentality terbentuk akibat adanya trauma di masa lalu atau pernah merasa sangat tersakiti atau dikhianati oleh orang lain.
Pada intinya, mindset atau pola pikir victim mentality berakar pada trauma, situasi negatif, dan rasa sakit yang hampir sepanjang waktu. Tentunya, kondisi ini membuat seseorang merasa rentan dan takut, hingga akhirnya memilih mundur untuk tidak bertanggung jawab atau menyalahkan orang lain terhadap kondisi yang menimpa dirinya. Disisi lain, victim mentality menjadikan seseorang terjebak dalam kondisi nyaman dan tidak berani membuat keputusan karena dihantui rasa takut.
Ketika kita menyalahkan diri sendiri, bukan berarti kegagalan itu sepenuhnya menjadi kesalahan kita. Dengan menyalahkan diri sendiri, kita bisa belajar intropeksi diri, mengetahui letak kekurangan dan lebih bertanggung jawab atas segala situasi dan kondisi nantinya.
Daripada menyalahkan orang lain, lebih baik fokus mencari solusi dan penyelesaian atas masalah tersebut. Menyalahkan orang lain hanya membuang waktu dan tidak memberikan jalan keluar atas permasalahan yang sedang dihadapi.
Bagaimanapun, victim mentality ini bisa sangat merugikan, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Sikap mentalitas korban juga dapat merusak hubungan korban dengan orang lain. Bahkan, jika tidak segera diatasi, victim mentality juga membuat penderitanya menjadi frustasi bahkan depresi.
Negative habits produce negative results.
Dengan menanamkan rasa tanggung jawab dan berhenti menyalahkan orang lain, akan melepaskan kita dari victim mentality dan membentuk victor mentality dalam diri kita. Jika kita bisa belajar bertanggung jawab dan membentuk victor mentality, mengapa tidak?
Sekarang coba letakkan telapak tangan kanan di dada kiri, tarik nafas, dan ucapkan, “Maafkan aku karena selalu menyalahkanmu. Padahal kamu tidak salah apa-apa, tapi selalu aku salahkan. Dari aku lahir sampai sekarang, kamu selalu ada untukku tapi kamu adalah satu-satunya yang paling sering aku hina-hina. Aku minta maaf ya. Aku sadar sekarang, bahwa segala sesuatu yang terjadi kepadaku entah itu negatif atau positif, itu yang terbaik untukku. And that’s amazing. Thank you for always attend me through the days.”
***