12 Santri Keroyok Santri, Lantas Bagaimana Dengan Citra Para Santri ?

profile picture Alifah Zahra

Sepertinya jika membahas tentang kasus pada Negara tercinta ini memang tidak akan pernah ada habisnya, pasti akan selalu ada saja masalah yang memasuki babak baru.


Kasus penuh akan sarat drama yang bertemakan polisi tembak polisi saja masih menjadi sop daging yang hangat dikalangan publik yang jeli akan problematika terkini, dan kini datang dari generasi muda Islam yang membawakan kasus dengan penuh pilu.

Sebut saja 12 santri Darul Qur'an Lantabora, Cipondoh, Kota Tangerang yang terlibat kasus pengeroyokan berujung pembunuhan kepada rekan satu pondok pesantrennya, miris.

Sebesar apa kesalahan korban?

Dikutip dari beberapa artikel profesional yang menyajikan pernyataan terkait alasan yang melatarbelakangi aksi pengeroyokan tingkat anak-anak ini, bahwasanya hal itu semua mereka lakukan hanya karena provokasi sang senior dan dendam satu arah yang sebenarnya jika kepala dingin digunakan mungkin RAP(13) masih dapat memperbaiki kesalahan yang ia lakukan saat ini.

Pelaku terprovokasi AI (15), yang menganggap korban sering berbuat tidak sopan, membangunkan seniornya menggunakan kaki,

 Kata Kombes Zain seperti dilansir PMJNews, Minggu (28/8/2022).

Sederhana namun mungkin sangat penting sekali bagi sang pelaku utama, main keroyokan di lantai 4 ini hanya dilandasi motif sakit hati. Ia kesal karena korban kerap membangunkan seniornya menggunakan kaki, mungkin memang sang korban juga bersalah atas hal ini.

Akan tetapi, apakah pengeroyokan adalah Roma yang terbaik? Lantas apakah sang senior dan para korban provokasi tersebut selama menghirup udara di Indonesia ini tidak pernah melakukan kesalahan?

Bukankah Tuhan mereka sama? Keyakinan dan kepercayaan mereka tidak berbeda? Bahkan mereka berada dalam satu tempat menuntut ilmu yang sama bukan? Lantas mengapa hal sejauh ini akhirnya berani mereka ambil.
 

Korban 12 santri tidak hanya 1

Unik, media gencar dengan meliputi berita terkini terkait korban pengeroyokan yang dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Sari Asih, Ciledug.

Luka lebam akibat benturan, pukulan, tonjokan, serta tendangan yang begitu keji para pelaku lakukan kepada korban menjadikan hal ini sebagai penghias tinta autopsi serta tolak ukur para polisi dalam mendiagnosa kasus pembunuhan ini.

Akan tetapi, ternyata kasus ini tidak puas dengan satu korban yang mereka hasilkan. Sesungguhnya para pelaku telah melahirkan begitu banyak korban lainnya, atau yang lebih pantas disebut para pihak yang mereka permalukan atas tindakan yang tidak bertanggung jawab ini.

Sebut saja Pondok Pesantren Daarul Qur'an Lantabora itu sendiri, keluarga, serta para Alumni pondok pesantren.

Mungkin jika mereka dimintai pendapat terkait definisikan dengan 1 kata terkait kasus ini, mereka mungkin akan mengatakan kata yang sama, yaitu "kecewa".

Bayangkan bagaimana publik akan meletakan sudut pandang pada Pondok Pesantren yang terkenal akan pendidikan Tahfidz nya tersebut, apa yang akan terjadi dengan para santri yang sedang menuntut ilmu disana, bagaimana komentar para pemilik akun media sosial yang akan memainkan jari jemari mereka untuk mengkritik sistem kepengurusan yang dinilai sangat buruk itu, dan apakabar pondok pesantren tersebut di tahun ajaran baru nanti?

Kuatkah mental para orang tua pelaku untuk menjalani hari-hari kedepannya, dengan menanggung jejak hitam yang sang anak ukir dalam hidupnya.

Dan bagaimana hati orang tua sang korban, yang niat diri ingin menjadikan anak mereka seorang yang siap mengahadapi hidup ini dengan bekal segudang ilmu agama, justru malah menjadi judul tragis dari buah bibir publik.

Serta alumni terdahulu, yang telah bersusah payah untuk dapat mengharumkan nama pondok pesantren yang sudah dianggap menjadi rumah kedua bagi mereka. Kini hanya dengan hitungan persekian hari keharuman itu berganti menjadi ladang penuh isu tak manis.

Ketika hukum mengunjungi anak-anak

Para pelaku dijeratkan Pasal 76C kemudian juncto Pasal 80 Ayat 3 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat 2 huruf E KUHP dengan ancaman di atas 7 tahun penjara.

Ada 12 anak ditetapkan sebagai pelaku atau tersangka karena diduga telah melakukan tindakan kekerasan terhadap anak. Dari 12 tersangka tersebut, lima orang kita tahan dan tujuh orang tidak kita tahan, kita titipkan ke orang tuanya karena sesuai dengan ketentuan karena untuk anak yang di bawah 14 tahun itu tidak bisa dilakukan penahanan,

Ucap Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho.

Siapa yang bersalah atas semua ini?

Mereka yakni berinisial AI (15), BA (13), FA (15), DFA (15), TS (14), S (13), RE (14), DAP (13), MSB (14), BHF (14), MAJ (13) dan RA (13).***

Memang ke 12 santri tersebut adalah pelaku utama dalam kasus ini, dan AI(15) adalah dalang nya.

Akan tetapi, jika ditelaah lebih dalam lagi. Akankah pihak lain dapat dipersalahkan?

Mungkin kata yang lebih tepat dipilih adalah, kelalaian. Baik kelalaian para pihak pengurus pondok pesantren, maupun para orang tua pelaku yang tidak mungkin mereka bersih dari keterkaitan atas kasus tersebut.

Opini ini berkata, jika saja keamanan dilingkungan pondok pesantren lebih diketatkan dan orang tua baik korban maupun pelaku dapat memberikan bekal terkait akhlak dan adab yang baik terhadap sang anak sebelum diserahkan kepada pihak pondok pesantren, pasti hal ini akan mendapatkan Roma nya yang masih pantas untuk dimaklumi. 
 

Akan tetapi, ada satu lagi hal penting. Yang cukup penting bagi para keluarga besar santri diseluruh Indonesia.

Bagaimana citra santri akan terlukiskan dimata para penduduk alam semesta bagian timur ini. Apakah masih ada ruang maaf dan kesempatan dalam hati mereka untuk dapat melirik kembali jiwa santri yang sesungguhnya?

Entahlah, Wallahua'lam
Kita kembalikan lagi semuanya kepada sang pemilik alam semesta ini. Bagiamana nantinya para santri akan mendapatkan kepercayaan berharga itu kembali. Pasalnya ditahun ini sudah cukup banyak tinta hitam yang menghiasi kanvas Pondok Pesantren di Indonesia.
 

Pulihlah para generasi terbaik islam, ciptakanlah contoh-contoh kehidupan yang baik bagi lingkungan sekitar. Kalian adalah orang-orang terpilih yang Allah percaya untuk dapat menghidupkan lampu penerangan jalan para penerus agama.

Sekian, terimakasih 🌻
 

Sumber:
solo.merdeka.com
pikiran-rakyat.com
GoRiau.com

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By Alifah Zahra

This statement referred from