HARI GINI MASIH BAKAR SAMPAH

profile picture Widyarili

Setiap Hari manusia beraktivitas tiada henti hingga waktu istirahat mereka. Dari aktivitas-aktivitas tersebut, mereka menghasilkan sampah yang seiring dengan semakin tingginya tingkat konsumerisme maka semakin tinggi sampah yang mereka hasilkan setiap harinya. Tanpa adanya pengelolaan sampah yang baik tentu saja akan berakibat buruk tidak hanya di lingkungan tempat tinggalnya, tetapi juga berdampak buruk hingga di seluruh Kota jika semua orang menghasilkan sampah yang sama banyaknya.

Jadi teringat sebuah film scientific fiction yang saya lupa judulnya, dimana saat itu di Masa depan, sampah sampai diimpor ke luar angkasa karena sudah sulitnya lahan untuk membuang sampah. Saat ini sendiri negara Kita, Indonesia, menjadi salah satu negara pengimpor sampah. Bagi suatu negara, mengekspor sampah tentu lebih murah biayanya jika dibandingkan harus mengelola dan mengolah sampah. Apakah hal ini harus dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindak lanjut ke depannya? Semua jawaban ada di tangan Kita sendiri. Jika itu baik di tangan kita, pasti akan ikut berdampak baik pada lainnya.

Dalam pengelolaan sampah terdapat paradigma lama dimana sampah hanya dikumpulkan kemudian diangkut dan dibuang begitu saja tanpa adanya perlakuan pada sampah. Paradigma ini tentu saja membuat lahan untuk menimbun sampah semakin lama semakin berkurang karena tentu saja jumlah timbulan sampah semakin lama semakin bertambah. Belum lagi jika terjadi keterlambatan pengangkutan sampah bisa berdampak pada penumpukan sampah di lingkungan perumahan. Hal ini menyebabkan sebagian orang membakar sampah untuk memusnahkannya. Tentu saja ini sangat berbahaya bagi lingkungan, menyebabkan polusi udara, dan meningkatkan efek gas rumah kaca.

Lalu muncullah paradigma baru pengelolaan sampah yaitu pengurangan dan penanganan sampah yang dimulai dari sumbernya yaitu di rumah tangga atau sejenis rumah tangga (kantor, restauran, hotel). Dengan paradigma baru ini diharapkan sampah yang berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) semakin berkurang dan usia guna TPA bisa lebih panjang.

Pelaksanaan paradigma baru pengelolaan sampah ini tidaklah mudah. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya mulai dari rumah tangga hingga Pemerintah Daerah (Unit organisasi) yang menangani sampah. Yang sangat berperan di skala terrendah untuk saat ini adalah Bank Sampah yang berada di tingkat RT/RW. Sayangnya tidak banyak Bank Sampah yang berjalan dengan baik karena diperlukan jiwa sosial dalam mengelolanya dimana pada Bank Sampah tidak bisa diharapkan keuntungan yang bisa didapatkan oleh pengelolanya. Selain itu, sebagian besar Bank Sampah hanya fokus pada sampah plastik sehingga sampah jenis lainnya masih belum bisa dikelola. Ditambah lagi permasalahan keterlambatan pengangkutan sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS), membuat sebagian warga membakar sampah untuk memusnahkannya yang tentu saja hal ini sangat tidak baik bagi lingkungan.

Hari gini masih bakar sampah? Terlebih lagi di Kota dengan tingkat kerapatan hunian sangat dekat, hal ini tentu saja dapat mengganggu lingkungan sekitar terutama tetangga terdekat. Jangankan lingkungan dengan tingkat kerapatan yang tinggi, membakar sampah di lingkungan yang berjauhan tempat tinggal yang satu dengan yang lain juga tetap berbahaya bagi lingkungan, menyebabkan polusi udara, dan memperburuk efek pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim sehingga musim berubah tak menentu. Perubahan iklim yang mempengaruhi pergeseran musim ini juga berpengaruh pada hasil pertanian yang buruk. Musim kemarau yang panjang di saat petani harus mulai bertani dan musim hujan yang berubah juga mempengaruhi masa panen, tentu hal ini berpengaruh pada kualitas hasil panen.

Wah, ngomong apaan sih. Dari pengelolaan sampah sampai ke pengaruh kualitas hasil panen. Ya intinya, apapun yang kita lakukan pasti akan berdampak pada lingkungan. Kita harus menyadari bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Mungkin bagi sebagian orang, pengelolaan sampah di Kota lebih baik daripada di desa. Bisa jadi itu karena infrastruktur di Kota lebih komplit. Tapi tetap saja perilaku warga Kota tidak semuanya mencerminkan sikap yang bertanggungjawab terhadap sampah. Masih buang sampah sembarangan, masih membakar sampah, dan lainnya. Semoga ke depannya semakin banyak orang yang semakin sadar bahwa sampah adalah tanggung jawab bersama dan dimulai dari diri sendiri. Kelak masing-masing kita juga akan dimintai pertanggungjawaban untuk apa yang kita lakukan pada lingkungan. Dan ingatlah, sampah bukan warisan. We don't inherit the earth from our ancestors but we borrow it from our children.

(Widya Aprilia Kurnia)

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By Widyarili

This statement referred from