Financial Freedom : Orientasi Fomo Anak Muda Indonesia Dalam Investasi Saham

profile picture LaurenLucinta

Saham, cryptocurrencybitcoin, dan embel-embel investasi menggiurkan lainnya memang tengah berada di puncak perhatian anak muda Indonesia. Keberadaan istilah financial freedom yang sebelumnya sangat jarang terdengar mendadak familiar di telinga masyarakat Indonesia khususnya anak muda yang melek teknologi. Banyak tokoh-tokoh investor saham yang muncul memberikan inspirasi dengan memboyong kehidupan serba mewahnya sebagai bukti bahwa dirinya adalah saksi nyata dari kehidupan financial freedom itu sendiri.

Menyoal inspirasi dan motivasi tentang kebebasan finansial dari kacamata manapun memang tidak ada yang salah. Siapapun tentu boleh mengikuti hal-hal positif yang bisa mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Namun bagaimana jika financial freedom itu sebenarnya membawa situasi FOMO (Fear Of Missing Out) pada anak muda yang berujung pada perilaku fatal? 

Fomo, diartikan sebagai situasi dimana seseorang takut dan khawatir akan tertinggal trend yang sedang ramai di masyarakat. Anak muda Indonesia yang lebih lekat dengan dunia maya tentu secara sadar maupun tidak disadari sering terlibat dalam situasi fomo. Sayangnya perasaan ingin mengikuti orang lain ini dipandang sebagai suatu keharusan, termasuk kebebasan finansial dalam berinvestasi saham yang pada dasarnya tidak bisa terjadi dalam sekejap mata.

Masyarakat mungkin mengenal betul soal menjamurnya investasi saham bodong yang selama ini berkedok legalitas. Tidak beruntungnya lagi, banyak tokoh masyarakat  justru mempopulerkan investasi semacam ini, dengan iming-iming mendapatkan imbal hasil yang berlimpah dan mempercepat tujuan menuju kebebasan finansial. Padahal kemampuan investasi masyarakat tidak bisa dipukul rata dengan investor yang sudah banyak makan asam garam.

Rumusan teori tentang financial freedom sebetulnya sederhana saja, yaitu ketika posisi keuangan seseorang tidak memaksanya untuk bekerja lebih keras lagi kecuali ia ingin. Seseorang itu tidak perlu lagi khawatir tentang uang karena aset yang mereka miliki sudah melampaui biaya kebutuhan hidupnya. Mereka adalah orang-orang yang tidak lagi memantau dengan ketat hasil investasi mereka hanya untuk memastikan mereka bebas secara finansial ketika memasuki usia pensiun.  

Definisi menggiurkan itu tentu menjadi tujuan hidup semua orang tanpa terkecuali. Rupanya pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu turning point banyaknya anak muda Indonesia yang mendadak ingin menghasilkan uang tanpa perlu menyelesaikan pendidikan tinggi lebih dulu. Alhasil karena tidak ada banyak opsi untuk menempati lapangan pekerjaan formal, anak-anak muda yang notabene berstatus sebagai mahasiswa atau bahkan siswa SMA ini memutuskan untuk mencoba peruntungan baru di dunia investasi saham.

Sejauh ini seharusnya tidak ada yang salah kaprah, tapi sayangnya keinginan untuk memetik keuntungan itu tidak ditunggangi dengan kesabaran. Hasrat untuk langsung cuan di bidang permainan saham ini tentu menjadi daya tarik sendiri bagi beberapa oknum yang mencoba mengambil untung dari situasi tersebut. Belum lagi tingkat ketergantungan anak muda Indonesia dalam bermedia sosial cukup tinggi, maka fomo tentu tidak bisa dihindari lagi.

Portofolio investasi saham yang belakangan ini seringkali menjadi ajang kebanggaan anak muda di media sosial telah menimbulkan situasi kecemburuan. Ikut-ikutan membeli saham juga bukan lagi hal yang tidak wajar saat ini, bahkan beberapa selebriti sering terlihat mendikte masyarakat Indonesia untuk membeli saham-saham tertentu yang akan menghasilkan untung besar.  

Beberapa anak muda juga mungkin pernah merasakan dampak positif dari fomo, ikut membeli saham merek A atau B bisa jadi sudah menguntungkan mereka. Tapi yang menjadi perhatian disini adalah mereka akan memasang modal yang lebih besar untuk dipertaruhkan, kurangnya pemahaman tentang naik turun arus pasar saham membuat anak muda menjadi buntu ketika dihadapkan dengan situasi merugi, terutama mereka yang dimotivasi dengan keuntungan dalam waktu sesingkat mungkin.

Cerita nyata situasi merugi itu pernah dialami oleh seorang mahasiswa perguruan tinggi tingkat akhir di Tasikmalaya yang memilih untuk menyudahi hidupnya lantaran kerugian investasi sahamnya terus menggerus modal pokok yang ia pertaruhkan. Cerita ini tentu merupakan skenario terburuk dari kegiatan investasi yang tidak dilandasi kehati-hatian dan kesabaran. Kebebasan finansial yang menjadi fokus dalam kegiatan investasi saham ini justru semakin buram, dan bukan tidak mungkin jika kebebasan finansial itu sebenarnya hanya alasan untuk melipatgandakan uang dengan cara yang instan.

Jika seseorang mendapatkan kekayaan yang terus berulang atau semakin meningkat, maka gaya hidupnya juga mungkin akan naik kelas, tapi jika tidak pun, seseorang itu sudah pasti tidak akan berhenti bekerja hanya karena orang-orang melihat dirinya sudah bebas secara finansial. Pengertian tentang financial freedom yang terlalu general menjadi titik tumpul dari penilaian apa yang disebut bebas secara finansial itu, bahkan ukuran pasti untuk sebuah kondisi financial freedom juga masih abstrak.

Masyarakat mungkin masih mempercayai bahwa tingkat ideal untuk mencapai financial freedom adalah ketika memasuki masa pensiun atau tidak lagi bekerja di sektor formal. Jika itu yang diartikan sebagai kebebasan finansial maka bukan jumlah melainkan lama bekerja yang dititikberatkan. Tapi bisa jadi, sebagian masyarakat melihat dari kacamata yang berbeda, dimana hanya dengan meyakini bahwa uang yang ia hasilkan sudah cukup untuk menutupi kebutuhan hidupnya, tidak memiliki kewajiban membayar hutang-hutang, dan bekerja dengan nyaman. 

Forbes dalam salah satu artikelnya berjudul "The Real Meaning of Financial Freedom", menjabarkan bahwa definisi kebebasan finansial sesungguhnya berbeda untuk semua orang, tapi kebanyakan dari mereka terpenjara dengan beban keuangan untuk memenuhi gaya hidup dan investasi yang mereka buat hanya untuk mengikis kekayaan mereka sendiri. Maka jika seseorang itu tidak mengerti bagaimana cara bekerja uang, agaknya tidak akan ada jumlah pasti yang bisa memberinya kebebasan secara finansial.

Jeff Bezos, seorang bos Amazon yang seharusnya bisa disebut sebagai tokoh nyata dari kehidupan financial freedom ini juga tidak pernah terlihat mundur dari pekerjaannya hanya karena kekayaannya sudah melebihi kapasitas. Bahkan melalui surat yang ditulis Jeff Bezos ketika dirinya menduduki kursi Chief Executive di Amazon, Ia meyakinkan kepada karyawannya bahwa Amazon tidak boleh memiliki akhir dan menanamkan doktrin bahwa Amazon harus selalu berada di garis awal. 

Maka yang harusnya disimpulkan dari financial freedom ini adalah bukan soal keberhasilan dalam investasi saham, crypto, bitcoin, maupun investasi lainnya yang mungkin akan muncul di kemudian hari. Jika itu hanya merupakan salah satu opsi untuk mengelola uang, maka tidak ada yang salah. Anak muda yang mempercayai bahwa investasi saham akan membawanya pada kehidupan yang bebas secara finansial, serta berpikir bahwa dirinya akan berhasil di dalam satu bidang permainan ini saja tentu sangat berbahaya jika dihadapkan pada risiko-risiko tertentu.

Alih-alih mengejar trend keuangan dan investasi, anak muda Indonesia harus meyakini bahwa investasi saham bukan semata-mata sebagai alat kontrol uang yang bisa menghasilkan unlimited wealth, melainkan hanya opsi yang harus dilandasi ketelatenan, kesabaran, serta pengetahuan. Maka eksistensi akan kebenaran kebebasan finansial ini sebenarnya tidak perlu untuk dibuat sebagai situasi fomo. Disamping itu, yang harus menjadi benang merah adalah bagaimana anak muda mempercayai bahwa financial confidence yang lahir dari keyakinan terhadap passion lah yang bisa membawanya pada kehidupan yang ringan dalam segala aspek termasuk keuangan.

Source photo: pexels.com

2 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
2
0
profile picture

Written By LaurenLucinta

This statement referred from