Indonesia Seharusnya Tak Butuh Dunia, Dunia yang Butuh Indonesia

profile picture helensaphirawibowo

Negara kita, Indonesia, seringkali dijuluki sebagai negri serpihan surga yang terlempar ke dunia, Tanah Surga. Mengapa? Mulai dari hasil tambang hingga hasil laut, semuanya dapat ditemukan di Indonesia. Indonesia sama seperti gambaran manusia tentang surga, Indonesia sangat indah dan Indonesia memiliki semuanya. Bentang alam yang Indah, kekayaan alam yang melimpah, penduduk yang banyak, suku bangsa yang beragam, semuanya dimiliki Indonesia dan hal inilah yang membuat Indonesia istimewa. 

Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat mendukung bidang pertanian dan kegiatan bercocok tanam. Di Indonesia kita memiliki kesempatan untuk bercocok tanam hampir sepanjang tahun, sedangkan di negara 4 musim, tak memungkinkan untuk bercocok tanam di musim dingin, sehingga mereka hanya memiliki waktu 4-6 bulan dalam setahun untuk bercocok tanam. Tumbuhan dengan mudahnya tumbuh di Indonesia, dengan menabur biji kita bisa mendapatkan buah, sedangkan di negara lain, mereka harus bersusah payah terlebih dahulu untuk bercocok tanam, itupun juga tidak menjamin hasil yang diterima akan memuaskan. Indonesia memiliki perairan di tiap pulaunya, hal ini sangat mendukung bidang perikanan Indonesia. Pada tahun 2016 nelayan Indonesia mendapatkan hasil yang lumayan banyak, tercatat ada 12,5 juta ton ikan yang ditangkap oleh nelayan Indonesia. Tak heran negara asing  tertarik menangkap ikan di laut Indonesia, apalagi jika ditambah fakta bahwa keanekaragaman hayati laut Indonesia sangat beragam. Beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina telah tertangkap basah melakukannya.

Dari dulu, bahkan dari zaman kerajaan, kekayaan alam Indonesia selalu berhasil memikat perhatian banyak pihak, terutama pihak asing.  Kini, sudah banyak pihak asing yang menginjakkan kakinya, membangun bisnis, mengambil keuntungan, dan mengeruk kekayaan alam Indonesia. Sesuatu yang bahkan tak semua rakyat Indonesia berkesempatan menikmatinya. Jangankan berpikir untuk menikmatinya, bahkan banyak dari mereka yang masih harus berpikir untuk makan hari ini. Seharusnya dengan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa, Indonesia bisa menjadi salah satu negara terhebat dan terkuat di dunia. Namun sangat disayangkan, Indonesia masih saja mengalami masalah dan kesulitan dalam mengelola sumber daya alam. Pihak asing sangat pintar dalam menganalisis dan mengolah kekayaan Indonesia. Teknologi Indonesia yang masih belum memadai, seringkali membuat Indonesia harus bergantung terhadap pihak asing. Namun mirisnya, penghasilan keseluruhannya tak pernah membuat rakyat Indonesia sejahtera. 

Seperti halnya dengan  PT Freeport di Papua. Tambang emas itu telah dikeruk selama 50 tahun dan sampai sekarang belum juga habis. Bayangkan saja, dulu dengan persentase 9% penghasilan Indonesia dari  freeport sudah sangat banyak. Apalagi penghasilan yang diperoleh Amerika selama puluhan tahun ini? Lihatlah Kalimantan, pasirnya mengandung permata, yang akan mengkilap saat terkena sinar matahari. Penambang rata-rata hanya menjualnya seharga Rp3.000,00/kg kepada pabrik China, dan pabrik China menjualnya dengan harga Rp30.000,00/kg. Jauh sekali bukan perbedaannya? Bila Indonesia mandiri, banyak investor asing yang akan kehilangan lahannya, Korea akan kehilangan 80% dari total penduduk Indonesia yang merupakan penggemar K-Pop dan drama Korea, butik-butik di Italia akan kehilangan pelanggan-pelanggan setianya, dan Jepang yang telah menguasai 98,21% pasar mobil di Indonesia akan kehilangan semua pesanannya.

  Kendati demikian, masih banyak rakyat Indonesia yang senang saat mendengar kata Impor. Buah impor, sayur impor, pakaian impor, meubel impor, bahkan hal sekecil jarumpun impor. Seakan-akan impor adalah sebuah standar untuk barang berkualitas, sehingga timbul rasa senang dan bangga saat memiliki produk impor. Lantas, bagaimana nasib pedangang lokal di saat orang-orang berbondong-bondong memilih barang impor? Beberapa pedangang lokal bahkan terpaksa menjual murah produk kepada pihak asing dan produk itu nantinya dikirim ke negara asal mereka untuk  diperjualbelikan dengan harga yang jauh lebih tinggi. Produk itu dilabeli dibuat di negara mereka dan terkadang pengusaha-pengusaha asal Indonesia membeli produk itu karena termakan gengsi. Apakah rasa gengsi kita lebih besar daripada rasa cinta tanah air? Memang belum semua produk lokal berkualitas, tetapi bukankah itu sudah menjadi salah satu tugas kita sebagai generasi penerus bangsa untuk meningkatkan kualitas produk Indonesia, untuk membantu produk Indonesia bersaing di kancah internasional? 

Dengan potensi dan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa, miris rasanya mengetahui bahwa Indonesia digerogoti pihak asing, sedangkan masih banyak orang-orang yang kelaparan,  anak-anak yang putus sekolah, dan pengusaha-pengusaha yang gulung tikar. Sangat disayangkan, Indonesia masih bergantung pada negara lain. Masih banyak warga Indonesia yang belum sadar seberapa besarnya potensi Indonesia, padahal negara lainpun tahu sehebat apa Indonesia dan sebesar apa potensi Indonesia. Bahkan, negara lain takut mengembargo Indonesia, takut bila Indonesia mandiri, takut bila penghasilan ekspor mereka menurun drastis. Bayangkan, berapa banyak keuntungan yang diperoleh pihak asing dari Indonesia? Apakah itu seharusnya cukup untuk menyejahterahkan penduduk Indonesia? Dan bagaimana nasib dunia bila tak ada Indonesia, bila Indonesia mandiri, bila Indonesia memboikot semua barang dari luar? Haruskah kita terus menutup mata terhadap potensi Indonesia? Indonesia seharusnya bisa mandiri.. Indonesia seharusnya tak butuh dunia, dunia yang membutuhkan Indonesia.. 

Karya : Helen Saphira Wibowo

Sumber Informasi : https://travel.kompas.com - instagram.com@duniapunyacerita - Frombisnis.tempo.co -https://industri.kontan.co.id - ghifanisifaazahra.blogspot.com - https://liputan6.com - https://ekonomi.bisnis.com - m.detik.com

Sumber Foto : Google

3 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
3
0
profile picture

Written By helensaphirawibowo

This statement referred from