Memaknai Kemerdekaan Secara Hakiki

profile picture Afifatur rahmah

Memaknai Kemerdekaan Secara Hakiki
Oleh : Afifatur Rahmah

Bulan Agustus digadang-gadang selalu menjadi icon kemerdekaan bagi bangsa kita. Tak ayal seluruh anak bangsa menyambutnya dengan penuh suka cita. Alhasil berbagai event digelar untuk memperingatinya. Mulai dari acara lomba agustusan di kampung-kampung seperti balap karung, makan kerupuk, pukul bantal, lomba kelereng dll. Puncak acara diakhiri dengan upacara bendera pada tanggal 17 Agustus, karnaval dan tasyakuran.

Tak hanya itu, suasana gegap gempita menambah syahdu suasana kemerdekaan. Pasalnya, hampir di setiap sudut-sudut jalan bertengger umbul-umbul, lampu-lampu hias dengan segala pernak-perniknya. Tak ketinggalam bendera kebangsaan merah putih, selalu berkibar dengan gagah di angkasa. Cucuran keringat dan kerja keras para paskibraka demi memberikan persembahan terbaik untuk khidmatnya upacarapun seakan menambah suasana heroik.


Kemerdekaan Semu

Miris, jika gelora perjuangan dan  kemerdekaan berkolerasi terbalik dengan realita. Pasalnya, walaupun secara deyure Negeri kita menyatakan merdeka semenjak dibacakannya naskah proklamasi oleh kedua bapak proklamator kita Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, naasnya secara defacto kita belum merdeka. Mengapa demikian?

Jika kita kembalikan pada makna kemerdekaan secara harfiah adalah keadaan suatu bangsa atau negara yang pemerintahannya diatur oleh bangsanya sendiri tanpa intervensi pihak asing. (Wikipedia).

Namun faktanya, Negeri ini berada dalam cengkraman asing dan aseng. Walaupun tidak secara fisik namun semua kebijakan kita diarahkan negara adi daya.

Terbukti, masuknya para investor di Negeri ini semisal AS, China, Inggris, Jepang, Kanada, Perancis dan Belanda. Sukses mengeksploitasi SDA kita dengan perusahaan korporasinya seperti Freeport, Petrochina, Newmount, Exxon Mobile, Mitsubishi Oil, Shell dan lainnya.

Para oligarki pun bangga mampu menyetir kebijakan lewat tangan-tangan para pejabat eksekutif dan legislatif dalam pembuatan undang-undang yang merugikan rakyat. Tercatat, lebih dari 70 UU berbau liberal semacam omnibuslow, Hak Penguasan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU) pertambangan dan lainya, telah resmi dilegalkan.

Kebijakan secara internasional pun disetir dalam berbagai perjanjian semisal perjanjian IMF, G20, perjanjian Oslow, ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA, ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Perjanjian Kerja Sama Pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) dan lainnya.

Kemerdekaan Hakiki
Dalam terminologis bahasa Arab, kemerdekaan adalah ‘al-taharrur wa al-khalash min ayy qaydin wa saytharah ajnabiyyah’ bermakna, bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Dalam dimensi agama,  merdeka berarti membebaskan diri dari penghambaan terhadap makhluk. Artinya kita hanya tunduk pada Al khaliq/Tuhan yang tidak hanya sebagai pencipta tapi juga sebagai pengatur. Pasalnya Allah SWT ketika menciptakan manusia lengkap dengan perangkat hukumnya berupa syariat Islam. Dan menjadikan tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepadanya secara totalitas dengan hukum Allah bukan hukum buatan manusia.

Allah berfirman : 
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS QS. Az-Zariyat Ayat 56).
Allah juga berfirman: 
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? Apakah keinginan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah itu karena mereka ingin kembali pada hukum Jahiliah yang mereka kehendaki?” (QS. Al-Ma'idah Ayat 50)

Tinta sejarah peradapan Islam telah mengukir gemilang bagaimana para Khulafatur Rasyidin memimpin sebuah Negara menjadi bangsa yang berdaulat yang tidak mau tunduk pada hegemoni asing demi menjaga harga diri (izzul Islam) wa muslimin juga marwah bangsa. Khalifah Umar bin Khatab ra misalnya, tidak mau tunduk pada penguasa adi daya Persia, Rustum. Beliau memilih untuk mengobarkan semangat jihad hingga Persia mampu dibebaskan dan tunduk dibawah panji Islam.

Dalam kontek Kemerdekaan Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

Sejatinya, para Pahlawan kita telah menjadikan landasan perjuangan dan kemerdekaan ini adalah atas rahmat dan izin Allah semata. Dengan perjuangan dan pengorbanannya yang gigih bahkan dengan kucuran darah dan tebusan nyawa, bukan sekedar hadiah. Maka untuk meneruskan estafet perjuangan seyogyanya, kita harus berani menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat tidak lagi tunduk pada cengkraman hegemoni Asing dan Aseng.

Maka, makna kemerdekaan sejati (al-hurriyyah) adalah membebaskan diri dari perbudakan (kebijakan) manusia (koorporasi/oligarki) dan kembali mengambil kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat dan mengembalikan hak-hak anak bangsa dalam kodratnya sebagai manusia dan hamba.Meninggalkan hukum-hukum buatan manusia yang hanya menguntungkan individu atau kelompok tertentu. Mengembalikan jati diri bangsa dengan ketundukan penuh pada nilai-nilai norma agama. Dengan itu, insyaAllah kita akan mampu meraih kejayaan di masa yang akan datang dan meneruskan cita-cita dan warabbun ghafuur“ yaitu sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah (ampunan), kesejahteraan dan kedamaian dari Allah SWT sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para khulafaur Rasyidin yang berjaya dan gemilang selama 1400 tahun. Wallahu ‘alam.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By Afifatur rahmah

This statement referred from