Melawan Predator Seksual " Mengintai Dari Segala Sisi"

profile picture ceciliawirna

“Kejahatan bukan hanya terjadi karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena kesempatan” slogan ini dahulu, sering kita dengar berwara-wiri di program berita kriminal pada stasiun televisi nasional bahkan sampai sekarang. Maraknya kasus pelecehan seksual di negara Indonesia, apalagi terjadi di Institusi pendidikan membuat saya dan publik geram dengan perbuatan oknum yang menodai lembaga pendidikan dengan aksi bejatnya. Oknum-oknum tersebut selain memiliki niat, mereka juga menciptakan kesempatan untuk melancarkan aksinya. Apalagi para pelaku tersebut, merupakan seseorang yang begitu dihormati dilingkungan setempat bahkan mungkin oleh korban sendiri pada awalnya. Kasus yang menarik perhatian saya ada dua, yang pertama adalah kasus pelecehan seksual, eksploitasi peserta didik oleh motivator terkenal yang terjadi di sekolah gratis. 
Motivator ini pernah diundang oleh dua program televisi nasional dan sukses menghipnotis kita semua, bahkan pembawa acara saat itu mengenai perjuangannya membangun sekolah gratis bagi anak-anak yatim piatu dan kurang mampu agar bisa sekolah. Bahkan kisah perjuangan motivator ini dan anak-anak didikannya sempat dibuatkan film yang menginspirasi banyak orang. Namun siapa sangka, dibalik semua itu ada rahasia besar bagai bangkai yang tersimpan lama namun akhirnya mengeluarkan bau busuk juga. Butuh, keberanian besar bagi para korban yang sudah dilecehkan selama bertahun-tahun untuk berani berbicara di depan khalayak umum dan menceritakan kisahnya pada masyarakat Indonesia yang mungkin sebagiannya masih merasa tabu dengan isu ini. Kasus ini pun terbagi menjadi dua pihak, pihak yang pro terhadap korban dan kontra terhadap korban serta membela sang motivator. 
Bagi yang kontra, mereka mempertanyakan “kenapa setelah bertahun-tahun mengalami pelecehan kok, baru melapor? dan dari pandangan mereka selama ini para korban tidak menunjukkan gejala tertekan atau depresi karena pelecehan seksual yang dialami. Menurut saya, saat pertama kali mengalami pelecehan seksual, korban pasti takut dan bingung akan apa yang baru saja dialami apalagi hal ini dilakukan oleh sosok yang sebelumnya dikagumi. Untuk melaporkan pun, pasti ada keraguan dari korban, karena orang-orang akan lebih percaya pada persepsi mereka tentang sosok ini, hal-hal yang mereka lihat secara kasat mata dari pada sekedar pengakuan tanpa bukti. Bahkan kalau melapor pun,kemungkinan tidak akan ditanggapi atau bahkan di masukkan ke dalam penjara karena dianggap mencemarkan nama baik. Ditambah lagi pelecehan ini sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, dan korbanpun harus mengumpulkan bukti untuk menjerat si predator karena kalau ingin membawa kasus ini sampai ke jalur hukum tentunya harus menggunakan bukti yang kuat. 
Dan soal terlihat tertekan atau tidak, tidak bisa disimpulkan hanya dari sekilas pandang dan perlu adanya  pemeriksaan dari psikolog. Mengingat orang yang depresi tidak harus terlihat tertekan, kan?. Kasus-kasus bunuh diri justru dilakukan oleh orang-orang yang terlihat ceria atau menyembunyikan depresi hidupnya lewat senyuman. Para korban yang melaporkan pun mengakui adanya intimidasi dan ancaman yang mereka alami selama berjuang menuntut keadilan. Bersama dengan Komnas Perlindungan Anak yang mendampingi korban dalam proses hukum setelah melalui jalan yang panjang yakni 19 kali persidangan sang motivator pun akhirnya ditahan serta dituntut 15 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah (https://www.cnnindonesia.com). Kasus pelecahan yang kedua yakni pencabulan santriwati di salah satu pondok pesantren di Jombang. 
Namun naasnya, pelaku tidak kooperatif dan bahkan masuk dalam daftar pencarian orang. Saat penangkapan pun, pelaku dibela dan dilindungi oleh masa yang yang merupakan simpatisan tersangka.  Dari kedua kasus di atas, nyatanya masih ada yang membela kedua pelaku ini dan mungkin pelaku-pelaku pelecehan lain diluar sana. Para pembela ini, tentunya menganggap mereka adalah tokoh yang kharismatik dan panutan banyak orang sehingga tidak mungkin melakukan perbuatan bejad seperti itu dan bahkan menganggap korban melakukan fitnah terhadap pelaku. Ada juga yang bahkan berusaha menutupi perbuatan pelaku karena takut nama institusi pendidikannya tercemar.
Kita memang boleh mengagumi seseorang namun janganlah terlalu berlebihan sehingga menutup akal sehat,hati dan nurani kita terhadap perbuatan salah yang dilakukan oleh orang tersebut. Indonesia memang sedang darurat pelecehan seksual yang terjadi disetiap sisi kehidupan masyarakat. Persepsi negatif terhadap korban kekerasan seksual sering menjadi batu sandungan bagi mereka yang ingin melapor. Pakaian terbuka yang memancing nafsu, sering menjadi alibi bagi pelaku untuk bertindak. Mirisnya alibi ini dibenarkan oleh masyarakat kita sendiri yang mungkin kurang ter-edukasi kalau terbuka atau tertutupnya pakaian tidak menjadi alasan pembenaran suatu perbuatan bejad.
Buktinya, kalau kita lihat berita yang selama ini bertebaran di media sosial entah itu pelecehan seksual yang terjadi di kereta api, di dalam taksi atau di atas angkot atau di universitas sekalipun tidak terjadi karena pakaian yang terbuka melainkan memang moral pelaku yang bermasalah. Saya mempunyai pemikiran, kalau saja ada korban dari sebuah pemerkosaan yang terjadi namun baru satu tahun atau dua tahun melapor apakah akan ada pertanyaan,kenapa baru melapor sekarang, sedangkan untuk meyakinkan diri agar berani speak up terhadap aparat kepolisian adalah hal yang benar-benar butuh keberanian luar biasa. Tidak serta merta, kalau habis diperkosa ya,harus langsung melapor. Setiap korban pasti mengalami pergolakan batin, depresi, rasa rendah diri sebelum memutuskan untuk berani melapor. Apalagi, si pelaku merupakan orang dengan jabatan/ kekuasaan yang besar tentunya merupakan hal yang pada awalnya dirasa merupakan sebuah kemustahilan. 
Selain itu, bukti-bukti yang diberikan oleh korban mungkin saja kurang cukup atau kurang kuat sehingga kasus tersebut terpaksa dihentikan atau tidak dilanjutkan, malahan bisa saja justru pelaku berbalik melapor dengan dugaan pencemaran nama baik. Kalau saja begitu, lalu bagaimana dengan para wanita di daerah-daerah terpencil yang pernah menjadi korban pelecehan seksual namun karena kurang tahu informasi, atau kurang mampu secara ekonomi, maka kasus tersebut justru tenggelam dan tidak pernah diusut. Melalui para korban pelecehan seksual yang berani berbicara dan berjuang, bagaikan api yang membakar kobaran semangat para wanita diluar sana yang mungkin sedang dan pernah menjadi korban agar berani berbicara dan jangan takut, selama kamu benar. Kasus-kasus pelecahan yang diberitakan sebenarnya juga mengedukasi masyarakat agar lebih merangkul korban pelecehan seksual. Perlunya sosialisasi ke daerah-daerah dan ke masyarakat akar rumput kalau berbicara mengenai pelecehan seksual yang pernah dialami bukanlah aib yang harus ditutupi, dan tidak perlu merasa malu soal itu. Perlu pengawalan bersama dari seluruh komponen masyarakat agar dapat memberantas kejahatan seksual.
Sumber Gambar : Mihai Surdu-Unsplash

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By ceciliawirna

This statement referred from