Saatnya Menjadi Orang Stoic
Mungkin beberapa dari kalian sudah banyak yang tau tentang aliran filsafat yang satu ini, sempat ramai diperbincangkan di beberapa media sosial juga nih. Aliran yang satu ini menjadi penting untuk kalian ketahui, ya syukur syukur diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya menulis artikel ini bukan berarti saya sudah sepenuhnya menjadi orang stoic, sama-sama kita belajar untuk mengaplikasikan ini dalam kehidupan sehari hari.
Apa Sebenarnya Stoikisme?
Stoikisme merupakan aliran filsafat yang membantu kita untuk mengontrol emosi negatif dan semakin menambahkan rasa syukur dan kebahagiaan dalam diri sendiri. Aliran ini berasal dari zaman Yunani Kuno yang dikenalkan oleh Zeno pada awal abad ke 3 SM. Perkembangan stoik dilanjutkan oleh Epictetus (Sang Budak), Marcus Aurelius (Sang Kaisar), dan Seneca (Sang Pedagang).
Menurut stoikisme hidup terbagai menjadi dua dimensi yakni dimensi internal dan dimensi eksternal. Selanjutnya dimensi internal merupakan satu kondisi dimana semua kendali ada dalam diri sendiri, misalnya: komitmen, profesionalitas, keputusan, aksi ,kerja keras dll. Sedangkan dimensi eksternal adalah sesuatu yang berada diluar kendali diri sendiri, misalnya : Penilaian orang lain, tanggapan orang lain dll
Biasanya kita menjadikan faktor kebahagiaan kita berada dalam lingkup dimensi eksternal yang mana hal itu diluar kendali kita. Stoikisme hadir untuk memberikan pemahaman bahwa faktor kebahagian berasal dari dimensi internal diri sendiri.
Nah loh…
Sebenarnya kita hidup ini untuk diri kita sendiri kan ? lalu kenapa seolah-olah apa yang kita kerjakan kita harus seperti apa yang orang lain katakan. Seperti halnya yang dikatakan oleh Epictetus dalam bukunya yang berjudul Enchiridion.
“Hal-hal yang berada di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yang tidak di bawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak, terikat dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah, jika kamu salah mengira hal-hal yang bagaikan budak bersifat bebas, dan hal-hal yang merupakan milik orang lain sebagai milikmu sendiri…maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan para dewa dan manusia.”
Sederhananya, bahwa stoikisme mengajarkan kebahagian berasal dari dalam diri kita sendiri.
Ekspetasi dan Rasionalitas
Stoikisme juga mengajarkan mengenai rasionalitas, tentang berfikir kemungkinan terburuk segala sesuatu yang akan kita lakukan. Tujuannya agar nantinya jika kemungkinan buruk itu terjadi kita akan lebih mampu menghadapi situasi berat tersebut, tanpa merasakan kesedihan atau kekecewaan yang mendalam. Karena dalam stoikisme, letak kebahagaian bukan pada tingginya pencapaian kita tapi seberapa rasional sebuah harapan.
Yuk Kita Coba
Ya berdasarkan penjelasan singkat diatas, Tidak menutup kemungkinan bahwa situasi kehidupan kita berdasarkan opini orang lain, stigma orang lain yang menjadikan kita lelah berada dalam situasi tersebut. Seolah-olah kita menjadi seekor ikan yang ikut lomba terbang bersama merpati. Hal inilah yang menjadikan kita untuk berfikir ulang bagaimana realita kehidupan yang selama ini kita lakukan. Apakah situasi yang dikatakan bahaga itu hanya menjadi pemuas terhadap stigma yang orang lain katakan.
Demikian sekilas tentang Stoikisme, untuk mempelajari secara mendalam kalian bisa membaca Buku Filosofi Teras.
Sumber :
https://nuansa.nusaputra.ac.id/2022/05/17/mengenai-filsafat-stoikisme/#