Menggelitik Kesetaraan Gender di Indonesia, Apakah Sudah SETARA?

profile picture Siti Yuanah

Beberapa tahun belakang ini, istilah gender menjadi hangat dibicarakan oleh media massa maupun internet. Banyak yang masih mengaggap ‘sempit’ tentang definisi gender, gender = jenis kelamin = perempuan. Hal tersebut tidak mengherankan apabila perempuan sering mendapatkan stigma tidak baik dan tidak mendapatkan keadilan di lingkungan keluarga, masyarakat luas, maupun di mata laki-laki. Sehingga masalah gender ini selalu menggelitik dan identik dengan perempuan. Perempuan yang selalu di tuntut untuk sempurna secara fisik maupun karir di mata suami, orang tua, maupun masyarakat, yang sebagaimana kita tahu bahwa sebenarnya tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. 
Apasi Gender itu? 
Bisa kita definisikan secara singkat bahwa gender itu  perbedaan mengenai peran dan fungsi sosial laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungan tempat kita tinggal. Namun biasanya gender diartikan sebagai anggapan yang berlaku di suatu tempat tentang laki-laki maupun perempuan yang sesuai dan tidak sesuai (tidak lazim) dengan budaya setempat. Dengan kata lain, gender memiliki anggapan dan definisi yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain. 
Kebanyakan dari masyarakat masih sering salah presepsi antara gender dan kodrat. Sebagai contoh, apabila perempuan bekerja dan mencari nafkah sering sekali di bilang ‘menyalahi’ kodrat ataupun laki-laki yang melakukan pekerjaan seperti menyapu, nge-pel, memasak selalu di cegah oleh orang terdekat karena mereka berfikir itu pekerjaan perempuan. Sebenarnya hal ini sangat kurang tepat, kodrat sendiri memiliki definisi sifat biologis yang datang dari tuhan bukan yang dibentuk dari lingkungan sosial. Kodrat seorang perempuan itu melahirkan, menstuasi, memiliki payudara dan rahim, dan kodrat laki-laki memiliki penis, sperma, serta buah zakar. Hal tersebut sangat berbeda bukan, kodrat sendiri memiliki sifat yang tetap dari waktu ke waktu, fungsi yang tidak pernah berubah dan tidak bisa dirubah. Sangat berbeda dengan istilah gender yang berarti kemampuan dari seseorang yang memiliki hak untuk menentukan waktu, tempat, dan jenis pekerjaannya akan seperti apa. 
Akibat dari perbedaan kodrat tersebut timbul anggapan yang berkembang di masyarakat setempat bahwa laki-laki memiliki status sosial yang berbeda dengan perempuan. Meskipun di era yang modern ini perempuan masih sering dianalogikan dengan perkerjaan memasak, mengurus rumah, mengurus anak, dll dan diartikan sebagai pekerjaan yang tidak produktif melainkan sebagai pekerjaan wajib dan kodrat untuk perempuan. Perempuan yang berstatus ‘bekerja di rumah’ sehingga tidak memiliki waktu untuk beristirahat ini hanya dianggap sebagai ‘ibu rumah tangga’ tanpa pekerjaan dan hanya mengikuti suami saja. 20/24 pekerjaan yang dilakukan perempuan di rumah menjadikan stigma bahwa perempuan berstatus lemahnya berpendapat dalam berbagai hal terutama mengkordinir situasi di dalam rumah, karena lemah menbaca, berfikir, dan berpandangan. 
Akhir-akhir ini banyak sekali organisasi maupun forum yang sering menyuarakan tentang perempuan dan kesejahteraan bagi perempuan, meskipun terkadang sasarannya masih kurang. Bisa saja diakibatkan karena yang ikut dalam organisasi dan forum tersebut adalah perempuan yang belum menikah, sehingga sedikit dari banyaknya yang tidak mereka ketahui, karena yang sudah menikah mereka akan kekurangan waktu untuk mengikuti hal tersebut, untuk memiliki waktu beristirahat saja masih kurang bukan. 
Meskipun sudah ada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional ternyata hal ini belum terbentuk dan terbina dengan baik di kalangan masyarakat. Sebelum adanya Insturksi Presiden ini sebenarnya sudah dipelopori oleh RA Kartini sejak tahun 1908. Perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Hal ini secara tidak langsung telah memperlambat majunya pembangunan di daerah karena perbedaan gender. Sepertinya kurang disadari pula bahwa dengan mempertahankan budaya yang mengesampingkan relasi gender yang seimbang, telah sukses mematikan sumberdaya daerah yang potensial (terutama dari perempuan) untuk berperan lebih aktif menyumbangkan segenap kemampuannya bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang lebih adil. 
Apa yang harus dilakukan?
Sebenarnya banyak hal yang harus dilakukan dalam meminimalisir keperbedaan gender di lingkungan sosial, sehingga masyarakat dapat memahami tentang keadilan bagi perempuan, diantaranya : 
a.  Tidak adanya kesenjangan di lingkungan pekerjaan, yang artinya semua diperlakukan sama, memiliki hak yang sama, mendukung fleksibilitas kerja dan work-life balance. 
b.  Menerapkan kebijakan yang tegas serta regulasi yang baik terhadap pelecehan perempuan di lingkungan luar, pekerjaan, dan dimanapun perempuan berada sehingga perempuan dapat merasa ‘aman’. 
c.  Dari kesepakatan di atas perlu adanya kesepahaman mengenai kesetaraan dan keadilan gender sehingga perlu disebarluaskan dan diperkenalkan melalui pelatihan yang mengulas tentang peran dan posisi perempuan dalam mengambil keputusan, penguatan posisi dan relasi bagi perempuan. 
d.  Apabila dalam struktur sosial yang ada di daerah memberi kesempatan lebih terbuka pada perempuan untuk mengikuti proses pengambilan keputusan maupun kebijakan secara aktif, maka sudah dapat dipastikan akan lebih banyak lagi potensi-potensi daerah yang selama ini terkubur bersama suara perempuan akan tergali dan termanfaatkan lebih efisien untuk pembangunan di daerah. Bukankah proses pembangunan akan bergerak lebih cepat jika sumberdaya perempuan dan laki-laki mendapat kesempatan yang sama untuk menyumbangkan kemampuannya, daripada hanya laki-laki saja yang berpartisipasi? 
 

Seminar, penyuluhan, ataupun kegiatan yang menyuarakan perempuan tidak akan semerta-merta berhasil, perlu adanya dukungan penuh dari diri sendiri, masyarakat, maupun pemerintah yang menangani perihal kesetaraan gender. Kita perlu kerjasama untuk menghilangkan ataupun sedikitnya mengurangi budaya ‘patriarkhi’ di Indonesia demi Indonesia yang bisa saling.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By Siti Yuanah

This statement referred from