PACARAN SEBAGAI EKSPRESI CINTA MENURUT PANDANGAN AL-QUR’AN
Jika membahas mengenai cinta maka semua orang tidak dapat memberi deskripsi secara tepat, namun semua orang dapat merasakan kehadiran cinta. Hadirnya cinta tidak mengenal batas usia, anak-anak, remaja, dewasa, semua dapat merasakannya. Cinta membuat kehidupan seseorang berwarna, karenanya seseorang dapat merasakan senang, sedih, marah, kecewa, dan perasaan lainnya. Tak sedikit orang beranggapan untuk mengekspresikan cinta dari kedua belah pihak, antara laki-laki dan perempuan, dengan cara berpacaran.
Istilah pacaran sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pacaran itu sendiri merupakan suatu hubungan yang mengikat kedua pihak, antara laki-laki dan perempuan dengan didasari rasa cinta satu sama lain. Hubungan pacaran ini bertujuan untuk mengenal pasangan lebih dalam, namun yang lebih sering ditujukan untuk menghilangkan status jomblo. Biasanya dalam berpacaran mereka akan jalan bersama, makan bersama, dan hal lain yang dilakukan secara bersama. Orang-orang sering membedakan pacaran menjadi dua, yaitu pacaran sehat dan pacaran tidak sehat,dan akhir-akhir ini ada istilah pacaran islami.
Dalam agama Islam tidak ada anjuran untuk berpacaran jika kita mencintai seseorang. Bahkan Islam justru melarang perbuatan yang mendekati zina. Lantas mengapa ada istilah pacaran sehat, bahkan istilah pacaran islami? Benarkan konsep pacaran tersebut diperboleh dalam Al-Qur’an?
Pacaran adalah suatu aktivitas menumpahkan rasa suka dan kasih sayang kepada lawan jenis.[1] Ada juga yang mengartikan pacaran merupakan masa pencarian pasangan, penjajakan, dan pemahaman akan berbagai sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan sebelum mereka melanjutkan hubungan lebih jauh lagi ke jenjang pernikahan.[2] Banyak orang beranggapan bahwa pacaran merupakan salah satu cara mengekspresikan perasaan kedua orang yang sedang merasakan cinta. Kedua orang itu biasanya akan merasa hampa jika tidak bertemu beberapa menit saja.
Lalu di zaman modern sekarang ini telah marak beredar istilah pacaran islami. Dimana mereka berasumsi pacaran Islami ini diperbolehkan karena tidak melebihi batas wajar. Dalam pacaran jenis ini mereka hanya melakukan hal-hal biasa, seperti makan bersama, jalan-jalan bersama, menonton film bersama, bahkan saling memotivasi satu sama lain. Pacaran Islami ini juga sering dikatakan sebagai pacaran yang sehat karena tidak melakukan seks bebas.
Mungkin saja secara umum pacaran sehat ini terdengar biasa saja dan sudah menjadi hal yang lumrah. Namun dalam Islam, sebenarnya tidak mengenal istilah pacaran sehat, apalagi dengan memberi embel-embel pacaran islami. Dari dulu hingga kini, bahkan nanti, Islam sangat melarang umatnya untuk mendekati zina. Seperti yang terdapat dalam surat Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Dalam pengamatan para mufasir Al-Qur'an, ayat-ayat yang menggunakan kata “jangan mendekati" seperti ayat di atas, biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya, maka larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya.[3]
Memang tidak ada penyebutan langsung mengenai dilarangnya berpacaran, namun pacaran ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mendekati zina, karena pacaran menjadikan dua orang yang bukan mahramnya dapat melakukan kegiatan bersama, yang mana hal ini akan memudahkan mereka melakukan zina.
Bahkan dalam hadis Nabi SAW disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ . (رواه البخاري: ومسلم)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alayhi wasallam berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut bersifat menekankan kebenaran larangan berpacaran. Adanya larangan berpacaran ini memiliki manfaat yang sangat besar, selain untuk menghindari zina, juga dapat menjaga kehormatan diri dari segala macam hal yang tidak diinginkan, dan juga dapat menjaga nama baik orang tua bahkan keluarga.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Islam melarang umatnya untuk mendekati zina. Kita pun sudah mengerti akan dampak negatif yang dihasilkan lebih besar dari dampak positif, namun sebagian dari kita mencoba untuk menutup mata seolah tidak mengetahuinya. Dampak tersebut dapat kita rasakan bersama melalui kasus-kasus yang marak beredar baik di dunia maya maupun dunia nyata.
Pada awalnya memang pacaran mereka biasa-biasa saja, namun semakin lama mereka mau untuk melakukan seks bebas dengan berlandaskan rasa cinta dan kasih sayang. Setelahnya mereka akan terjebak dalam toxic relationship, yang mana kebanyakan wanita akan menanggung semua kesalahan yang telah mereka lakukan. Tak jarang dari mereka memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tidak mampu dengan beban yang ia pikul sendiri, ditambah dengan makian dan cibiran teman-teman, tetangga, bahkan orang-orang yang bahkan tidak dikenal namun mengetahui perbuatannya.
Padahal seperti yang kita ketahui bahwa seks bebas menimbulkan banyak penyakit kelamin yang tidak bisa disembuhkan, bahkan tidak ada obat untuk menanganinya. Maka dari itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya kita mengikuti ajaran Islam yang telah tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis, sebab perintah maupun larangan yang ada didalamnya semata-mata untuk kebaikan kita sendiri, bukan orang lain, hanya saja kita belum menemukan semua alasan mengenai kedua hal tersebut.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwasanya dalam Islam tidak ada istilah pacaran sehat, apalagi pacaran Islami karena dalam Al-Qur'an sudah tertulis dengan jelas tidak diperbolehkannya perbuatan yang mendekati zina, sedangkan pacaran ini dapat dikategorikan sebagai perilaku yang mendekati zina. Hal ini memiliki tujuan yang besar yaitu untuk menghindari zina, juga dapat menjaga kehormatan diri dari segala macam hal yang tidak diinginkan, dan juga dapat menjaga nama baik orang tua bahkan keluarga.
[1] Achmad Hadi Wiyono & Luthfi Abdul Manaf, Pacaran Dan Zina Kajian Kekinian Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Smawat, Vol. 04, No. 02, 2020, Hal. 49.
[2] Rony Setiawan Dan Siti Nurhidayah, Pengaruh Pacaran Terhadap Perilaku Seks Pranikah, Jurnal Soul, Vol. 1, No. 2, September 2008, Hal. 63.
[3] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), Hal. 458-459.