Belenggu Budaya Patriarki Terhadap Kebebasan dan Hak Perempuan

profile picture Shandy Natalia

Patriarki adalah struktur yang menempatkan peran laki-laki diatas perempuan (mendominasi). Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidaksetaraan gender yang memengaruhi hingga ke berbagai aspek kehidupan manusia. Ketidaksetaraan gender yang menyebabkan patriarki ini didefinisikan sebagai proses sosial dimana orang diperlakukan secara berbeda dan tidak menguntungkan dalam keadaan yang sama atas dasar gender. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama di dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat. Pembatasan-pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat perempuan menjadi terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi.

Praktik budaya patriarki masih berlangsung hingga saat ini, ditengah berbagai gerakan feminis dan aktivis perempuan yang gencar menyuarakan, memperjuangkan, serta menegakkan hak-hak perempuan. Hasil dari praktik tersebut menyebabkan berbagai masalah sosial diantaranya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian. Ada banyak alasan mengapa budaya patriarki sampai saat ini masih bertahan di Indonesia. Pada masa lalu, tugas utama seorang perempuan adalah mengerjakan pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah, hingga merawat dan mendidik anak, sedangkan yang bertugas untuk mencari uang atau nafkah adalah laki-laki saja. Dari hal inilah para laki-laki beranggapan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan rumah. Namun, pada faktanya kodrat seorang perempuan ialah menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Selebihnya, aktivitas-aktivitas lain seperti mencuci, memasak, mengurus anak, dan lain sebagainya, bukanlah kodrat perempuan. Laki-laki sebenarnya dapat memiliki peran dalam mengurus pekerjaan rumah, karena hal tersebut merupakan sebuah basic skill yang harus dimiliki oleh setiap individu.

Dalam hal pekerjaan, para perempuan dianggap tidak layak untuk mengemban tugas atau jabatan sebagai kepala. Adanya prasangka yang muncul dikalangan perempuan seperti pemikiran bahwa perempuan tampak lemah dan membutuhkan perlindungan karena tidak memiliki ambisi serta fisik yang kuat. Akibat dari prasangka ini adalah perempuan dianggap selalu lemah dan dipandang rendah dalam kesempatan memiliki pekerjaan dibandingkan laki-laki. Hal ini tentu tidak masuk akal karena tidak ada hubungannya antara gender dengan pekerjaan. Kasus pelecehan seksual dan kekerasan pada perempuan yang sering terjadi hingga saat ini, mereka sebagai korban biasanya diperlakukan bak pelaku. Entah yang disalahkan adalah pihak perempuan seperti cara berpakaiannya terlalu terbuka sehingga dipikir perempuan layak mendapat pelecehan karena hal itu. Sebagai contoh, masih banyak keluarga yang tinggal dipedesaan melarang anak perempuan mereka bersekolah tinggi karena pada akhirnya tugas seorang perempuan ketika sudah menikah adalah mengurus suami dan rumah tangganya. Budaya patriarki ini menyebabkan perempuan masih dikesampingkan untuk mendapatkan pendidikan. Stereotip dan stigma pada perempuan muncul bukan tanpa alasan, yaitu karena budaya patriarki yang muncul secara terus-menerus dilingkungan sekitar kita. Segala hal yang penting dan signifikan mulai dahulu sudah selalu dipercayakan kepada laki-laki dan melupakan perempuan. Ada banyak kasus perceraian yang berakhir merugikan perempuan karena tidak diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses ke pendidikan tinggi dan kemandirian finansial mereka, sehingga banyak yang mengalami masa kesulitan ekonomi pasca perceraian. Budaya patriarki ini membuat perempuan menjadi bergantung pada suami dan tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

Berdasarkan Indeks kesetaraan gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), Indonesia berada pada peringkat 103 dari 162 negara atau terendah ketiga se-ASEAN. Mungkin dari kita pernah mendengar selentingan kalimat seperti “buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, kalau ujung-ujungnya didapur juga." Kalimat tersebut menganggap bahwa pendidikan tinggi yang perempuan tempuh akan sia-sia jika sudah menikah, banyak yang berpikir jika perempuan itu tugasnya adalah untuk mengurus rumah, anak, dan suami. Hal ini menyebabkan keadaan stagnasi pada kaum perempuan yang seolah-olah dibatasi ruang lingkupnya untuk berkembang, padahal pendidikan yang tinggi bagi perempuan juga akan menjadi bekal untuk menjadi seorang ibu yang mengajari anaknya banyak hal karena ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa seorang ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas pula. Dengan demikian, perempuan seharusnya mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki karena kecerdasan perempuan akan berpengaruh kepada penerus-penerus bangsa selanjutnya. Selain budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia, perempuan seringkali tidak memiliki kuasa untuk melawan tradisi yang ada pada keluarga mereka, pada akhirnya kaum perempuan terpaksa mengalah dan mengorbankan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Dengan demikian, kaum perempuan semakin jauh dari hak-hak dan kebebasan yang seharusnya mereka dapatkan. Seharusnya, perempuan manapun berhak melakukan apapun yang mereka inginkan selayaknya seorang laki-laki. Perempuan bebas memilih masa depannya seperti memilih pilihan untuk ber-karier maupun menikah. Bahkan, perempuan berhak untuk melanjutkan pendidikan dan meraih cita-citanya.

Budaya patriarki sudah seharusnya mulai kita tinggalkan dan sudah kewajiban kita sebagai sesama manusia untuk saling menghargai dan tidak mendiskriminasi sesama kita. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyetaraan gender, penghapusan stereotip terhadap perempuan, serta mendorong program-program pemberdayaan perempuan. Yang lebih penting dari upaya-upaya tersebut adalah upaya dan kesadaran diri perempuan untuk bangkit dari diskriminasi tersebut. Seharusnya ada gerakan feminis khususnya di pedesaan-pedesaan untuk para kaum perempuan atau setidaknya memberitahu mereka tentang hak-hak dasar mereka sebagai perempuan karena perempuan harus diberi kebebasan untuk mengeksplorasi dan memilih pilihan lain, bukan hanya menjadi ibu rumah tangga. 

Kita sebagai masyarakat juga harus mulai peduli terhadap para perempuan yang menjadi korban diskriminasi dan patriarki. Jangan sampai kita menjadi pelaku diskriminasi yang sudah sangat jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Untuk para korban, jangan takut untuk angkat bicara mengenai apa yang telah terjadi di diri kalian. Demi kesetaraan gender, tugas kita adalah selalu memberi kesadaran kepada masyarakat akan kesamaan hak dan kedudukan antara laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kita harus menghilangkan budaya patriarki ini demi kesejahteraan masyarakat.

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By Shandy Natalia

This statement referred from