Jalur Puncak 2 versus Jalan Tol Puncak
Puncak yang memikat sekaligus semrawut
Kawasan Puncak dari dulu hingga sekarang, masih menjadi destinasi wisata favorit. Selain hawanya sejuk dan pemandangannya menyegarkan mata, di sana juga tersedia berbagai sarana hiburan mulai dari yang paling murah hingga yang paling mewah. Sehingga Puncak tidak hanya diserbu orang-orang berduit, tapi juga masyarakat kebanyakan. Apa lagi dengan bermunculannya kawasan-kawasan wisata baru yang menawarkan berbagai fasilitas menarik dan juga kemolekan alam sekitar.
Hal ini tak pelak menimbulkan masalah kemacetan terutama saat weekend dan hari-hari libur nasional. Ruas jalan yang tidak bertambah sejak dulu, sudah tidak sanggup lagi menampung jumlah mobil dan motor yang semakin bertambah setiap tahunnya. Beberapa jalan alternatif untuk mencapai kawasan Puncak juga sama kewalahannya, sehingga tidak banyak membantu mengurai kemacetan.
Kondisi ini diperparah dengan bermunculannya warung-warung kuliner ‘murah meriah’ di bahu-bahu jalan. Kendaraan yang parkir di sana selain menghabiskan bahu jalan, juga memakan sebagian badan jalan sehingga semakin mempersempit lahan lalu lintas.
Puncak tidak hanya menjadi magnet bagi para wisatawan, tapi juga diserbu para biker yang datang secara berkelompok sehingga memunculkan kemacaten yang lain.
Satu lagi sumber kemacetan adalah keberadaan Istana Presiden di Cipanas Puncak. Ketika keluarga Presiden akan berlibur ke sana, jalur Puncak terpaksa ditutup untuk pengamanan. Saat dibuka kembali, terjadi kemacetan yang lebih parah lagi.
Dapat dibayangkan betapa semrawutnya kawasan Puncak. Belum lagi jika terjadi longsor. Anehnya, kemacetan yang sangat ‘mengerikan’ ini tidak membuat jera para pelancong.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurai kemacetan khususnya oleh aparat Kepolisian. Secara fisik, Pemerintah pun sudah melakukan berbagai upaya dan rencana.
Pembangunan jalur jalan Puncak 2 dan pelebaran ruas jalan
Jalur Puncak 2 atau Jalan Poros Tengah Timur (PTT) yang menghubungkan Sentul dengan Villa Kota Bunga Cipanas ini sudah dimulai sejak tahun 2010. Namun baru sepertiganya yang terealisasi proyek ini terhenti tahun 2015 karena keterbatasan dana. Hingga saat ini belum ada langkah nyata dari Pemerintah sehingga Jalur Puncak 2 pun jadi semakin tidak terurus. Kondisinya sangat memprihatinkan. Beberapa ruas jalan rusak parah, berlubang dan berbatu-batu, ditambah becek saat musim hujan.
Belum selesai dengan urusan PTT, tahun 2017 Pemerintah melakukan pelebaran ruas jalan kawasan Puncak sepanjang 9,3 kilometer dari total 21,78 kilometer. Namun dengan adanya refocusing (pemusatan) anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19, berakibat terhambatnya keberlanjutan proyek yang tadinya akan dilanjutkan tahun 2022 ini.
Rest Area Gunung Mas
Upaya lain yang dilakukan Pemerintah untuk mengurai kemacetan adalah dibangunnya Rest Area Gunung Mas Puncak di lahan milik PTP Perkebunan Nusantara VIII seluas 7 hektar. Rest area yang merupakan kerja sama Pemkab Bogor dan Kementerian PUPR ini selain menyediakan berbagai macam fasilitas umum yang nyaman, juga dapat menampung 516 PKL untuk merelokasi para pedagang yang tersebar di kawasan Puncak. Sementara lahan parkir seluas 1.774 m2 dapat menampung 500 mobil. Untuk menghindari terjadinya kemacetan di titik ini, rencananya dibangun underpass sebagai akses masuk kendaraan yang berada di bawah Puncak. Destinasi wisata baru yang konon katanya rest area terindah di Jawa Barat ini akan dibuka untuk umum pertengahan tahun 2022.
Pembangunan Jalan Tol Puncak
Rencana ini diusulkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jalan berbayar sepanjang 18 kilometer ini akan menghubungkan 3 titik yaitu Caringin, Cisarua dan Gunung Mas. Gagasan ini muncul karena tingginya traffic di Tol Bocimi (Bogor-Cianjur-Sukabumi), sehingga perlu dibuat shorcut menuju Cisarua dan Gunung Mas. Tol Bocimi sendiri saat ini masih dalam proses pengerjaan dan ditargetkan selesai seluruhnya (4 seksi) tahun 2024 mendatang. Kabarnya Komisi V DPR RI sudah setuju dengan ide ini, dan rencananya akan dibawa ke dalam rapat bersama Bina Marga untuk segera dilaksanakan studi kelayakan dan amdal.
Bagi sebagian masyarakat terutama para pelaku bisnis asal Bogor dan sekitarnya yang biasa mencari bahan baku di Bandung, hal ini tentu saja menjadi angin segar. Kehadiran tol Puncak akan memangkas jarak, waktu, bahan bakar dan tentu saja tenaga. Dengan kecepatan kendaraan 80 km/jam, hanya dibutuhkan waktu tempuh sekitar 15 menit saja untuk melintasi tol sepanjang 18 kilometer. Bandingkan dengan waktu tempuh sekarang, dengan sistem buka-tutup sekali pun, bisa mencapai 4 jam!
Pembangunan yang menyangkut kepentingan orang banyak tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Hal ini akan bisa menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Kekhawatiran disampaikan oleh Kepala Desa Sukamaju Alex Purnama Johan dan seorang pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Kehadiran jalan tol bisa merusak keaslian dan keasrian alam Puncak, juga mengganggu ekosistem di kawasan hutan Caringin dan Cisarua yang merupakan daerah resapan hujan.
Rencana Pemerintah setengah-setengah?
Dengan belum tuntasnya proyek Jalur Puncak Dua dan pelebaran ruas jalan kawasan Puncak, Pemerintah kesannya jadi seperti setengah-setengah dan uji coba. Begitu juga dengan rencana Jalan Tol Puncak yang nantinya akan berakhir di Gunung Mas, menambah deret rencana Pemerintah yang dirasa setengah-setengah itu.
Kawasan Gunung Mas merupakan awal kemacetan kendaraan dari arah Cianjur dan Bandung. Jadi rest area ini sebenarnya lebih cocok untuk beristirahat bagi pengendara dari Bandung. Sementara pengendara dari Bogor yang baru saja memulai perjalanan melewati Jalan Tol Puncak, belum tentu ingin segera beristirahat di sana. Lalu mereka akan bergabung dengan kemacetan jalan Puncak menuju Cipanas. Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya mereka akan kembali memilih memutar ke Jakarta melalui jalan tol Jagorawi demi menghindari kemacetan tersebut.
Jika Pemerintah memang serius ingin menuntaskan masalah kemacetan Puncak, gerbang akhir jalan tol Puncak sebaiknya di Kota Cianjur, sehingga memudahkan bagi pengendara yang tidak bertujuan wisata ke Kawasan Puncak. Memang pastinya akan dibutuhkan anggaran lebih besar lagi. Tapi itu resiko yang harus dihadapi. Namun jika berhitung untung rugi, jalan tol adalah proyek yang menguntungkan, karena dana yang terpakai dipastikan akan kembali dalam jangka waktu tertentu.
Hingga saat ini rencana pembangunan Jalan Tol Puncak masih dalam taraf pengkajian. Masih banyak proses yang harus dilalui dan tentunya butuh anggaran yang tidak sedikit. Pemerintah juga belum memberikan info berapa kisaran dana yang dibutuhkan untuk pembangunan tol tersebut. Pastinya nominal angka yang sangat besar. Namun jika hal ini mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan disetujui DPR, pelaksanaan konstruksi akan segera dimulai tahun 2026. Bukan suatu hal mustahil jika nantinya banyak fihak swasta yang tertarik untuk berinvest di sana, bisa mempercepat proses pembangunannya. Para investor yang terbiasa berhitung untung rugi, pastilah akan berlomba-lomba untuk menanamkan modalnya tanpa memikirkan dampak yang bisa ditimbulkan.
Jika proyek ini benar-benar bisa direalisasikan, kemungkinan besar akan menggeser kelanjutan pembangunan Jalur Puncak Dua sehingga jalan tersebut akan semakin terbengkalai. Keberadaanya pelan-pelan akan semakin terlupakan. Harapan Bupati Bogor untuk meningkatklan perekonomian masyarakat di 5 Kecamatan Wilayah Bogor Timur Kabupaten Bogor nampaknya masih belum bisa terealisasi. Padahal kebutuhkan dananya pasti jauh lebih ringan dibandingkan pembangunan jalan tol yang membutuhkan pembebasan lahan tidak sedikit.
Keberadaan Jalur Puncak 2 ini juga kelihatannya kurang disosialisaskan, karena banyak yang belum tahu terutama masyarakat di luar Bopuncur. Untuk mengenalkan jalur ini Pemerintah sebenarnya bisa bekerja sama dengan Korlantas untuk mengalihkan lalu lintas ke sana di akhir pekan atau libur nasional. Namun dengan kondisi jalan sekarang yang di beberapa titik rusak parah, belum tentu para pengendara akan mau kembali lagi ke sana.
Lalu apa solusinya?
Idealnya memang kita berharap semua proyek bisa dituntaskan dengan baik, karena tujuan Pemerintah tentunya untuk mendapatkan solusi terbaik. Namun hendaknya Pemerintah juga jangan terburu-buru menyetujui rencana baru meskipun diperkirakan hasilnya lebih baik. Jika anggaran terbatas, akan lebih bijak jika Pemerintah memprioritaskan proyek yang sudah berjalan. Bukankah pembangunan harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat? Dalam hal ini pertimbangkan juga nasib warga Kecamatan Bogor Timur yang sudah menaruh harapan tinggi dengan diselesaikannya Jalur Puncak 2. Apa lagi di sana terdapat kopi Robusta Van Catangmalang Woney, kopi terbaik di Kabupaten Bogor yang pernah mendapat penghargaan di Paris. Perbaikan Jalur Puncak 2 akan mempercepat distribusi bukan hanya kopi, tapi juga seluruh hasil bumi mereka ke kota, sehingga akan mempercepat juga perputaran uang yang akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan mereka.
Rencana Jalan Tol Puncak ini jadi seperti bersaing dengan keberlanjutan Jalur Puncak 2. Memang akan ada sebuah konseueknsi untuk sebuah kemajuan. Sayangnya, yang sering dikorbankan adalah rakyat kecil. Mereka akhirnya harus mengalah demi pembangunan yang mengatasnamakan ‘kepentingan bersama’.
Pada akhirnya masyarakat hanya bisa berharap, dalam menata Kawasan Puncak semoga Pemerintah tidak memihak hanya pada satu kepentingan. Solusi apa pun yang akhirnya diambil Pemerintah semoga bisa menata kawasan Puncak menjadi lebih baik lagi. Kawasan Puncak yang bebas macet tanpa merugikan siapa pun.