Selamatkan Hewan: Hentikan Pengujian pada Hewan

profile picture dermawan

Pengujian menggunakan hewan merupakan hal yang umum dilakukan dalam pengujian khasiat, efikasi, dan profil toksisitas suatu produk obat dan kosmetika. Berbagai jenis hewan telah banyak dimanfaatkan untuk uji pra klinis seperti tikus, mencit, kelinci, dan monyet. Namun penggunaan hewan uji dalam penelitian keamanan produk telah menjadi topik perdebatan selama beberapa dekade. Beberapa pernyataan pro dan kontra telah banyak bermunculan. 

Secara umum, pihak yang mendukung pengujian hewan mengatakan bahwa prosedur pengujian tersebut telah berkontribusi penuh terhadap pengembangan banyak produk medis yang menyelamatkan jiwa baik untuk manusia maupun hewan itu sendiri. Ditambah mereka beranggapan bahwa tidak ada metode alternatif lain untuk meneliti organisme hidup tanpa melakukan pengujian pada organisme hidup pula. Sedangkan pihak yang kontra menyatakan bahwa eksperimen pada hewan itu kejam dan tidak manusiawi. Mereka juga memiliki argumentasi bahwa terdapat metode alternatif lain yang tersedia bagi peneliti untuk dapat menggantikan pengujian pada hewan.

Apa Keuntungan Menggunakan Hewan pada Penelitian Medis?

Jika ditinjau dari sejarah keberhasilan penggunaan hewan uji pada suatu penelitian, memang prosedur ini telah secara signifikan menghasilkan manfaat medis bagi manusia. Menurut Asosiasi Riset Biomedis Amerika Serikat, Penelitian pada hewan telah berkontribusi pada kemajuan besar dalam pengobatan penyakit seperti kanker, leukemia, diabetes melitus, hipertensi, fibrosis, sklerosis, tuberkulosis, penyakit infeksi dan penyakit lainnya,

Alasan yang mendukung pernyataan tersebut diantaranya adalah adanya fakta bahwa beberapa hewan memiliki tingkat kemiripan dengan manusia dalam banyak hal secara anatomi dan fisiologis. Sebagai contoh, gorilla dan simpanse memiliki kemiripan DNA sekitar 99% dengan manusia, dan tikus 98% DNA nya secara genetik mirip dengan manusia. Beberapa organ vital seperti jantung, ginjal, hati, dan paru-paru pada dasarnya berfungsi secara serupa bagi setiap mamalia termasuk manusia. Oleh karena itu, manusia dan beberapa jenis hewan rentan terhadap banyak kondisi dan penyakit yang sama, termasuk penyakit jantung, kanker, dan diabetes melitus. Hal tersebutlah yang menjadikan hewan dan manusia sangat mirip secara biologis.

Topik ini juga sangat relevan dengan kondisi COVID-19 saat ini karena pengujian medis pada hewan dapat memastikan bahwa produk vaksin aman bagi tubuh manusia. Para ilmuwan dengan gencarnya berupaya untuk mengembangkan vaksin untuk virus corona selama masa pandemi ini dimulai pada tahun 2019 yang lalu. Mereka menyatakan bahwa pengujian terhadap hewan seperti tikus yang dimodifikasi secara genetik sangatlah penting untuk memastikan bahwa vaksin tersebut efektif melawan virus dan tidak berbahaya bagi tubuh manusia. Peneliti di Flinders University, Australia bernama prof. Nikolai Petrovsky juga mendukung pernyataan ini. “Pengujian vaksin COVID-19 sangatlah penting dan akan sangat berbahaya jika suatu penelitian melewatkan prosedur pengujian ini”, ucapnya.

Lalu Mengapa Banyak yang Menentang Pengujian Terhadap Hewan?

Argumen kontra yang pertama adalah pernyataan bahwa pengujian hewan adalah perbuatan kejam dan tidak manusiawi. Menurut Laporan dari 

Berdasarkan laporan dari Humane Society International (HSI), hewan yang digunakan dalam suatu eksperimen biasanya diberi makan secara paksa, kekurangan makanan dan air, diberikan luka bakar dan luka lain untuk mempelajari proses penyembuhan. Hal tersebut merupakan suatu kondisi yang menyiksa bagi hewan dalam rangka untuk mempelajari efek dan proses pengobatannya. Kemudian setelah eksperimen selesai hewan uji tersebut dibunuh dengan karbon dioksida, pemenggalan leher, pemenggalan kepala, atau cara lain.

Argumen yang sangat kuat selanjutnya adalah adanya metode pengujian alternatif yang dapat menggantikan penggunaan hewan pada sebuah eksperimen. Metode penelitian lain seperti pengujian in vitro (pengujian yang dilakukan pada sel atau jaringan manusia dalam cawan petri). Metode ini menawarkan peluang untuk mengurangi atau mengganti pengujian pada hewan. Lebih lanjut bahwa kemajuan teknologi dalam pencetakan 3D memungkinkan untuk melakukan bioprinting jaringan dan organ yang mirip dengan yang manusia miliki. Suatu perusahaan medis asal Perancis telah berhasil membuat organ hati dari teknologi bioprinting yang digunakan untuk menguji profil toksisitas suatu obat.

Fakta selanjutnya adalah obat yang lolos uji pada hewan belum tentu aman. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1950-an terdapat kejadian luar biasa dimana sekitar 10 ribu bayi terlahir dengan kondisi cacat yang sangat parah. Setelah investigasi dilakukan, diketahui bahwa suatu obat tidur yang bernama Thalidomide adalah penyebab utamanya. Hal ini harus sangat diperhatikan agar tidak terulang kembali. Maka pengujian terhadap hewan harus perlu diperhatikan dengan sangat ketat.

Dari argumen pro dan kontra tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengujian terhadap hewan uji memang memberikan manfaat yang signifikan terhadap dunia kedokteran dan farmasi. Namun, setiap pengujian yang dilakukan pada hewan tersebut haruslah sesuai dengan kode etik hewan uji yang berlaku. Kita juga dapat berfokus pada teknologi bioprinting yang berpotensi untuk menjadi alternatif yang reliabel.

2 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
2
0

This statement referred from