Merdeka Belajar Menuju Generasi Yang Bermoral
Merdeka Belajar Menuju Generasi Yang Bermoral
(oleh: Ignasius A Hasan)
Kemajuan teknologi saat ini menuntut semua umat manusia agar dapat beradaptasi dengan sebaik mungkin. Hal ini dapat dilihat di mana semua manusia banyak dibanjiri oleh berbagai informasi entah bernuansa positif ataupun negatif sehingga bukan tidak mungkin akan mengubah paradigma seseorang. Secara substansial kehadiran teknologi ini tentu membawa dampak baik bagi penggunanya dengan berkomunikasi melalui berbagai aplikasi seperti WhatsApp, instagram, Twitter, facebook, serta aplikasi lainnya. Kendati demikian, kehadiran teknologi ini juga membungkus beberapa problematika sosial yang sering terjadi seperti berita hoax, cyber bullying, teror teman sebaya melalui akun palsu dan beberapa persoalan lainnya. Kejadian seperti ini tentunya berdampak buruk di setiap sendi kehidupan. Tak terkecuali dalam komunitas pendidikan yang kita geluti.
Pendidikan pada esensinya adalah usaha untuk membentuk seseorang agar berguna bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.
Namun apabila paradigma peserta didik sangat dipengaruhi oleh gencarnya teknologi ini yang tidak membentuk pendidikan moral maka kepribadiannya serta komunitas pendidikan sangat terancam. Dalam konteks demikian kita tentu bertanya mengapa hal tersebut terjadi dan dimanakah peran pendidikan itu yang katanya dapat membentuk nilai moral dalam diri seseorang? Untuk menanggapi hal ini, kementrian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (kemendikbudristek) menggagas kurikulum baru yang dinamakan KURIKULUM MERDEKA BELAJAR. Melalui kurikulum ini kemendikbudristek Nadiem Makarim menilai bahwa kurikulum 2013 masih memiliki sejumlah kelemahan dalam penerapannya. Menurutnya, dengan diterapkannya kurikulum merdeka belajar, kegiatan belajar mengajar dapat lebih fleksibel bagi satuan pendidikan. (www.cnnindonesia.com). Selain itu, tujuan dicanangkannya program kurikulum merdeka agar antara dunia pendidikan dengan dunia digitalisasi memiliki hubungan yang integral atau saling melengkapi.
Hasil sensus penduduk pada 2020 menunjukan bahwa negara indonesia didominasi oleh generasi Z dengan total 74,93 juta jiwa atau 27, 93% dari total penduduk indonesia (Kompas, 20 agustus 2020). Hal inilah menjadi dasar mengapa kemendikbud memprioritaskan sistem pendidikan dengan mereparasi sistem kurikulum agar sesuai dengan perkembangan zaman. Patut kita sadari juga bahwa saat ini negara Indonesia sangat membutuhkan generasi penerus yang berintelektual tinggi, bermoral dan kepekaan sosial. Namun, tuntutan dari negara ini tidak diimbangi kemampuan IQ siswa. Data terakhir berupa hasil sensus rata-rata nilai tes IQ yang dilakukan oleh Ulsen Institute dan data word population review menunjukan bahwa skor IQ penduduk Indonesia mencapai 78,49 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke 132 dari 199 negara yang diuji (Kompas, 30 Januari 2022). Melihat hal ini, Indonesia sebetulnya berada pada dalam puncak krisis. Bagaimana tidak? Pencapaian akademik siswa belum secara optimal.
Implementasi kurikulum merdeka belajar.
Dengan diangkatnya Nadiem Makarim sebagai mentri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Kemendikbud ristek) bertujuan untuk membuka arah baru visi dan misi dari dunia pendidikan di Indonesia serta menjaga reputasi mutu pendidikan kita. Tujuan yang paling urgen dari kurikulum baru ini adalah terwujudnya pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman juga dapat memulihkan komunitas pendidikan dari bahaya hilangnya pembelajaran (learning losst) akibat pandemi covid 19 (Kompas, 18 Februari 2022).
Kurikulum ini banyak memberikan kemudahan bagi para guru dan terlebih khusus siswa sebagai subjek dan objek dalam dunia pendidikan agar sejalan dengan paradigma generasi muda di abad 21 ini. Salah satu yang paling fundamental dari implementasi kurikulum ini adalah pembuatan rencana pembelajaran (RPP) satu halaman (Kompas, 12 November 2021). Dalam pelaksanaannya RPP menjadi administrasi pembelajaran dan tidak menghalang pembelajaran. Sebab yang diprioritaskan di sini adalah mengenai keaktifan dari siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, melalui penerapan kurikulum baru ini siswa dapat mengekspresikan dan mengeksplorasi segala kemampuan dalam dirinya yang kemudian menopang kepribadiaannya serta dapat memenuhi tuntutan dunia saat ini. Melalui transformasi pendidikan digital saat ini, diutamakan agar media teknologi berbasis internet dapat memenuhi tuntutan dari kurikulum itu sendiri. Supaya pada titik ini terwujudlah sistem pembelajaran yang aktif serta memperoleh peserta didik yang bermoral dan berkompeten.
Hambatan penerapan kurikulum merdeka
Kurikulum merdeka merupakan suatu hal yang urgen bagi komunitas pendidikan yang telah mengalami kehilangan pembelajaran. Kendati demikian, kehadiran kurikulum ini juga membawakan beberapa persoalan yang muncul ketika menerapkannya. Pertama membutuhkan guru yang berkompeten dalam mendampingi siswa. Jika berkaca pada kejadian sebelumnya, Kemendikbud ristek memang telah mencanangkan program guru penggerak dan sekolah penggerak dengan mengikuti kurikulum prototipe, yang kemudian menjadi kurikulum merdeka. Guru penggerak diikuti oleh sekitar 32.000 guru dan program sekolah penggerak dilaksanakan di 2.500 sekolah (Kompas, 5 januari 2022).
Pada titik ini program pelaksanaan kurikulum merdeka belajar membutuhkan waktu yang cukup lama dan hal inilah yang menadi hambatan dalam menerapkan sistem kurikulum merdeka. Dikarenakan guru yang mengalami kewalahan dalam menemukan perangkat ajar, pelatihan, serta sumber belajar bagi siswanya. Kedua kurikulum merdeka belajar menerapkan sistem pendidikan yang bertransformasi menuju pendidikan berbasis digitalisasi. Jika hal ini menjadi suatu keharusan, lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas tersebut? Untuk menanggapi hal ini pemerintah mestinya memperhatikan komunitas pendidikan yang inklusif agar mereka dapat memperoleh pendidikan yang strukturnya lebih fleksibel.
Partisipasi orang tua dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar.
Sepenggal kalimat pribahasa yang paling familiar di telinga kita adalah “mendidik anak adalah ilmu yang tak pernah habis menjadi orang tua”. Artinya orang tua adalah motivator sekaligus formator pertama dalam mendukung dan mendidik anaknya agar menjadi anak yang baik dan berguna. Senada yang sama pula, permendikbud No 30 tahun 2017, menekankan mengenai keterlibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (www.jogloabang.com). Hal ini mau mengndikasikan bahwa partisipasi keluarga merupakan suatu hal yang urgen dan menjadi dasar atau fondasi dalam mempersiapkan masa depan anak yang cerah. Di dalam keluarga anak-anak dilatih dengan nilai moral seperti rasa tanggungjawab, kepekaan sosial, serta kejujuran merupakan kesatuan sikap moral dalam mendidik anak. Bagi penulis, partisipasi dari orang tua dalam melengkapi pendidikan dan mendampingi anaknya dapat tercermin dalam tindakan berikut.
Pertama sens of responsibility atau rasa tanggungjawab orang tua terhadap anaknya. Artinya, orang tualah yang pertama memberikan edukasi kepada anaknya agar mereka terlatih untuk menguasai cara-cara berinteraksi dengan orang lain serta membangun komunikasi sosial. Sehingga di sini paradigma seorang anak dapat dibentuk. Lebih dari itu, dalam lingkup yang luas yaitu dalam komunitas pendidikan guru akan menjadi lebih muda dalam mengontrol perilaku peserta didik. Hal ini juga menjadi hal penting dalam menerapkan model kurikulum merdeka belajar untuk membentuk peserta didik agar mencapai kematangan yang integral dalam aspek intelektual dan moral. Sehingga orang tua layak disebut parents are the main teacher. Yang berarti orang tua adalah guru pertama.
Kurikulum merdeka belajar salah satu solusi dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan sebelumnya. Sebagai salah satu bentuk transformasi atau rehabilitasi sistem pendidikan di Indonesia, diharapkan mendikbud tidak boleh hanya hasrat melakukan perombakan kurikulum tetapi juga seluruh sistem dan proses pendidikan. Alhasil, pendidikan di Indonesia akan menjadi lebih fleksibel dan mampu membentuk generasi milenial yang berintelek dan bermoral. Selain itu juga, tanggungjawab guru dan orang tua mesti menjadi prototipe dalam membentuk generasi milenial yang berkualitas serta visi dan misi dari dunia pendidikan dapat terwujud.