Pola Asuh Keras Atau Pola Asuh Seperti Apa Yang Harus Dilakukan Orang Tua? Seberapa Penting Penerapan Pola Komunikasi Terhadap Proses Tumbuh Kembang Anak?
Pernahkah kalian mendengar atau membaca suatu artikel yang berisi bagaimana cara pola asuh anak yang baik? Haruskah kita menggunakan pola asuh tegas, keras atau pola asuh dengan selalu memanjakan anak? Pola asuh seperti apakah yang sebenarnya baik bagi pola kembang tumbuh anak?
Berbicara tentang pola asuh anak, pasti tidak terlepas dari yang namanya pola komunikasi orang tua dengan anak. Pada dasarnya memang tidak dapat dielakkan bahwa pola komunikasi orang tua sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak.
Menurut Joseph A. Devito menjelaskan bahwa pola komunikasi atau bentuk komunikasi itu ada empat, yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi public dan komunikasi massa.
Menurut Yusuf (Fajarwati,2011) menyebutkan bahwa pola komunikasi orang tua dibagi menjadi tiga, yaitu pola komunikasi membebaskan, pola komunikasi otoriter, dan pola komunikasi demokrasi.
Lalu dari ketiga pola ini, manakah pola komunikasi yang baik bagi pertumbuhan kembang anak?
Oleh karena itu saya akan menjabarkan terlebih dahulu apa yang dimaksud ketiga pola komunikasi diatas menurut Yusuf (Fajarwati,2011).
- Pola komunikasi membebaskan ( Permissive )
Pola komunikasi permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pola komunikasi permisif atau dikenal pula dengan Pola komunikasi serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan - Pola komunikasi Otoriter
Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan–aturan yang kaku dari orang tua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum, bersikap mengomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat. - Pola komunikasi Demokratis
Pola komunikasi orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan – aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
Apabila menilik dari penjabaran diatas, menurut teman-teman pola komunikasi yang manakah yang lebih baik digunakan dalam pola asuh orang tua kepada anak? pola komunikasi membebaskan, pola komunikasi otoriter, atau pola komunikasi demokrasi?
Menurut pandangan saya, dirasa pola komunikasi demokratis merupakan pola komunikasi yang lebih baik digunakan orang tua dalam melakukan pola asuh kepada anak. Dibanding dengan pola komunikasi lainnya yang memiliki kelebihan dan kekurangan, saya pikir pola komunikasi demokratis ini sangat baik karena merupakan gabungan dari pola komunikasi membemaskan dan pola komunikasi otoriter. Pola komunikasi demokratis membiarkan anak melakukan semua hal yang anak sukai namun tetap dalam pengawasan dan aturan yang diberlakukan oleh orang tua kepada anak. Hal seperti inilah yang kemudian akan membuat anak merasa nyaman dan tidak merasa terkekang oleh orang tuanya.
Mungkin sebagian teman-teman yang membaca juga merasakan perilaku seperti apa yang teman-teman ingin dapatkan dari orang tua kalian bukan? Menurut kalian pola asuh seperti apakah yang kalian inginkan? Apabila kalian sependapat dengan saya, lalu hal seperti apa yang sebenarnya perlu dilakukan orang tua dalam melakukan pola asuh dengan menerapkan jenis pola komunikasi demokratis?
Hal yang perlu dilakukan oleh orang tua kepada anak dalam penerapan pola komunikasi demokratis ini dapat dimulai dengan melakukan hal-hal kecil seperti :
- Membiasakan dialog dengan anak
Membiasakan dialog dengan anak ini akan membuat anak merasa nyaman dan dekat dengan orang tua. Membiasakan dialog dengan anak juga dapat memperkuat ikatan (bonding) dan rasa percaya anak dengan orang tuanya. Sehingga apabila terjadi sesuatu hal yang terjadi di luar atau dalam kondisi tertentu yang dialami oleh anak, maka anak akan terbuka menyampaikan kepada orang tua dengan sendirinya dan tanpa harus ditanya kembali. - Menunjukkan sikap atentif saat sedang berkomunikasi
Sikap atentif yang dilakukan saat sedang melakukan komunikasi adalah dengan meninggalkan sejenak aktivitas yang sedang dilakukan orang tua. Orang tua focus mendengarkan pembicaraan anak dan tidak terfokus kepada hal lainnya seperti gadget. Dengan hal inilah anak akan merasa bahwa orang tuanya merupakan tempat cerita yang tepat dan anak akan merasa bahwa orang tuanya sangat peduli, menghargai dan memperhatikan dia. Dalam hal ini juga secara tidak langsung, orang tua memberikan contoh yang baik bagi anak berupa cara berinteraksi atau berkomunikasi yang baik dengan orang lain. - Mengelola emosi ketika berinteraksi
Mengelola emosi merupakan suatu hal yang penting yang harus dilakukan oleh orang tua ketika sedang berkomunikasi dengan anak. jangan sampai apabila suatu hari anak menceritakan atau jujur atas kesalahan yang diperbuatnya orang tua memotong pembicaraan anak lalu marah dan membentak anak dengan nada bicara yang tinggi atau bahkan mengeluarkan kata-kata kasar. Hal ini bukan berarti orang tua tidak boleh marah atau menasehati anak nya apabila melakukan kesalahan.
Maksud dari hal diatas, adalah orang tua harus menggunakan jeda untuk mendengarkan hal yang disampaikan oleh anak, dan alasan apa yang membuat anak melakukan kesalahan tersebut. hal ini dilakukan karena berkomunikasi dengan emosi negatif akan mengaburkan pesan yang seharusnya disampaikan oleh anak. - Memberikan kepercayaan kepada anak
Memberikan kepercayaan merupakan hal yang paling disenangi oleh anak. ketika mereka dipercaya oleh orang tuanya, maka mereka akan merasa bahwa orang tuanya akan selalu mendukung semua hal yang anak inginkan. Namun begitu dalam memberikan kepercayaan juga perlu diberi batasan berupa membatasi pada hal-hal positif saja.
Dari Ali bin Abi Thalib RA “ 7 tahun pertama perlakukan anak sebagai raja, pada tahun kedua (8-14 tahun) perlakukan anak sebagai tawanan, dan pada tahun ketiga (15-21 tahun) perlakukan anak sebagai sahabat.
Nah teman-teman bagaimana menurut kalian? Menurut kalian manakah pola komunikasi yang terbaik dalam proses pola asuh anak? yuk beri tanggapan di kolom komentar ya 😉. Semoga bermanfaat 😄