Kekerasan Seksual; Titik Paling Rendah Suatu Kejahatan

profile picture Risma Pertiwi


Komnas Perempuan menyebutkan bahwa, pelecehan seksual adalah tindakan yang bernuansa seksual, baik yang disampaikan melalui kontak fisik maupun kontak non-fisik. Di mana tindakan tersebut dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun mental.

Dalam penjelasan tersebut, kontak fisik dapat kita artikan sebagai kontak langsung antara pelaku dengan korban. Contohnya seperti yang banyak terjadi, pemerkosaan, memegang bagian privasi milik orang lain, dan lainnya.

Sedangkan, ancaman seksual dapat dimasukkan ke dalam pelecehan dengan kontak non-fisik. Seperti ancaman menuju ranah pemerkosaan, menyebarkan gambar-gambar tidak sepantasnya, dan sejenisnya.

Dalam kasus ini, kemungkinan besar para pelaku tidak akan berpikir panjang untuk melakukan tindak kejahatan. Yang terpenting hasrat mereka dapat tertuntaskan, tidak peduli kepada siapa mereka menuntaskan hasrat tersebut dan di mana tempatnya.

Sedangkan tidak sedikit pula korban yang terkena dampak besar dalam hidupnya. Seperti depresi berat yang memungkinkan mereka untuk melakukan bunuh diri, trauma akan dunia luar, enggan melakukan kontak fisik maupun non-fisik dengan lawan jenis, dan masih banyak dampak buruk yang bisa terjadi.

Kita bisa mengambil kasus yang beberapa saat lalu pernah menghebohkan dunia maya. Di mana seorang dosen yang melecehkan mahasiswinya, tetapi tidak ada hukuman setimpal yang didapat oleh pelaku. Alasannya? Korban yang kalah akan kekuasaan.

Melihat hal ini tentu ratusan bahkan ribuan korban pelecehan di luar sana enggan melaporkan kekerasan seksual yang mereka dapat pada pihak berwajib. Apabila bukan karena kekuasaan yang tidak setara, ancaman yang diberikan pelaku dapat menjadi faktor utamanya.

Yang lebih membuat herannya lagi, tidak sedikit anak di bawah umur yang turut menjadi korban. Kebanyakan, pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Entah itu paman, kakek, bahkan ayah kandung. Dalam kasus ini, pola pikir para pelaku yang harus dirubah. Jika tidak, tidak memungkinkan bila ada korban-korban berjatuhan selanjutnya.

Selama masa pandemi, tingkat kasus kekerasan seksual meningkat cukup drastis. Hal ini membuat kekhawatiran sendiri bagi banyak orang. Melihat banyaknya kasus PHK yang dilakukan oleh banyak perusahaan besar, menjadi kemungkinan besar penyebab utama meroketnya kasus ini. Banyaknya pengangguran sehingga membuat para pelaku melampiaskan dengan berbagai macam jenis kejahatan, termasuk kekerasan seksual.

Terhitung jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA.

Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.

Lalu, bagaimana peran pemerintah dalam mengahadapi kasus kekerasan seksual?

Dikutip dari kompasiana.com
Permasalahan yang berkaitan dengan kekasan seksual terhadap wanita didukung penuh oleh organisasi yang ada di Indonesia yaitu Komnas Perempuan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan merupakan lembaga negara yang independen, terbentuk pada tanggal 9 Oktober 1998 dan diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 pemerintah berupaya melakukan manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap anak secara utuh dan terintegrasi, mulai dari pengaduan hingga pendampingan anak korban kekerasan.

"Persoalan pengelolaan kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi catatan bagi kami. Biasanya masih ada penanganan kasus yang tidak utuh dan selesai, dan tidak ada tindak lanjut lainnya. Pengelolaan kasus kekerasan terhadap anak harus tuntas dengan menggunakan manajemen penanganan kasus, mulai dari penjangkauan hingga pemberian pendampingan yang dilakukan secara utuh. Selain itu juga harus dilihat dampak dan manfaatnya, jadi tidak hanya aspek penegakan hukum dan kesehatan korban saja. Proses pemulihan juga menjadi kata kunci pada kasus kekerasan terhadap anak. Anak korban juga harus diperhatikan bagaimana kebutuhannya saat ia kembali ke sekolah dan masyarakat," jelas Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar pada Media Talk Kemen PPPA Review dan Diskusi Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Anak. 

Jadi, bagaimana cara kita—terutama kaum perempuan—untuk menjaga agar tidak menjadi korban kekerasan seksual?

Sebenarnya, ada banyak cara bagi para perempuan untuk melindungi diri dari kasus kejahatan ini. Contoh yang pertama, belajar bela diri atau membawa alat pelindung diri untuk tetap berjaga-jaga. Walaupun di tempat ramai sekalipun, kita harus tetap waspada, karena banyak tangan-tangan jahil yang selalu mencuri kesempatan dalam kesempitan untuk kepuasan pribadinya.

Yang kedua, menghindari berjalan di tempat yang sepi sendirian. Selain adanya kasus pembegalan, tidak sedikit pula kasus kekerasan seksual yang terjadi di tempat sepi. Selain lebih leluasa untuk mencari korban, kecil kemungkinan pula adanya orang lain untuk menolong.

Yang terakhir, membangun rasa percaya diri dan sikap berani dalam diri. Rasanya, inilah cara utama yang paling penting untuk menjaga diri. Dengan adanya kedua sikap ini, kita mampu untuk melawan para pelaku, atau setidaknya dapat meminta bantuan dari orang-orang sekitar.

Kasus kekerasan seksual memang tidak bisa kita tebak akan terjadi pada siapa dan dilakukan oleh siapa. Karena itulah kita harus selalu waspada pada lingkungan sekitar, dan meningkatkan rasa kepedulian terhadap orang lain.

2 Agree 0 opinions
2 Disagree 0 opinions
2
2
profile picture

Written By Risma Pertiwi

This statement referred from