Mempaiki Dunia Dengan Memperbaiki Kesehatan Mental Anak
Di peradaban kita yang penuh dengan teknologi ini, banyak sekali tantangan yang penuh kontroversi. Kita berlomba-lomba menjadi yang terbaik dengan memanfaatkan segala potensi diri. Menciptakan hal-hal baru yang mungkin dapat menarik minat masyarakat.
Seluruh orang tua berusaha semaksimal mungkin mendidik anaknya agar tidak kalah saing. Segala cara dikerahkan agar prestasi anak-anaknya dapat diceritakan kesana-sini. Tanpa sadar, di sekolah para anak pun juga diberlakukan seperti itu. Prestasi hanya untuk meningkatkan citra diri sekolah, sehingga hanya anak-anak berprestasi yang dikembangkan potensinya, sedangkan yang lain disembunyikan karena dianggap tak memiliki potensi diri, padahal semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bahkan tingkat kepintaran pun hanya dilihat dalam hal akademis, nilai berkedudukan merah selalu menjadi sasaran empuk untuk orang dewasa memarahi habis-habisan anaknya. Tidak hanya sekedar makian, bahkan ada beberapa yang menyakiti fisik anaknya. Tujuannya baik agar anak-anak dapat memiliki masa depan yang cerah, tetapi cara mendidik itulah yang salah. Apakah mereka tidak memperhatikan tingkah laku anaknya? Bagaimana dengan kondisi mental health yang mereka punya?
Itulah yang akan kita bahas dalam artikel ini. Kondisi kesehatan mental pada para generasi muda jaman ini. Banyak orang sudah tidak memedulikan tentang hal ini, tanpa sadar banyak pula dari kita menimbulkan luka dan semakin menorehkannya. Kita tidak mau mendengarkan pendapat dari anak-anak kita dan akhirnya hanya memicu suatu hubungan dengan anak yang tidak harmonis.
Mental healt adalah salah satu ilmu psikolog yang memelajari tentang kesehatan mental seseorang. Sebenarnya banyak sekali buku-buku tentang self-improvement yang ditulis para psikolog diberbagai dunia. Tak sedikit pula yang penjualannya laris. Hal ini menunjukkan bahwa banyak orang yang membutuhkan perawatan terhadap mental mereka. Tetapi, sebagian pula ada yang tidak peduli dan memilih bertahan memasrahkan diri hingga berujung beberapa diantaranya melakukan bunuh diri.
Kita yang hidup di jaman kini, perlu memerhatikan hal-hal sepele yang mungkin dapat memicu kerusakan mental seseorang. Misalnya: komunikasi. Ini menjadi permasalahan utama dalam kehidupan di jaman ini.
Komunikasi adalah hal terpenting yang mulai 'disalahgunakan' penggunaanya. Kini, banyak sekali cara-cara berkomunikasi tetapi, tetap saja komunikasi yang baik adalah ketika bertatapan muka dan bertemu langsung yang dilakukan secara interpersonal maupun lebih. Bahkan di jaman ini, komunikasi secara langsung memiliki berbagai hambatan.
Inilah yang menjadi salah satu faktor kerusakan mental health pada anak. Orang dewasa yang terlampau sibuk dengan pekerjaan masing-masing membuat komunikasi kepada anak menjadi sulit. Pengawasan terhadap anak juga semakin menurun, akibatnya orang tua tidak mengetahui apa yang disukai anak dan apa yang dibenci. Ketika bertatap muka secara langsung minim terjadi, hal ini menyebabkan 'keengganan' dan ketidak nyamanan anak untuk mengungkapkan isi hati. Anak pun memilih untuk menyembunyikan karena takut mengganggu kesibukan orang tua. Walaupun begitu, orang tua juga tidak sepenuhnya bersalah karena mereka hanya ingin dapat membahagiakan anaknya dan mencukupi setiap materi yang dibutuhkan anaknya. Tetapi ketahuilah, tidak itu yang dibutuhkan seorang anak. Anak hanya membutuhkan perhatian kedua orang tuanya. Mereka hanya ingin orang tua menyempatkan diri menemani mereka dalam mencari jati diri dan menemani mereka mengembangkan potensi diri yang terpendam. Komunikasi dengan pertemuan secara langsung serta kata-kata penyemangat yang diucapkan orang tua sangat berdampak untuk membentuk karakter anak yang positif. Setidaknya ketika mereka gagal, jangan sampai terucap kalimat negatif yang membuat mereka semakin kecewa. Mungkin mereka terkesan tidak peduli, tetapi jauh dari lubuk hati, mereka juga ingin memperbaiki untuk membanggakan orang tua. Jadi, jangan jatuhkan mereka terlebih dahulu. Kalimat-kalimat yang kita ucapkan sangat berdampak.
Dalam hal ini, banyak generasi muda mengunjungi psikolog akan hal hal seperti ini. Selain itu, masalah mental health anak ini juga dapat terjadi oleh pertikaian yang dilakukan oleh orang dewasa. Dengan ini kita dapat menyimpulkan bahwa jangan sampai kita melupakan sosok makhluk yang tidak berdosa yang dititipkan Tuhan untuk melengkapi kehidupan kita. Kita semua, seluruh manusia di muka bumi ini berhak bahagia. Kebahagiaan masuk dalam HAM (Hak Asasi Manusia) dan juga merupakan suatu anugerah yang diberikan Yang Maha Kuasa. Baik orang dewaaa, remaja, anak kecil, bayi kita berhak bahagia dengan pilihan masing-masing. Tetapi jangan sampai kita menjadi rakus dan merampas apa yang seharusnya milik orang lain.