Ketika gadget sudah menjadi candu bagi si anak
Zaman sekarang merupakan zaman dimana manusia sudah memasuki era globalisasi dengan perkembangan teknologi dan pesatnya penyebaran informasi tanpa batas. Tentunya dengan perkembangan tersebut mampu mempermudah urusan atau aktivitas manusia. Salah satu teknologi yang sering kali kita jumpai yaitu gadget. Teknologi dengan unsur kebaharuan yang berukuran lebih kecil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) gedget bisa juga disebut gawai.
Dengan adanya gadget, kita bisa berkomunikasi dengan lawan berbicara yang jauh sekalipun. Bahkan kita bisa mengakses berbagai informasi terbaru melalui gadget. Hal terpenting yang harus para pengguna ketahui adalah bagaimana cara menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dimana gadget dapat mempengaruhi persepsi serta perilaku sosial. Bagai pisau bermata dua, begitulah istilah yang cocok untuk gadget. Dimana memiliki sisi positif dan negatif.
Gadget memiliki berbagai macam bentuk diantaranya, Smartphone, TV 3D, Notebook, kamera digital, MP3 player dan lain sebagainya. Yang memiliki tingkat penggunaan tertinggi yaitu Smartphone. Entah itu di kalangan orang tua maupun muda, mereka cukup lihai dalam menggunakannya. Dan banyaknya diantara mereka sangat bergantung pada alat tersebut.
Dikutip dari Okezone.com, Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati (2019) mengatakan bahwa, jika era digital tidak menafikkan bahwa kehidupan manusia sangat bergantung pada alat-alat teknologi. Hadirnya era disrupsi menyebabkan perubahan pola kehidupan manusia, yang didalamnya juga mempengaruhi kehidupan individu, orang tua hingga anak – anak.
Yang menjadi sorotan adalah banyaknya pengguna seperti anak usia dibawah 10 tahun, yang sudah memiliki Smartphone dengan berbagai fitur game dan aplikasi sosmed seperti Facebook, Instagram, Line, Tiktok, Twitter dan lain sebagainya. Maka dari itu gadget menjadi “candu” bagi anak – anak. Dan banyak diantara mereka yang tidak diawasi oleh orang tuanya.
Bisa jadi si anak mengakses segala macam fitur yang tersedia di Smartphone sesuai dengan keinginannya. Dan yang lebih fatal lagi, anak akan mengalami gangguan kesehatan, karena menggunakan Smartphone secara terus menerus. Anak akan lebih suka dan berlama - lama menatap layar Smartphone, mengurung diri dengan kesenangannya, ketimbang bermain diluar bersama teman-temannya yang bisa mengeluarkan keringat dan mengasah kreatifitas. Dari aktivitas tersebutlah menyebabkan obesitas, gangguan penglihatan (minus), dan tentunya anak akan menjadi anti sosial atau introvet. Anak juga bisa mengalami agresivitas dalam hal kriminalitas karena menonton atau bermain game yang penuh dengan kekerasan dan sering kali si anak tidak bisa mengontrol apa yang ia ucapkan, seperti kata-kata toxic.
Dikutip dari Okezone.com, Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati (2019) menyatakan jika, untuk bergerak pada situasi tertentu ada pula anak yang menjadi agresif dan mengalami problem fokus karena kecanduan HP.
Maka dari itu pengawasan dari orang tua pun sangat penting, memegang kendali penuh atas anak. Bijak dalam memfasilitasi penggunaan gadget pada anak agar anak tetap berkembang tanpa adanya kerugian dan anak bisa tau tentang dunia teknologi atau tidak gagap teknologi. Memberinya ketegasan sebuah peraturan akan lebih baik bagi si anak saat memegang gadget. Mulai dari batas waktu pemakaian gadget, memberi pengarahan dan bimbingan tentang aplikasi apa saja yang di perbolehkan di buka untuk usianya, kunci beberapa aplikasi yang kurang aman bagi si anak, awasi setiap gerak gerik anak saat menggunakan gadget, membuat akun sosial media saat usianya sudah mencukupi dan tetap dalam pengawasan. Beberapa peraturan tersebut sangatlah penting agar mereka tetap dalam jangkauan orang tua.
Memberinya suatu hal menarik dari gadget agar anak mau belajar dengan asik, yang tidak muluk-muluk harus belajar dari media buku yang cukup membosankan bagi si anak. Belajar sambil main, terdengar menarik dan menggiurkan. Anak akan belajar literasi dengan bebagai tampilan animasi dan backsong yang ceria. Peranan orang tua disini sangat dibutuhkan bagi perkembagan si anak.
Dikutip dari Okezone.com, Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati (2019) berpendapat bahwa, positif dan negatifnya, membuat aturan yang tepat dan memberikan pendidikan literasi digital kepada anak.anak akan memahami kapan menggunakan HP, menggunakan HP dengan bijak, kapan membuat medsos, bagaimana menggunakannya, aturannya.
Gadget sebenarnya adalah teknologi canggih yang tidak harus kita terlalu waspadai. Kembalikan lagi bagi para penggunanya, gadget akan sangat membantu jika si pengguna sudah benar dalam cara pemakaiannya. Dan akan menjadi sebaliknya, jika si pengguna salah dalam menggunakan atau memanfaatkannya akan merugikan bahkan membahayakannya. Maka dari itu, pintar-pintarlah dalam memanfaatkan dan menggunakan gadget.
Jadikanlah gadget sebagai media untuk menambah wawasan, menjadikannya sebagai wadah suatu konten yang edukatif serta inspiratif, dan mengasah kreatifitas bagi si anak. Agar melahirkan generasi penerus bangsa yang positif dalam menggunakan gadget.