Eks Direktur WHO Jelaskan 3 Klasifikasi Hepatitis Akut
Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, yang juga Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 . ISTIMEWA
Mantan Direktur Penyakit Menular World Health Organization (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan tiga klasifikasi atas kasus hepatitis akut berat yang sekarang dilaporkan di berbagai negara. Klasikasi ini berasal dari WHO sendiri, dengan tambahan satu catatan.
Klasifikasi pertama adalah kasus terkonfirmasi (confirmed) yang secara jelas disebutkan bahwa belum ada definisinya. Klasifikasi ini terjadi karena memang sampai sekarang dunia belum tahu pasti apa penyebab hepatitis yang sekarang ini merebak.
"Masih perlu penelitian setidaknya dalam 5 aspek," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu, 7 Mei 2022.
Kelima aspek itu yaitu apakah mungkin ada perubahan pada adenovirusnya; apakah ada virus-virus lain yang juga bersama-sama berperan menimbulkan penyakit; serta apakah ada faktor lain seperti toksin, pencemaran makanan atau aspek lingkungan.
Berikutnya, apakah mungkin ada hal tertentu pada pasien yang terkena penyakit ini. terakhir, apakah mungkin adanya peningkatan kerentanan kepekaan anak-anak sesudah relatif rendahnya sirkulasi adenovirus selama pandemi Covid-19.
Klasifikasi kedua adalah probable, yaitu pasien yang menunjukkan gejala penyakit hepatitis akut (tanpa adanya virus hepatitis A sampai E). Lalu, pasien ini juga memiliki kadar serum transaminase >500 IU/L (AST atau ALT), yang berumur di bawah 16 tahun, terjadi sejak Oktober 2021.
Klasifikasi ketiga yaitu “epi-linked” atau ada hubungan epidemiologik. Kondisi yang masuk dalam kelompok ini adalah seseorang yang menunjukkan gejala penyakit hepatitis akut (tanpa adanya virus hepatitis A sampai E).
"Umur berapa saja, yang punya kontak erat atau langsung (close contact) dengan kasus probable," kata Tjandra.
Selain ketiga klasifikasi di atas, kata dia, WHO memberi catatan khusus kalau pasiennya ada gejala dan keluhan sesuai hepatitis. Akan tetapi, hasil laboratorium serologi untuk mendeteksi virus A sampai E belum ada dan masih ditunggu.
"Maka dapat disebut sebagai pending classification," kata dia.
Di Indonesia, sudah ada tiga kasus hepatitis akut pada anak. Kementerian Kesehatan pertama kali melaporkannya pada 1 Mei 2022 setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta, dengan dugaan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya meninggal dunia.
Untuk tiga kasus ini, Tjandra menyebut
hasil laboratorium virus hepatitisnya dari A sampai E belum keluar. Sehingga, sementara ini mungkin dapat dikelompokkan sebagai pending classification.
"Begitu juga kalau ada laporan-laporan hepatitis akut berat pada anak di daerah lain di Indonesia," kata Tjandra.
Terakhir pada 5 Mei, juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, juga telah menjelaskan kalau ketiga kasus ini belum bisa digolongkan sebagai penyakit hepatitis akut dengan gejala berat.
Ketiganya masuk pada kriteria pending classification karena masih ada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan. Terutama pemeriksaan adenovirus dan pemeriksaan Hepatitis E yang membutuhkan waktu.
"Antara 10 sampai 14 hari ke depan," kata Nadia dalam keterangan tertulis.