Sudah Merakyatkah Wakil Rakyat Kita?
Wakil rakyat adalah orang-orang pilihan yang mengemban amanat rakyat berdasarkan konstitusi. Suatu ketika akan terjadi pagelaran pemilihan dari beberapa calon wakil rakyat untuk dipilih dan duduk di kursi pemerintahan baik legislatif dan eksekutif. Banyak janji-janji yang diutarakan, mulai dari pemberantasan kemiskinan, tersedianya lapangan kerja, keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Subsidi-subsidi membuat mata rakyat berlinang dan terharu akan hal yang akan diperjuangkan para kesatria berdasi ini nantinya. Akan tetapi, ironisnya hal yang terjadi kadang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Awalnya berbicara tentang bantuan ini itu, pengembangan pembangunan, sarana prasarana dan fasilitas umum yang dijanjikan lebih terdengar seperti kabar angin yang simpang siur.
Menurut survei LSI (Tempo,2021), Dewan Perwakilan Rakyat dan partai politik menempati posisi dua terbawah lembaga yang dipercaya publik yakni masing-masing 75% . Sementara lembaga yang paling dipercaya publik antara lain Tentara Nasional Indonesia (95%), diikuti gubernur (91%), bupati/wali kota *90%), presiden (88%), pemerintah pusat 85%), Komisi Pemberantasan Korupsi (83%) dst. Yang menjadi garis bawah adalah nilai kepercayaan kepada DPR dan partai politik yang perlu membenahi diri dalam pelayanan terhadap masyarakat.
Kritik pedas terhadap wakil rakyat tak akan pernah sirna sebab rakyat sendiri memilih sosok mereka. Namun juga tidak bisa kita salahkan mentah-mentah, apabila wakil rakyat hanya bekerja sendiri. Perlu diadakan sebuah mediasi khusus agar rakyat dan wakilnya dapat bekerja bersama-sama, proaktif. Saling mengingatkan dan memberi tahu, namun diskomunikasi antara rakyat dan wakil rakyat seringkali kurang terjalin dengan baik. Ibaratkan seperti seorang pasangan yang kehilangan komunikasi, relasi kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Padahal kekuasaan negara kedaulatan kita ini berada di tangan rakyat. Hari ini mengemis suara rakyat, ketika duduk pura-pura amnesia.
Wakil dan rakyat seharusnya bisa bergandeng bersama, bersatu padu dan menjadi kekuatan penuh dalam proses pembangunan. Kita tidak ingin meragukan praktik nyata ideologi luar biasa kita, yaitu Pancasila. Tetapi ini dasar yang penting dalam praksis hidup dan falsafah sebagai warga negara yang baik dan benar. Di sana dikatakan jelas, Persatuan Indonesia. Ini mau menggambar bahwa Indonesia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa persatuan. Bukan karena wakil rakyat berada di atas dan rakyat berada di bawah. Justru wakil rakyat ada, karena kekuasaan rakyat ada di pundak mereka.
Sesungguhnya ditekankan kembali bahwa wakil rakyat pada kenyataannya memang berasal dari rakyat. Mereka punya andil besar terhadap rakyat dalam membangun negara dan bangsa ini. Minimal kampung halaman mereka sendiri, pendidikan di daerah terpencil, pekerjaan bagi sarjana-sarjana kita yang menganggur, dan penghargaan bagi mereka yang berjasa mengharumkan negeri melalui prestasi. Ironisnya, manusia-manusia yang disebut sebagai rakyat ini rata-rata tidak dihargai sama sekali. Akhirnya kesan dari seorang wakil rakyat lagi-lagi dihujani dengan kritik pedas dari segala penjuru mata angin.
Tuntutan wakil rakyat yang berlebihan membuat rakyat yang semakin cerdas semakin tahun kehilangan loyalitas pada wakil rakyat. Upah yang cukup besar menurut rakyat dari uang rakyat dirasa masih belum cukup. Dana aspirasi sempat menjadi trending hangat di berbagai media. Tahukah anda, komentar-komentar rakyat di media-media mana saja entah medsos, televisi, koran, radio dan lain-lain menyoroti itu semua selama kurang lebih satu bulan. Rakyat tidak ingin berpikir skeptis dengan para wakilnya jika si wakil rakyat tidak menunjukkan objek yang menjadi penghakiman para rakyat.
Dana aspirasi ratusan juta rupiah bagi DPR itu menjadi pukulan keras di tengah-tengah krisis yang terjadi di sekeliling kita. Tahukah bapak ibu wakil rakyat yang terhormat, masih banyak anak-anak yang tidak lanjut sekolah. Masih banyak keluarga yang tidak mampu membeli beras dan rumah. Masih banyak sarjana-sarjana pintar kita yang menganggur. Masih banyak tindakan kekerasan anak dan Hak Asasi Manusia yang tidak mendapat perlindungan negeri ini, masih banyak dan masih banyak lagi.
Mengenai dana aspirasi, pernah diusulkan oleh Fraksi Golkar DPR. Gagasan tersebut menyatakan agar setiap anggota DPR diberikan jatah alokasi dana sebesar Rp 15 miliar per tahun untuk daerah pemilihannya. Dana itu diambil dari APBN setiap tahunnya. Dengan kata lain, merujuk pada jumlah anggota DPR 560 orang (tahun 2011), besar anggaran untuk dana aspirasi DPR (DAD) tersebut mencapai Rp 8,4 triliun per tahun. Ini angka yang sangat gemuk yang harus dipikul rakyat dengan visi aspirasi yang masih kabur keberadaannya. Pembengkakan usulan dana aspirasi masih terjadi pada 2014-2019, sekitar Rp 20 milyar. Data tersebut dibeberkan secara blak-blakan oleh Krisdayanti, artis dan anggota Komisi IX DPR RI. Sebenarnya, adanya dana aspirasi tersebut bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pembangunan, dan percepatan turunnya dana pembangunan ke daerah yang dirasa belum memuaskan. Tujuan dana aspirasi tersebut dirasakan masih berupa konsep, dan belum dapat dipertanggungjawabkan rincian atau model penerapannya. Maka tidak heran di sana sini menolak kehadiran dana aspirasi bagi rakyat. Takutnya dana segar itu dipakai secara tidak bertanggung jawab oleh oknum wakil rakyat sebagai jalan 'balik-kerugian'.
Mungkin sudah kering air mata ibu pertiwi menatap pilu nasib kekasihnya bangsa Indonesia tercinta. Banyak wakil rakyat kini hanya duduk di kursi saja, melakukan wacana-wacana yang tidak pro-rakyat. Wakil rakyat masih memikirkan diri sendiri. Rakyat juga semakin cerdas semakin waktu berlalu. Rakyat juga membutuhkan bukti-bukti bukan sekedar janji. Bapak ibu wakil rakyat terhormat kini disorot rakyat dari kejauhan di seluruh negeri. Tak sedikit terdengar selentingan yang agak nyeleneh,”Ah, wakil rakyat cuma tahu ngomong aja”. Sejenak membuat tertegun siapa saja yang awalnya berambisi menjadi wakil rakyat menjadi ciut karena kepercayaan rakyat semakin menurun.
Telitilah dengan seksama kejadian-kejadian umum atau khusus yang boleh dianggap sebagai observasi penelitian ketika bapak ibu wakil rakyat masih menginjak bangku kuliah sebagai mahasiswa. Temukan permasalahan dan buatkanlah sebuah solusi yang nyata. Rakyat yang menulis artikel ini juga hanya bisa berbicara, tapi dia tahu dan percaya bahwa wakil rakyat bisa melakukan lebih daripada ia yang sekedar berkata. Inilah curahan hati salah seorang rakyat kecil yang boleh jadi didengarkan sebagai pengingat bahwa kita juga berasa dari rakyat.
Di mata Tuhan kita semua sama, tidak ada yang sempurna. Semua ada kelemahan dan kelebihan, akan tetapi penulis mengutip Iwan Fals dalam lagunya yang mengatakan bahwa wakil rakyat adalah manusia setengah dewa. Semua permasalahan hidup rakyat, berada di tangan wakil rakyat. Bukan hanya bisa bicara saja seperti kami, para mahasiswa yang disiapkan juga seperti bapak ibu wakil rakyat di dunia kerja dan mungkin akan menjadi salah seorang wakil rakyat. Saat ini, idealisme mengguncang jiwa kami untuk menjerit sekeras-kerasnya. Sungguh lelah melihat pemberitaan mengenai kasus korupsi berjamaah yang menimpa para wakil rakyat. Dengan sumringah menyembulkan senyuman kebanggan mengenakan ropi oranye yang ironis. Kami sesungguhnya menyayangi para wakil rakyat dan menghimbau agar segera berpikir rasional untuk arah yang membangun. Anggaplah ini sebagai masukan bersama untuk mementingkan kebutuhan bangsa dan negara daripada keperluan pribadi dan kelompok semata.
Marilah kita ingat kembali amanah rakyat yang paling utama. Lupakan dahulu sejenak tuntutan naik gaji dan dana aspirasi. Coba berpikir bersama, bagaimana cara menurunkan harga barang di pasar supaya rakyat dan wakil rakyat sama-sama enak soal makan dan hidup nyaman. Lihatlah sendiri rakyat kita, ulurkanlah tangan untuk rakyat. Gunakan kekuatan rakyat untuk membangun negeri kita bersama-sama. Karena kedaulatan negara kita masih berada di tangan rakyat. Bangunlah negeri ini atas nama rakyat dengan senjata kejujuran, keadilan, martabat sebagai wakil rakyat yang sungguh-sungguh perwakilan dari rakyat. Masukan ini jelas tidak hanya untuk wakil rakyat dari badan legislatif, tetapi juga badan yudikatif dan bahkan Presiden dan para menteri sebagai lembaga eksekutif pemerintahan negara kita.