TERKESAN DENGAN KESAN
Ketertarikan pada sifat manusia dan berbagai tindakan perilaku yang tersirat ataupun tidak, merupakan suatu cakupan yang diambil untuk diteliti dan dipahami bagaimana cara menyikapi dan mengambil tindakan di dalamnya. Sering kali kita selalu memiliki anggapan dan pandangan dari suatu aspek tertentu yang biasa disebut kesan.
Hal serupa pula kerap kita pelajari dalam pengetahuan umum lainnya yang disebut sosiologi. Sosiologi merupakan pengetahuan akan penelitian dasar tentang perilaku dan sosialitas manusia. Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Seperti halnya interaksi sosial, permasalahan sosial, mobilitas dan lain sebagainya.
“Kesan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah membekas, meninggalkan jejak. Atau katakanlah suatu hal yang dapat membuat seseorang menyadari adanya bekas yang bisa didapat secara mendalam.
Pun perlu diketahui, kesan juga dapat dikategorikan dalam bidang sosial. Sosial merupakan suatu hal yang bersifat “tidak berdiri sendiri”. Tentu perihal ini dapat mengundang berbagai unsur yang dapat memicu perubahan dari kata “sosial” ini termasuk kesan.
Disini, saya ingin menyajikan berbagai kesan kejadian pada cakupan sosial yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari.
Yang pertama, dari cara tampilannya. Pernahkah kalian menilai suatu objek dari penampilannya? Gaya style yang bisa dikatakan merupakan cerminan dari sifat yang dimilikinya. Mengapa demikian? Memangnya siapa kita yang langsung menvonis sifat seseorang dari tampilannya? Atau mungkin memangnya siapa yang memberlakukan definisi tersebut?
Memang ya, terbukti dari beberapa kejadian orang orang yang biasanya akan menggunakan pakaiannya sesuai apa yang disukanya atau mendefinisikan dirinya bahwa “inilah gayanya”.
Contoh anak indie atau sastra yang ingin tampil aesthetic, rapi dan elegan. Pun dengan kalimat yang dipikirnya dan beragam cover lainnya yang ingin terlihat sedap dipandang.
Tetapi tentu, definisi ini tidaklah secepat itu untuk keinginan seseorang mengenal definisi seseorang lebih jauh. Karena bisa jadi apa yang dilihat, belum tentu serupa pula baiknya pada apa yang dilihatnya. Pun begitu sebaliknya.
Yang kedua, opini yang saya simpulkan ialah dari beberapa kalimat yang dilontarkannya. Ingin mengetahui kualitas seseorang? Coba saja lihat kalimat kalimat yang ia pilah dalam sebuah percakapan.
Seseorang jika semakin dalam pikiran ia dalam suatu bidang maka semakin menjerumus pula ia di setiap kalimatnya yang ia tekuni dalam bidang tersebut. Contoh saja seseorang yang memperdalam dalam bidang agama. Maka kesan yang ingin ia tunjukkan adalah kebaikan dan dapat bermanfaat untuk orang lain.
Tetapi tentu pula merupakan hal yang sama seperti yang pertama. Tidak semua dalam kalimat itu merupakan cerminan pada dirinya. Bisa saja ia pandai berlogika melalui gestur sikap dan permainan kata manis untuk memanipulasi dan menjerumus pada kriminalitas.
Atau mungkin kita berdalih pada emosional yang biasa kita ketahui. Seperti marah, sedih, atau kecewa. Orang yang sedang emosi, dominan ia akan terpacu pada apa yang sedang ditekankan emosinya. Pun tidak fokus pada apa yang ada di sekitarnya. Tentu hal ini akan berdampak buruk nantinya jika tidak segera mereda.
Lalu bagaimana cara kita mengetahui kesan seseorang melalui dunia virtual? Era digital yang berkembang saat ini, orang orang lebih memilih untuk berinteraksi pada sesama manusia melalui smartphone tanpa bertatap muka secara langsung. Malah mungkin bisa dikatakan untuk mengetahui kesan pada kasus ini, cukup mudah dengan melihat pola "status" atau beranda posting yang ia unggah dalam media sosial atau aplikasi chat yang kita kenal dengan Whatsapp.
Pun ketika kita berdalih untuk merekap kesan seseorang dari kalimat, kita bisa mengetahuinya dari antusias seseorang itu untuk membalas pesan yang kita kirim. Dominan, orang orang akan membalas pesan dengan baik ketika ia mendapatkan kesan yang baik dari penerima pesan. Juga dari pesan kalimatnya, apakah ia mengirim pesan yang cukup akrab untuk dibaca. Tidak hanya singkat dan berkesan tidak peduli.
Lalu untuk yang ketiga, orang orang akan mendapatkan “kesan” melalui sikap dan perilakunya. Biasanya untuk yang satu ini, dibuat terkesan karena jarang yang menggunakannya.
Saya ingin mengambil satu contoh baru-baru ini yang membuat warganet terkesan dan menjadi viral karenanya. Saya kutip unggahan dari suara.com “Beda dari lainnya, Anime Lovers Berikan Takjil Sekalian Cosplay, Warganet: Wibu Halal”
Mari kita kaji beberapa hal. Bukankah berbuat kebaikan itu berlaku untuk siapa saja? Bahkan kalau dipikir-pikir, amat banyak kebaikan yang tertampak terutama di bulan Ramadhan dengan kebaikan khasnya: berbagi takjil secara cuma-cuma.
Lalu apa yang membuat warganet terkesan hingga viral? Seperti yang sudah tertulis tadi, pertama karena tampilannya yang mencolok. Kedua karena perilaku yang mereka tampakkan tidaklah terlalu sebanding dengan beberapa aktivitas wajar para wibu lainnya. Sikap mereka yang heroik dan dengan kecintaan pada animasi Jepang tersebutlah yang membuat warganet terkesan hingga viral.
Karena itu, warganet disini otomatis berpandang tidak hanya mereka saja yang dapat berbuat kebaikan, tetapi semuanya bahkan untuk seukuran wibu pun dapat berbuat kebaikan. Dan tentu, selanjutnya mereka beranggapan bahwa kebaikan itu didapat dari orang-orang yang ingin mendapatkannya.
Lalu memangnya apa gunanya mengetahui asal muasal seseorang terkesan pada sesuatu? Sederhana, orang yang mengetahui sifat dasar sosial seperti ini, ia akan mempersiapkan diri untuk memberikan kesan terbaik pada seseorang atau bahkan kepada orang yang baru saja dikenalnya.
Atau pernah melihat orang membully dan dibully? Mereka seperti itu karena mereka mendapatkan “kesan” yang buruk dan memberikan “kesan” yang buruk pula kepada orang yang melihatnya. Sehingga kesan bullying ini tidak akan punah jika mereka terus terusan mendapat kesan yang buruk itu.
Memang, selain takdir yang sudah tertulis bahwa ia akan mendapatkan kesan tersebut, ia bisa mengubah takdirnya dengan sedikit mengubah kesannya terhadap sekitarnya dan menyesuaikan lingkungannya atau disebut beradaptasi. Akan cukup mudah untuk mengubah kesannya jika masih tahap awal dalam hubungan antar manusia, akan tetapi seringkali kita mendapatkan permasalahan karena seseorang yang sudah mendapatkan kesan yang cukup mendalam dan sulit sekali untuk diubah.
Misal pada orang yang memiliki kesan “suka bolos sekolah”. Orang ini cenderung akan terlihat tidak masa peduli terhadap apa yang seharusnya merupakan kewajibannya. Jika saja kewajibannya saja ditinggalkan, bagaimana dengan kegiatan lainnya bukan?
Adapun sedikit trik mengatasi orang yang seperti ini ialah: dekati secara perlahan (entah itu dengan cara apa yang membuat ia terkesan agar mau berbicara denganmu), tidak terlalu menuntut keadilan (mengatur-ngatur yang membuat ia risih di dekatmu), dan buat cara “berkesan” yang membuat ia tertarik mengikutimu dalam jalan yang benar.
Cara “berkesan” ini bisa kita atur dengan menyesuaikan sifat yang ia suka.
Lalu, bagaimana dengan kesanmu terhadap artikel ini?:)