Menepis Stigma Negatif Organisasi di Kampus
Belakangan ini saya sering melihat postingan di media sosial khususnya TikTok, yang membahas tentang hal-hal yang terjadi ketika bergabung dengan organisasi di kampus. Seperti, jika kita ahli dalam desain grafis atau editing video maka kita akan menjadi divisi PDD abadi, mempermasalahkan jualan risol dan paid promote sebagai dana usaha untuk memenuhi anggaran event, mengadakan rapat hingga tengah malam, dan masih banyak yang lainnya. Apa yang disampaikan sejujurnya memang benar adanya, namun disisi lain saya ingin menyampaikan pendapat pribadi sebagai seorang mahasiswa yang aktif di organisasi bahkan menjadi pimpinan.
Organisasi manapun baik di kampus ataupun luar kampus, profit ataupun non-profit, pastinya memiliki tujuan yang ingin dicapai, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Tujuan inilah yang biasanya tertuang pada visi dan misi tiap organisasi. Oleh karena itu, penting bagi setiap mahasiswa untuk mengetahui terlebih dahulu orientasi dari organisasi yang ingin diikuti. Jika memang tidak sesuai dan dirasa tidak dapat mengembangkan diri, maka lebih baik ditinggalkan. Hal dasar seperti inilah yang saat ini banyak saya jumpai dikalangan mahasiswa, banyak diantara mereka ikut organisasi karena ikut-ikutan dengan teman/nemenin temen aja atau hanya nambah-nambah kegiatan saja. Alasan tersebut tidaklah salah, namun ketika kalian memilih untuk masuk ke organisasi maka sudah menjadi tanggung jawab untuk mengikuti aturan dan melaksanakan program kerja yang sudah diamanahkan.
Setiap mahasiswa yang masuk organisasi pasti tidak semuanya memiliki alasan seperti diatas, banyak juga mahasiswa yang memang niat masuk organisasi karena ingin mengembangkan diri dan meningkatkan keahlian yang dimiliki. Saya termasuk mahasiswa yang disebut sebagai divisi PDD abadi, karena sejak awal hingga saya berakhir sebagai ketua bidang Media Informasi selalu menjadi tukang edit dan desain, baik di Instagram ataupun Youtube. Jujur saja diawal-awal pun saya merasa bosan dan tidak ingin lanjut, namun setelah beberapa percakapan dengan rekan, akhirnya saya memilih lanjut dan hasilnya diluar yang saya bayangkan. Disinilah saya percaya bahwa bukan hanya penyesalan yang ada diakhir, namun juga hasil dari apa yang kita kerjakan selalu berada diakhir. Mungkin akan berbeda ceritanya jika saya lebih memilih diam dan tidak mengenalkan kemampuan yang saya miliki, maka saya tidak akan bisa berkembang. Sama halnya dengan kalian, tiap orang pasti memiliki keahlian yang berbeda-beda, fokuslah pada kemampuan kalian, latih terus dan kembangkan apa yang kalian miliki.
Lalu bagaimana tanggapan saya tentang anggaran organisasi yang selalu kurang?
Menurut saya, memang seperti itulah organisasi mahasiswa namun bukan semestinya organisasi seperti itu. Ada banyak organisasi mahasiswa yang tidak bisa mengelola keuangan organisasi dengan baik, sehingga setiap kegiatan selalu membuka dana usaha seperti jualan risol ataupun paid promote. Dari hal ini kita mendapatkan 2 point, yaitu:
1. Pengelolaan manajemen keuangan harus dilakukan dengan baik
Jika ingin suatu organisasi memiliki finansial yang baik, maka buatlah atau perbaiki sistem kelola keuangan organisasi yang baik dengan cara seperti, mengurangi agenda yang membutuhkan anggaran besar, atau mengurangi jadwal acara yang biasa 1 tahun sekali menjadi 2 tahun sekali. Hal ini akan membuat organisasi bisa “menabung” terlebih dahulu untuk melakukan event besar.
2. Buka badan usaha organisasi
Salah satu sumber pemasukan organisasi ialah uang kas pengurus, tentu hal ini tidak akan bisa mencukupi semua agenda yang diselenggarakan. Maka biasanya panitia kegiatan membuka dana usaha, namun alangkah baiknya jika memang sedari awal organisasi sudah punya badan usaha sendiri. Bidang dana usaha fokus saja dalam mencari penghasilan bagi organisasi, tentunya bidang ini harus diisi oleh mereka yang punya keahlian marketing/penjualan yang baik.
Apakah jualan risol dan paid promote itu salah? Tentu tidak. Jika para pengurus sepakat untuk melakukan hal tersebut maka hal itu tidak salah. Namun, jika kalian merasa “Mahasiswa kok diajarin jualan risol katanya insan akademis”, silakan cari dana usaha yang sesuai dengan kata “Mahasiswa”. Karena menurut opini saya, bukankah selama hal tersebut halal maka tidak masalah? Jangan merendahkan nilai suatu barang/usaha hanya karena hal itu kecil. Toh kita bisa lihat banyak pengusaha yang sukses jualan risol dan gorengan kecil lainnya.
Itulah beberapa opini penulis tentang stigma-stigma negatif tentang organisasi kampus yang belakangan ini sering dijumpai di media sosial. Organisasi yang baik tentunya akan membuat para pengurusnya dapat mengembangkan diri, namun tentu organisasi hanyalah tempat, hal yang tidak hidup, maka yang menghidupkan organisasi ialah para pengurus. Jika ingin menciptakan organisasi yang baik dan bermanfaat, maka hal itu dimulai dari para pengurus yang menjalaninya.
Lalu bagaimana pendapat kalian? Apakah kalian setuju atau punya pendapat sendiri?