Amandemen UUD 45, Antara Kemajuan dan Kehancuran
Pada dasarnya setiap peraturan yang dibuat oleh manusia tidaklah selalu benar dan tidak selalu relevan dengan kondisi sosial masyarakat. Baik peraturan-peraturan biasa yang sering ditemui di lingkungan kantor dan sekolah, maupun peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar atau induk dari segala bentuk pasal-pasal seperti UUD 1945. Sejak dirumuskan dan disahkan sampai sekarang, UUD 1945 tercatat sudah diamandemen sebanyak 4x. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada dua kemungkinan yang mendasari perubahan tersebut, yaitu UUD 1945 baru disadari bahwa isinya kurang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat atau kondisi sosial masyarakat yang berubah cukup pesat dari tahun ke tahun sehingga UUD 1945 perlu diubah untuk disesuaikan.
Meskipun saat ini banyak mahasiswa dan aktivis yang menolak adanya amandemen terhadap UUD 1945, bukan berarti UUD 1945 yang berlaku saat ini sudah benar-benar baik dan tidak perlu untuk diubah atau diamandemen lagi. Amandemen pada suatu konstitusi adalah sebuah keharusan untuk dilakukan guna memastikan dan menjamin kesalahan dan keburukan di masa lalu tidak akan terulang kembali di masa yang akan datang. Amandemen terhadap UUD 1945 tetaplah diperlukan agar pondasi hukum yang berlaku bisa menunjang kehidupan sosial masyarakat, bangsa dan negara. Namun tetap saja ada banyak hal dan faktor yang perlu untuk dikaji dan dipertimbangkan lebih lanjut sebelum amandemen dilakukan agar hasil dari amandemen benar-benar bisa membawa bangsa dan negara ke arah yang lebih baik dan bukan sebaliknya.
Amandemen terhadap UUD 1945 memang bisa memberikan dukungan untuk kemajuan yang begitu pesat terhadap perkembangan bangsa, namun di sisi lain amandemen terhadap UUD 1945 juga bisa memperburuk atau bahkan menghancurkan tatanan peraturan dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Amandemen terhadap UUD 1945 akan bisa mendukung dan memajukan bangsa Indonesia apabila hasil dari amandemennya benar-benar menjawab masalah dan ketimpangan sosial yang tengah terjadi di masyarakat dan pemerintahan. Selain itu hasil amandemen juga harus berpihak pada kesejahteraan dan kemakmuran seluruh lapisan sosial masyarakat, yang artinya tidak memihak pada kepentingan golongan dan elit tertentu yang pada akhirnya akan mengakibatkan masalah baru setelah hasil amandemen selesai dirumuskan dan disahkan.
Amandemen yang dilakukan dengan tidak mengedepankan atau tidak ditujukan untuk kepentingan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tentu bukanlah suatu hal yang baik. Amandemen yang dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah gerakan suatu elit atau golongan tertentu dengan embel-embel menyejahterakan rakyat namun tujuan sebenarnya adalah untuk memperkaya golongan tertentu hanya akan memperburuk dan menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada akhirnya hanya akan menyengsarakan masyarakat. Untuk itu dilakukannya amandemen haruslah dengan persetujuan rakyat, dengan bentuk perubahan yang disuarakan oleh rakyat, dan dengan tujuan untuk kepentingan, kemakmuran dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa contoh negara yang diberitakan oleh banyak media melakukan amandemen konstitusi dengan tujuan untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau menambah periode kekuasaan presidennya adalah Rusia dan Turki. Hal yang sama dan sedang hangat diperbincangkan juga terjadi di Indonesia saat ini. Dimana ada beberapa tokoh publik yang menyuarakan mendukung presiden 3 periode atau penundaan pelaksanaan pemilu untuk presiden berikutnya dikarenakan banyaknya masalah dalam pemerintahan yang belum terselesaikan.
Lalu bagaimana jika konstitusi Indonesia (UUD 1945) jadi diamandemen sehingga presiden bisa menjabat lebih dari 2x benar-benar dilakukan? Apakah Indonesia akan mengalami kemajuan atau malah mengalami kemunduran dan kehancuran? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, tentu harus ada banyak hal yang harus diteliti dan dipertimbangkan lebih lanjut untuk mengetahui hasilnya tanpa mengesahkan dan menjalankannya secara langsung.
Pada dasarnya Indonesia adalah negara yang sangat besar. Baik dari segi luas wilayahnya maupun dari segi banyaknya rakyat yang hidup dan tinggal di dalamnya. Untuk itu waktu 5 tahun ataupun 10 tahun bisa dikatakan tidaklah cukup untuk mengubah bangsa Indonesia menjadi tumbuh dan berkembang dengan pesat. Maka dari itu sistem kepemimpinan dan pemerintahan yang mengatur dan mengontrol segala aspek kehidupan masyarakat akan terus ada untuk selamanya guna mencapai kualitas hidup yang lebih baik dari generasi ke generasi.
Jika tujuan dilakukannya amandemen konstitusi hanya dimaksudkan untuk mengubah masa jabatan presiden agar bisa menjadi lebih lama dari sebelumnya, tentu itu bukanlah sesuatu yang baik dan tidak benar untuk dilakukan. Namun jika tujuan sebenarnya adalah benar-benar untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, serta caranya adalah dengan menambah periode jabatan presiden, maka itu boleh saja dilakukan. Penambahan periode jabatan presiden dari yang semula 2x menjadi 3x atau 4x tentu bukanlah suatu hal yang buruk. Dengan catatan, proses pemilu harus dapat dilaksanakan dengan cara yang benar dan harus jauh dari kecurangan.
Sejak tahun 1945-2003, proses pemilihan presiden di Indonesia tidaklah dilakukan oleh rakyat secara langsung. Proses pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat terjadi pertama kali pada tahun 2004 yang terus berlanjut hingga saat ini. Dengan demikian pola pikir rakyat, pilihan rakyat, dan suara rakyat benar-benar sangat berperan dan sangat berpengaruh untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia. Rakyat bisa memilih siapapun yang akan menjadi presidennya, rakyat bisa memilih siapapun yang tidak dikehendaki untuk menjadi presidennya. Jadi mau berapapun periode jabatan presiden yang diatur ulang dalam konstitusi (UUD 1945), asalkan itu sesuai dengan kemauan dan suara rakyat Indonesia maka itu adalah pilihan yang terbaik untuk semuanya.