Korban Begal di Lombok Menjadi Tersangka, Apakah Polisi Melakukan Kekeliruan?

profile picture Putri0605

Beberapa hari ini, masyarakat Indonesia dibuat bingung dengan berita yang sedang viral saat ini yaitu korban begal di Lombok yang menjadi tersangka karena telah melakukan perlawanan terhadap tersangka begal hingga tersangka begal tersebut tewas.  Satreskrim Polres Lombok Tengah, menetapkan korban begal menjadi tersangka dan ia dijerat dengan pasal pembunuhan karena ia melakukan perlawanan hingga tersangka begal tewas. Banyak orang yang mempertanyakan keputusan Satreskrim Polres Lombok Tengah ini mengingat korban begal terpaksa membunuh tersangka begal tersebut untuk melindungi dirinya agar tidak dibunuh oleh begal. Apakah sebenarnya penetapan tersangka terhadap korban begal di Lombok ini sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia? 


Kronologi Kasus Korban Begal di Lombok yang Menjadi Tersangka


Kasus ini bermula pada saat korban begal berinisial AS akan pergi mengantarkan makanan kepada ibunya di Lombok Timur. Saat dalam perjalanan, AS dipepet oleh dua orang yang ingin membegal. AS tidak tinggal diam, ia melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata tajam. Tak lama setelah itu kemudian datang 2 pelaku begal lainnya. Keempat pelaku begal tersebut berhasil dilumpuhkan oleh AS namun dua diantaranya meninggal dunia. Satreskim Polres Lombok Tengah menyita beberapa barang bukti berupa 4 buah senjata tajam dan tiga unit motor yang diduga digunakan oleh AS serta para pelaku begal. 
 

Setelah melakukan penyelidikan, Satreskim Polres Lombok Tengah menetapkan AS sebagai tersangka dan 2 pelaku begal sebagai tersangka. AS dijerat dengan Pasal 337 KUHP karena menghilangkan nyawa seseorang adalah melanggar hukum dan Pasal 351 KUHP ayat 3 karena melakukan penganiayaan mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya mengapa korban begal bisa menjadi tersangka padahal ia terpaksa membunuh pelaku begal untuk membela dirinya.

Apakah Penetapan Tersangka Terhadap Korban Begal oleh Polisi Sudah Tepat?


Tidak sedikit masyarakat yang memprotes keputusan penetapan tersangka terhadap korban begal di Lombok tersebut. Bahkan, beberapa orang melakukan aksi demo di depan Kantor Polres Lombok Tengah agar korban begal tersebut segera dibebaskan. Apakah penetapan tersangka terhadap korban begal oleh polisi sudah tepat? Menurut pendapat saya, seharusnya polisi jangan melihat kejadian tersebut dari perspektif kepemilikan senjata tajam oleh korban begal saja. Apabila polisi hanya melihat dari perspektif kepemilikan senjata tajam, memang korban begal tersebut bersalah.
 

Seharusnya, polisi harus melihat kejadian ini dari perspektif usaha korban untuk membela dirinya agar tidak menjadi korban begal. Apabila korban begal tidak melakukan aksi perlawanan, kemungkinan besar korban begal tersebut akan dilukai oleh tersangka begal. Menurut pendapat saya, aksi perlawanan oleh korban begal di Lombok terhadap tersangka begal tersebut terpaksa dilakukan karena korban begal terancam keselamatannya apalagi pada saat itu ia hanya sendiri dan tidak ada orang lain yang membantunya.


Hal yang dilakukan AS dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pembelaan terpaksa yang harus dilakukan untuk membela diri dan bisa dimaafkan. Hal ini diatur dalam Pasal 49 KUHP.  Berdasarkan Pasal 49 KUHP, ada dua jenis pembelaan diri yaitu pembelaan diri dan pembelaan diri luar biasa. Berdasarkan Pasal 49 ayat 1 KUHP, tindak pidana yang barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu. Kemudian, bunyi Pasal 49 ayat 2 KUHP adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. Oleh sebab itu, pembelaan diri apabila sedang terancam dapat diperbolehkan secara hukum.


Akan tetapi, tidak semua pembelaan diri dapat dibenarkan oleh hukum. Jadi, pembelaan diri tersebut harus seimbang juga dengan ancaman atau serangan yang didapatkan. Jika mengamati kasus ini, pembelaan diri yang dilakukan oleh AS dapat dibenarkan oleh hukum mengingat AS hanya sendirian sedangkan pelaku begal berjumlah 4 orang yang sangat mengancam keselamatannya.
Berdasarkan berita terupdate, korban begal yang menjadi tersangka tersebut akhirnya dibebaskan dan mencabut penetapan dirinya sebagai tersangka. Polisi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 sehingga AS dibebaskan dari penjara.

Polisi Harus Belajar dari Kasus-Kasus Serupa Sebelumnya


Kasus yang serupa dengan ini sebenarnya pernah terjadi juga di Bekasi pada tahun 2018 yang lalu. Korban begal melakukan perlawanan terhadap pelaku begal hingga pelaku begal tersebut terluka parah kemudian meninggal dunia. Korban begal tersebut sempat ditetapkan menjadi tersangka namun akhirnya ia hanya dijadikan saksi oleh polisi. Kasus-kasus ini harus dijadikan pembelajaran oleh Kepolisian agar tidak terulang kembali kesalahan dalam penetapan tersangka dikemudian hari.


Source:
https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/20220413191528-12-784473/kronologi-korban-begal-di-ntb-jadi-tersangka-karena-tewaskan-pelaku/amp


https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/14/151812665/ramai-soal-korban-begal-jadi-tersangka-di-lombok-ini-kata-ahli-pidana?page=all&jxconn=1*1tu5k3p*other_jxampid*RGQydDNWSnJ1QktfTnQ0V21LM2Q2a1ZBNTF1WExZNUFjUjFZN1dzdjk4LXBvRzZwYVhrRVdfc2FsV3BBcjVXbw..#page2


https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61135340

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0

This statement referred from