Ada Apa di balik Polemik Pawang Hujan di Sirkuit Mandalika?

profile picture aisfahira

Beberapa hari yang lalu, sosok Mbak Rara tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen Indonesia. Bukan tanpa alasan, Mbak Rara ini merupakan seorang pawang hujan yang hadir untuk menghalau hujan pada acara MotoGP Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 20 Maret 2022 lalu.

Kejadian tersebut tak luput dari perdebatan netizen. Sebagian netizen merasa bangga dan mengatakan pawang hujan merupakan bagian dari kepercayaan dan kebudayaan Indonesia. 

Sebagian lagi merasa malu dan menganggap bahwa di negara yang mayoritas penduduknya muslim, hal tersebut merupakan perbuatan syirik. Selain itu, sebagian yang merasa malu ini ada juga yang menganggap bahwa ritual pawang hujan memalukan karena dianggap tidak saintifik dan dinilai tidak masuk akal.
 

Sepak Terjang Pawang Hujan di Indonesia

Terlepas dari perdebatan tersebut, sosok pawang hujan telah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama. Bahkan, pada acara-acara pemerintah, beberapa pawang hujan pernah dikerahkan untuk menghalau hujan. 

Dikutip dari detikJabar, pada Konferensi Asia Afrika (KAA) 18-24 April 1955 silam, Presiden Soekarno turut menggunakan jasa pawang hujan dalam pertemuan tersebut. Kemudian pada vaksinasi massal, kampanye Presiden Jokowi, hingga upacara pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang juga menggunakan jasa pawang hujan.

Kemudian di kebudayaan Jawa, saya juga kerap menemui tradisi menghalau hujan pada pesta pernikahan. Ada yang menggunakan jasa pawang hujan, dan adapula yang menggunakan sapu lidi, bawang merah dan cabai. Bawang merah dan cabai ditusukkan pada lidi sapu, kemudian sapu ditanamkan dalam posisi terbalik. Cara ini lazim saya temukan di acara pernikahan di sekitar daerah saya yang mayoritas penduduknya orang Jawa.
 

Kalau menurut saya, bangga atau malu itu bukan masalah yang penting untuk diperdebatkan. Persoalan ritual, toh setiap kepercayaan punya ragam cara dalam menjalankan ritual. Lagi pula kalau kita melihat fakta yang saya paparkan di atas, beberapa agenda pemerintah cukup lumrah menggunakan jasa pawang hujan.
 

Narasi Fiktif yang Susah Dipisahkan dari Kehidupan Manusia

Menghalau hujan menggunakan berbagai cara tidak masuk akal seperti menggunakan benda yang dianggap sakti, rapalan mantra hingga doa-doa sebenarnya tidak hanya ada di Indonesia. Di negara maju saja, seperti Jepang, ada kebiasaan menggantung boneka di balkon rumah, boneka ini disebut boneka Teru-teru yang dipercaya dapat menghalau hujan. Jadi menurut saya terlalu dangkal jika ada yang bilang "cuma orang Indonesia yang demen sama yang klenik-klenik",

Klenik yang saya maksudkan di sini yakni, merujuk kepada definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yakni suatu kegiatan perdukunan dengan cara rahasia dan tidak masuk akal, tapi dipercaya banyak orang. 

Klenik atau kalau Tan Malaka bilangnya logika mistika, karena definisinya mirip. Logika Mistika disebut oleh Tan Malaka dalam bukunya berjudul “Madilog” sebagai cara berpikir yang menganggap bahwa segala sesuatu disebabkan oleh pengaruh roh atau hal-hal gaib.

Gaib (KBBI) artinya tidak kelihatan, sesuatu yang gaib tidak dapat di-indrai sehingga tidak dapat diuji. Jadi saya kategorikan hal yang gaib ini sebagai sesuatu yang subjektif. 
 

Lain pendapat lagi dari Harari seorang sejarawan evolusioner dalam bukunya, Homo Deus menyebut hal subjektif yang dipercaya banyak orang ini sebagai realitas intersubjektif. Tidak hanya yang berkaitan dengan klenik, ada berbagai macam realitas intersubjektif, di antaranya kepercayaan, konsep budaya, konsep negara, ideologi dan agama. 

Macam realitas intersubjektif yang saya sebutkan tadi, sama-sama tidak dapat kita inderai, tidak dapat kita ketahui bentuknya, tidak dapat diraba maupun dicium, tetapi dipercaya banyak orang. 
 

Bagaimanapun, realitas intersubjektif susah dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk sebabnya Harari menjelaskan bahwa, manusia memang memiliki kemampuan  mengada-adakan sesuatu yang tidak ada.

Kemampuan inilah yang membuat spesies Sapiens bertahan hingga kini. Dengan hadirnya narasi fiktif (yang tidak dapat di-indrai) maka terciptalah kepercayaan antar individu sehingga manusia lebih mudah bersatu dalam suatu kelompok. Contohnya sistem kepercayaan, ideologi serta sistem suatu negara tidak lain banyak diamini orang-orang hingga kini. Saya setuju dengan Harari.

Pawang Hujan, Pengalihan Isu di balik Megahnya Sirkuit Mandalika
Setelah membahas dari sisi empiris. Mari kita bahas dari sisi kritis, coba pikir, dari sekian banyak agenda yang memakai jasa pawang hujan, mengapa sekarang, isu pawang hujan baru begitu heboh? Apa jangan-jangan isu identitas (ritual kepercayaan) sengaja disusun untuk menutupi isu yang lebih penting?

Kalau kita tilik ke belakang, di balik megahnya sirkuit Mandalika, ada lahan masyarakat petani yang digusur. Bukankah kita sebagai netizen yang kritis juga harus memikirkan hal ini?
 

Mengutip dari Kabar Trenggalek, berdasarkan data dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) Wilayah Nusa Tenggara Barat, perjalanan panjang berdirinya bangunan megah Sirkuit Mandalika menyisakan konflik perampasan tanah yang belum selesai hingga hari ini.

Pembangunan Sirkuit dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika telah menghilangkan hak atas tanah dan pemukiman ribuan rakyat di kawasan Mandalika. Kawasan yang kini dijadikan sebagai KEK Mandalika, sebelumnya merupakan lahan pertanian dan pemukiman warga dari 4 desa yaitu Desa Sengkol, Mertak, Sukadana dan Kuta dengan jumlah kurang lebih 9 dusun.

Presiden Joko Widodo, dalam momentum World Superbike (WSBK) tahun 2021 lalu memerintahkan Menteri BUMN untuk segera menyelesaikan permasalahan ganti rugi kepada warga di kawasan Mandalika. Namun, perintah tersebut tidak disertai dengan surat perintah tertulis sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk penyelesaian sesuai dengan yang diharapkan oleh warga korban penggusuran.

Lantas, bagaimana tanggapan kalian mengenai gembar-gembor pawang hujan? Bangga, malu, biasa saja atau jangan-jangan semua ini dirancang negara untuk pengalihan isu saja?

Referensi:

Cerita lama Pawang Hujan. (20 Maret 2022). Diakses dari https://historia.id/kultur/articles/cerita-lama-pawang-hujan-PNLrA/page/1
 

Harari, Y. N. (2018). Homo deus: Masa Depan Umat Manusia. Pustaka Alvabet.

Harari, Y. N. (2021). Sapiens Grafis: Kelahiran Umat Manusia. Kepustakaan Populer Gramedia.

Malaka, T. (2016). Madilog: Materialisme, dialektika, Dan logika.
 

Putra, W. (21 Maret 2022). Abah Landoeng: Dititahkan bung Karno jadi Pawang Hujan KAA 1955. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/berita/d-5994431/abah-landoeng-dititahkan-bung-karno-jadi-pawang-hujan-kaa-1955
 

Trenggalek, K. (22 Maret 2022). Di Balik Megahnya Balapan MotoGP Di Sirkuit Mandalika, ada Tanah Petani Yang Dirampas. Diakses dari https://kabartrenggalek.com/2022/03/di-balik-megahnya-balapan-motogp-di-sirkuit-mandalika-ada-tanah-petani-yang-dirampas.html

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By aisfahira

This statement referred from