Terkikisnya Budaya (Lama) Di Era Milennials

profile picture Marisa Lutfiana Azmi

Indonesia dikenal sebagai negara dengan beragam budaya. Dan sudah diakui keberagamannya oleh negara - negara lain. Budaya merupakan warisan nenek moyang atau leluhur yang diwariskan kepada generasi muda untuk dijaga dan di lestarikan. Dengan keberagaman budaya ini, terciptalah sikap toleransi terhadap sesama. Sama halnya semboyan negara kita Indonesia, yaitu "Bhineka tunggal ika".

Namun, hadirnya teknologi di era milenial ini mengakibatkan perubahan sosial budaya terhadap persepsi masyarakat secara luas. Khusunya bagi anak muda. Sudah banyak anak muda yang beranggapan bahwa budaya tradisional itu kuno dan membosankan. Mereka lebih mengenal dan bahkan lebih tertarik dengan budaya - budaya asing luar negeri dan mengikuti tren. Melupakan dan meninggalkan budaya lokal. Semua itu mereka akses melalui media sosial, aplikasi, gadget, dan masih banyak lagi.

Hadirnya teknologi memanglah memperkenalkan banyak hal kepada kita, mempermudah mengakses berbagai informasi, mempermudah manusia untuk melakukan segala sesuatu dengan praktis, mempermudah manusia untuk berkomunikasi dan masih banyak lagi. Namun, dilihat dari sisi negatifnya bagaimana jika semakin berkembangnya teknologi, semakin mengikis sedikit demi sedikit budaya yang ada di Indonesi?

Seberapa banyak anak usia dini yang masih menyanyikan lagu anak-anak? Maka, jawabannya adalah sedikit. Cerita-cerita dongeng yang jarang dibacakan sebagai pengantar tidur pun sudah tidak lagi dilakukan. Padahal dongeng seperti asal-usul daerah, gunung, cerita rakyat, selain mengandung pengetahuan, anak-anak juga akan belajar mengenai nilai moral yang disampaikan dalam dongeng tersebut. Dan lagi, masyarakat di zaman sekarang sudah hampir tidak ada budaya gotong royong. Istilah “Gotong Royong” akan menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna saja, tidak dengan aksi. Masyarakat merasa sungkan, karena merasa lelah tapi tidak menghasilkan uang. “Ada keringat, ada uang” mungkin itulah istilah yang tepat untuk masyarakat di zaman sekarang.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (2020) menyinggung soal, "Kegiatan gotong royong yang dulu selalu dilakukan oleh masyarakat, saat ini semakin sulit ditemukan. Sebagai gantinya adalah munculnya sikap individualisme dan hidup sendiri-sendiri," (DetikNews.com).

Contoh kasus, dimana film drama Korea atau yang biasa di sebut “Drakor” sempat marak dikalangan anak muda yang berjudul "Squid Game". Film ini menceritakan tentang sekumpulan orang yang mempertaruhkan nyawanya demi hadiah uang yang sangat besar dengan mengikuti serangkaian permainnan tradisional asal negara Korea. Dan film ini berhasil membuat para penikmat drakor, khususnya pemuda hingga anak diatas 5 tahun asik meniru permainan asal Korea tersebut. Dengan bangga mempraktekkan permainannya dengan bahasa korea yang fasih dan penuh semangat.

Mirisnya, sedikit dari mereka yang masih memainkan permainan tradisional daerah atau negara Indonesia itu sendiri. Seperti permainan petak umpet, sodor, bola bekel, kelereng, lompat tali, bermain alat musik tradisional dan masih banyak lagi yang sudah diwariskan secara turun temurun dan ditinggalkan begitu saja. Pada era milenial ini, mungkin permainan modern seperti mobile legends, PUBG Mobile, Garena Free Fire dan masih banyaknya lagi yang akan sering kita jumpai. Semua itu tersedia di gadget milik mereka.

Selain lunturnya permainan tradisional, bahasa daerah pun ikut terkikis. Anak muda yang sudah berada di era milenial ini sudah pandai dan terbiasa berbicara berbagai bahasa asing. Tetapi lupa dengan bahasa daerah dari tempat tinggal masing - masing. Lalu bagaimana bahasa daerah akan dilestarikan? Jika generasi muda saja sudah lupa atau bahkan tidak bisa berbahasa daerah. Lalu siapa yang akan mengajarkan bahasa daerah kepada anak dan cucu nya nanti?

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim (2022) mengatakan bahwa,“Kalau bahasa daerah kita punah, itu berarti kita kehilangan identitas kita, kehilangan kebhinekaan itu,”  (okedukasih.okezone.com 2022)

Lantas, apa solusi yang tepat untuk meminimalisir terkikisnya Budaya oleh perubahan sosial ini? Yang pertama, peran orang tua sangatlah penting. Maka dari itu, perkenalkanlah budaya-budaya kepada anak-anak sedini mungkin. Ajari anak-anak tentang permaianan tradisional dan alat-alat musik tradisional Indonesia. Yang kedua, kita sebagai generasi milenial akan lebih bagus jika, perubahan sosial ini dibarengi dengan kita yang tetap melestarikan budaya-budaya yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita. Dan yang ke tiga, gunakanlah media sosial dengan bijak dan akan lebih baik jika kita generasi milenial memamerkan budaya-budaya yang kita miliki kepada khalayak. Agar seluruh dunia tau, betepa beragam dan mengasikannya budaya-budaya di Indonesia. Menunjukan sikap nasionalisme dan harus lebih pintar lagi dalam menggunakan teknologi. 

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (2020) beropini, "Kalau kita kuat, seberapapun pengaruh asing yang masuk, tidak akan berpengaruh terhadap budaya lokal. Seperti Bangsa Jepang mampu mempertahankan budayanya sendiri, meski modernisme di negara itu bertiup sangat kencang," (DetikNews.com).



Daftar Pustaka

https://news.detik.com/berita/d-5270736/budaya-lokal-makin-tergerus-ri-diminta-contoh-jepang

https://edukasi.okezone.com/read/2022/02/22/623/2551152/nadiem-makarim-bahasa-daerah-jangan-sampai-punah

16 Agree 6 opinions
1 Disagree 0 opinions
16
1
profile picture

Written By Marisa Lutfiana Azmi

This statement referred from