Sains vs Mistis: Fenomena Pawang Hujan di MotoGP Mandalika

profile picture Nous ID

MotoGP, balapan yang sarat teknologi & sains!

Kejuaraan dunia MotoGP, nggak cuma sebuah ajang balap motor semata. Dibaliknya, MotoGP menjadi ajang adu inovasi teknologi & sains, dari setiap pabrikan dan tim yang terlibat dalam klasemennya. Inovasi teknologi & sains yang ada di MotoGP nggak main-main lho, mulai dari riset berbagai kombinasi logam eksotis sebagai cara untuk menciptakan chassis & blok mesin yang lebih kuat namun juga lebih ringan, riset aerodinamika demi menciptakan bentuk motor yang se-aerodinamis mungkin (yang biaya risetnya bisa sampai miliaran rupiah), hingga riset dalam hal programming demi menciptakan software, untuk membantu mengendalikan mesin & membaca puluhan sensor yang terpasang pada unit motornya.

Event sarat teknologi, tapi masih “dibantu” hal mistis?

Namun, disamping fakta tersebut, ketika MotoGP akhirnya dihelat di Sirkuit Internasional Mandalika, yang berada di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, banyak anggota tim, pembalap, hingga staf & pejabat (officials) MotoGP yang terheran-heran akan kehadiran sosok “rain shaman”, alias pawang hujan.
Grand Prix Mandalika memang sempat diwarnai hujan, bahkan pada hari-H, balapan utama sempat tertunda karena hujan yang sangat lebat. Dan lagi-lagi, pawang hujan pun kembali terpotret kamera, tengah beraksi menjinakkan cuaca yang tak bersahabat. Bahkan akun Twitter resmi MotoGP pun, mengapresiasi kinerja sang pawang hujan via Tweet yang berbunyi: "IT WORKED!" (https://twitter.com/MotoGP/status/1505453088630583296).
Dan tidak kurang, bahasan tentang pawang hujan ini pun menjadi trending di Twitter, seiring dengan berlangsungnya balapan MotoGP Mandalika.

Ada pawang hujan lain, yang terlupakan. Padahal mereka “jauh lebih canggih”

Namun, selain adanya pawang hujan tradisional yang tertangkap kamera, sebenarnya ada "pawang hujan" modern, yang juga turut bekerja keras demi membantu kelancaran MotoGP Mandalika. Tidak tanggung-tanggung, pawang hujan modern ini menggunakan sains, fisika, kimia, ilmu meteorologi, hingga pesawat terbang untuk “mengendalikan hujan”.
Operasi modifikasi cuaca secara ilmiah ini, dilakukan oleh TNI AU bersama BRIN, dengan cara memonitor kumpulan awan hujan & awan badai di sekitar Lombok Tengah, kemudian menerbangkan pesawat yang bermuatan garam ke kumpulan awan tersebut.
Pesawat itu kemudian akan menaburkan garam ke kumpulan awan, yang kemudian memicu kondensasi di dalam awannya untuk terjadi lebih cepat, sehingga awannya melepaskan hujan sebelum bisa tiba diatas sirkuit Mandalika.
Cara ini sebenarnya cukup populer, dan banyak dilakukan oleh berbagai badan meteorologi di seluruh dunia. Meskipun begitu, keefektivitasannya dalam “mengontrol cuaca”, juga masih dipengaruhi oleh berbagai variabel. Hal ini sangat wajar, karena cuaca memang merupakan salah satu fenomena sains yang amat sangat kompleks, sehingga wajar jika manusia tidak akan pernah bisa mengontrol cuaca secara sempurna.

Sains VS Mistis, bagaimana menurutmu?

Pada hari ini, dimana kehidupan kita telah diisi oleh berbagai kecanggihan teknologi dan produk ilmu pengetahuan, keberadaan hal-hal berbau mistik, memang menjadi sebuah pemandangan yang terbilang unik bagi para generasi muda, yang relatif lebih logis dan ilmiah dalam menanggapi berbagai hal.
Respon berupa pro kontra antara mistik dengan sains, juga diberikan pada ritual-ritual mistik yang dilakukan oleh Pemerintah, menjelang dimulainya pembangunan Ibu Kota Negara baru, di Kalimantan Timur.
Berbagai prosesi mistik ini, dianggap tidak masuk akal, karena memang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, dan tidak bisa dinalar dengan akal manusia. Dan dianggap tidak relevan pada kondisi Indonesia sekarang, yang makin erat dengan kemajuan teknologi digital, seperti Big Data, Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence), dan Sistem Syaraf Buatan (Artificial Neural Network) - yang semuanya memiliki peranan dalam proyek infrastruktur hingga aktivitas monitoring & prediksi cuaca.

Terlepas dari pro kontranya, hadirnya dua metode “mengendalikan cuaca” pada ajang balap MotoGP Mandalika, menjadi suatu potret keunikan kita: sebagai salah satu bangsa yang bisa menghadirkan ‘pawang hujan’ sebagai produk tradisi dan kebudayaan, yang eksis berdampingan dengan Operasi Modifikasi Cuaca sebagai produk sains dan ilmu pengetahuan. 

Namun, apakah menurutmu hal ini masih bisa bertahan pada dekade-dekade mendatang? Apakah kita masih harus mempertahankan hal-hal mistis, seiring dengan berkembangnya teknologi dan sains?
Dan, apakah menurutmu usaha melancarkan suatu event dengan bantuan mistik lebih efektif daripada usaha melancarkan event dengan cara-cara yang ilmiah dan didukung dengan teknologi modern, atau justru sebaliknya??

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By Nous ID

This statement referred from