Ibu Bekerja VS Ibu Rumah Tangga
Perdebatan antara ibu bekerja dan ibu rumah tangga sepertinya selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Haruskah seorang ibu mengubah profesinya dari pekerja menjadi ibu rumah tangga, atau tetap bekerja setelah melahirkan? Tentu ini bukan pilihan yang mudah. Baik menjadi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja memiliki tantangan dan kerumitannya sendiri-sendiri.
- Bekerja maupun menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan
Egois adalah julukan yang paling sering disematkan kepada seorang ibu bekerja. Hal ini tentu tidak benar. Baik atau tidaknya seorang ibu tidak bisa diukur dengan banyaknya porsi waktu yang dia berikan kepada sang anak setiap harinya. Sebaliknya, seorang ibu bekerja justru mempertahankan pekerjaannya setelah melahirkan karena ingin memberikan yang terbaik kepada sang anak.
Biaya pendidikan dan biaya hidup yang sangat tinggi adalah kenyataan hidup yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini dirasa pantas bagi para ibu bekerja menjadi alasan mengesampingkan perasaan bersalahnya karena tidak terjun langsung mengasuh anak dan mengorbankan momen-momen lucu bersama newborn baby mereka karena target jangka panjang .
Sebaliknya seorang ibu rumah tangga seringkali dicap pemalas karena lebih memilih untuk tetap di rumah dan menyerahkan beban ekonomi sepenuhnya hal ini kepada suami. Stigma ini tentu tidak benar. Pekerjaan rumah seperti mencuci, bersih-bersih, dan masak bukanlah pekerjaan yang mudah. Beban pekerjaan tersebut tidak memiliki batas waktu dan juga tidak habis-habis. Setiap hari beban pekerjaan itu menghantui. Meskipun seorang ibu rumah tangga tidak menghasilkan uang seperti ibu bekerja, namun peran ibu di rumah tentu turut andil dalam menghemat anggaran pengeluaran keluarga.
Ibu rumah tangga memang diuntungkan dengan tidak adanya batasan waktu untuk terus berdekatan dengan anak. Ibu bisa terus mendampingi momen-momen indah seperti melihat anak pertama kali melangkahkan kaki, berbicara dan menulis.
- Hubungan dengan suami.
Setiap rumah tangga memiliki tujuan dan caranya sendiri dalam menjalani hari-hari bersama. Komunikasi adalah kunci dari keberhasilan semua keluarga. Ada pasangan yang merasa rumah tangga akan berimbang apabila hanya suami yang keluar mencari nafkah dan sang istri tetap di rumah. Di lain pihak ada juga pasangan yang bersepakat untuk sama-sama bekerja, baik karena alasan ekonomi ataupun karena sang istri memang masih menginginkan untuk bekerja walaupun sudah memiliki anak. Perbedaan pilihan ini tentu tidak perlu menjadi perdebatan selama kedua belah pihak setuju dan tidak keberatan.
- Kedekatan dengan anak
Hubungan dengan anak adalah faktor yang paling sering menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang wanita menjadi ibu. Ibu rumah tangga seringkali disebut paling mulia karena mendedikasikan seluruh waktunya bersama anak. Namun apakah banyaknya waktu yang dihabiskan bersama berbanding lurus dengan kualitas hubungannya?
Kesibukan ibu bekerja disebut sering menyebabkan anak lebih merasa nyaman dengan pengasuh yang mendampinginya sehari-hari. Tentu sebagai ibu itu menyakitkan. Namun, hal ini masih bisa dihindari dengan memaksimalkan waktu weekend bersama sang anak. Bisa dengan mengajak anak mengobrol, menyanyi, dan menghabiskan banyak kegiatan bersama.
Ibu rumah tangga dianggap ideal untuk menemani tumbuh kembang anak karena mendedikasikan seluruh waktunya untuk di rumah. Tapi hal ini tidak menjamin perhatian sang ibu terus menerus tercurah kepada sang anak. Hal ini dikarenakan selain menjadi mengasuh buah hati, ibu juga masih dibebani dengan berbagai kesibukan seperti memasak, bersih-bersih rumah dan menyiapkan kebutuhan suami.
Ibu rumah tangga baiknya selalu merefleksikan hari yang telah dilewatinya agar porsi perhatian kepada anak selalu tercukupi. Bukan hanya sebatas memastikan seluruh rutinitas wajibnya seperti mandi dan makan dilakukan, tapi juga mendengar ceritanya, dan memperhatikan perubahan-perubahan pola perilaku atau fisik pada anak.
Kualitas hubungan seorang ibu dan anak dianggap kuat apabila seorang anak bisa terbuka menceritakan apapun kepada ibu tanpa takut dimarahi atau dihakimi. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila anak merasa nyaman dan percaya kepada sang ibu. Pada tahap ini tentu status ibu bekerja atau ibu rumah tangga tidak lagi penting.
Riset mengatakan bahwa ibu bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibanding ibu yang tetap berada di rumah. Salah satu alasannya adalah karena ibu bekerja tidak membatasi dirinya hanya dengan urusan rumah tangga saja. Selain itu ibu bekerja biasanya mengalami tingkat stress yang lebih rendah karena alih-alih hanya menyimpan sendiri bebannya, ia bisa berbagi cerita tersebut dengan rekan kerja.
Pilihan hidup untuk terus berkarier atau menjadi ibu rumah tangga adalah hak seorang ibu. Keputusan ini harus diputuskan bersama suami tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Karena wanita berhak memilih jalan menuju kebahagiaannya sendiri.
Bagi penulis, sebaiknya seorang ibu tetap harus memiliki penghasilan sendiri, baik melalui usaha sampingan atau bekerja di kantor. Hal ini dilakukan untuk berjaga apabila dimasa yang akan datang kemungkinan perpisahan terjadi. Baik dipisahkan oleh kematian maupun perceraian.