Selene, si Bulat Pemikat para Konspirator
Selene (Σελήνη) adalah nama untuk Dewi Bulan atau sosok yang dipersonifikasikan sebagai Bulan dalam mitologi Yunani Kuno. Sejak zaman dahulu hingga sekarang, Bulan tidak pernah kehilangan pesonanya. Jika dulu Bulan mendatangkan percik inspirasi di benak para penyair, sekarang pun Bulan masih mampu menebarkan daya pikatnya di relung pikir para konspirator.
Bagai mengikuti ajang lomba tak bergaris finish, para konspirator tak henti mencetuskan beragam teori tentang Bulan. Ketika satu teori kemudian menjadi tidak populer dan hilang dari ranah perbincangan kaum cendekia dan masyarakat umum, muncul teori lain lagi yang terkadang dipaksakan untuk populer, atau malah memiliki banyak penganut karena begitu kuatnya data-data yang dihadirkan.
Para pencetus teori tersebut bahkan tidak peduli jika dianggap sebagai perombak detail ilmiah eksistensi Bulan yang sudah lebih dahulu beredar. Bagi mereka, Bulan adalah salah satu misteri alam semesta yang berhak untuk diulik, dan teori yang dicetuskan sah-sah saja untuk disanggah, dicerna, atau diimani oleh siapa pun dengan berbagai cara yang mungkin.
Bukti dari Legenda Purba
Ketika para ilmuwan mendapuk Bulan sebagai satu-satunya satelit alami Bumi yang diperkirakan terbentuk 4,5 miliar tahun lalu—jauh sebelum manusia menghuni Bumi—muncullah segelintir orang dari berbagai kalangan yang mulai mempertanyakan hal tersebut dengan menghadirkan bukti-bukti tertulis dari masa purba.
Ternyata tidak sedikit tulisan dari masa tersebut yang menyatakan bahwa “manusia sudah tinggal di daratan Bumi sebelum ada Bulan di langit”, seperti yang ditulis oleh Aristoteles dari Arkadia (Yunani). Dikatakan juga bahwa orang-orang Arkadia (Arcadians) merupakan penduduk asli yang telah menyaksikan "kelahiran" Bulan dan mereka menyimpan berbagai kisah kehidupan sebelum hadirnya satelit alami Bumi tersebut. Oleh karena itu, Arcadians juga mendapat julukan Proselenian, yang artinya “telah ada sebelum lahirnya Bulan”. Kemudian, ada juga orang-orang Indian di dataran tinggi Bogota di Cordillera timur Kolombia yang menghubungkan beberapa kenangan kesukuan mereka dengan masa sebelum ada Bulan.
Sebenarnya, hal ini menarik untuk dipikirkan. Jika mengingat peran penting Bulan bagi kehidupan di Bumi, bagimana mungkin manusia ada sebelum Bulan hadir dalam orbitnya yang sekarang? Apakah kala itu Bulan tidak terlihat dari beberapa bagian Bumi? Tentu banyak teori menarik yang berkembang dari masalah ini. Akan tetapi, belum ditemukan bukti tambahan yang dapat memperkuat laporan kuno dari para Proselenian asli.
Adanya kesamaan tradisi tulis ataupun legenda berbagai bangsa ini menciptakan benang merah yang semakin jelas; bahwa ada suatu masa dalam ingatan umat manusia bahwa Bulan terbentuk setelah manusia tinggal di Bumi. Pernyataan ini bertentangan dengan fakta sains lain tentang Bulan yang dipikirkan oleh para astronom. Apakah mungkin Bulan mungkin merupakan struktur buatan yang dibawa ke orbitnya sekarang ini dengan kecanggihan teknologi yang melebihi tingkat teknologi buatan manusia? Jika benar, siapakah mereka? Mengapa tidak sejak dulu saja mereka tinggal di Bumi? Apa tujuan mereka bersusah-payah meletakkan satelit di Bumi, planet yang asing bagi mereka?
Setidaknya, sejumlah pertanyaan semacam itu sudah cukup menyibukkan para penganut teori ini untuk mencari jawabannya. Salah satu jawaban, bahwa Bulan sengaja diciptakan manusia terdahulu sebagai alat bantu navigasi dan astronomi. Masuk akal? Bisa jadi. Mencari sebuah teori yang masuk akal hanya berdasarkan bukti beberapa parameter pendukung memang tidaklah mudah.
Lebih jauh lagi, kemungkinan berpindahnya orbit Bulan yang diakibatkan oleh kekuatan tak dikenal, tak urung mendatangkan kekhawatiran bagi umat manusia yang mempercayainya. Untuk hal ini, ilmuwan berteori bahwa jika ingin memindahkan Bulan dari orbitnya, maka objek pemindah tersebut setidaknya harus berukuran sama besar dengan Bulan, kemudian objek tersebut harus menabrak Bulan dengan kecepatan sangat tinggi.
Beruntunglah bagi kehidupan di Bumi dan juga Bulan, hingga saat ini asteroid terbesar di tata surya diketahui “hanya” berukuran sekitar 70 kali lebih kecil dari bulan, dan mengorbit antara Mars dan Jupiter di sabuk asteroid utama, yaitu sekitar 180 juta kilometer jauhnya dari Bumi. Fakta ini dapat mengesampingkan kemungkinan asteroid dari tata surya memindahkan orbit Bulan.
Teori Tumbukan dengan Theia
Pada pertengahan tahun 1970-an, para astronom berpikir bahwa bukan hal yang mustahil jika Bulan terbentuk dari tumbukan atau tabrakan dahsyat antara Bumi dan Theia*, protoplanet** kuno seukuran Mars. Hipotesis konvensional ini memberi gambaran bahwa Theia hancur menjadi jutaan keping setelah menabrak Bumi. Sisa-sisa Theia yang rusak bercampur dengan beberapa batuan dan gas yang menguap dari mantel planet muda Bumi. Campuran ini perlahan-lahan menyatu dan mendingin selama jutaan tahun, yang kemudian dikenal oleh manusia sebagai Bulan. Adapun hipotesis terbaru tentang pembentukan Bulan berdasarkan Teori Tumbukan yang diuji melalui simulasi superkomputer beresolusi tinggi, menunjukkan bahwa pembentukan Bulan mungkin bukan proses yang lambat, tapi terjadi hanya dalam beberapa jam.
Jika memang Bulan terbentuk ketika manusia telah menghuni Bumi seperti yang tertulis dalam legenda purba, bukankah peristiwa pembentukan Bulan seperti yang dipikirkan para astronom—baik hipotesis konvensional maupun terbaru—tersebut merupakan bencana yang dapat memusnahkan umat manusia? Pada kenyataannya, umat manusia masih ada dan menghuni Bumi hingga saat ini.
Terkait dengan teori terbentuknya Bulan, para ilmuwan sebenarnya sudah mendapatkan petunjuk pertama yang cukup jelas pada bulan Juli 1969, tepatnya setelah kembalinya misi Apollo 11. Ketika itu, astronaut NASA yang bernama Neil Armstrong dan Buzz Aldrin kembali ke Bumi sambil membawa sampel berupa debu Bulan seberat sekitar 21,6 kilogram. Setelah diteliti, diketahui bahwa sampel tersebut berasal dari masa sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.
Teori Bulan Kopong yang Masih Populer
Bulan adalah benda padat berbatu yang dikelilingi lapisan gas yang sangat tipis, di antaranya neon, argon, helium, dan potasium. Gas-gas tersebut tidak dapat digunakan manusia untuk bernapas. Oleh karena itu, Bulan tidak atau belum dimungkinkan menjadi tempat tinggal manusia. Andaipun di sana ada kehidupan, maka kehidupan tersebut tidaklah berwujud manusia Bumi.
Fakta yang sudah diketahui umum tersebut ternyata tetap sanggup memunculkan teori menarik. Teori tersebut menyatakan bahwa bagian tengah Bulan berongga alias kopong, dan di sana tinggallah ras ekstraterestrial yang sedang membangun megastruktrur sebagai pangkalan untuk menyerang Bumi. Terdengar seperti penggalan kisah fiksi, bukan? Bagi yang pernah menonton film science-fiction berjudul Moonfall (produksi tahun 2022) mungkin akan lebih mudah menangkap gambaran tentang Bulan yang kopong.
Sebagian besar ilmuwan sependapat dengan teori bahwa satelit alami Bumi tidak mungkin kopong. Namun, para ilmuwan sempat dikejutkan dengan adanya getaran hebat yang tercatat oleh perangkat seismik di Bulan setelah terjadinya semburan jet modul Bulan yang merupakan bagian dari Apollo 12. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 November 1969. Ketika itu, getaran Bulan yang terjadi selama 1 jam digambarkan "seperti lonceng".
NASA kemudian melanjutkan eksperimen tentang gempa bulan dalam misi Apollo berikutnya. Hasilnya, serupa. Namun, Bulan tidak secara harfiah berbunyi ataupun berongga seperti lonceng. Penjelasan ilmiah secara singkatnya seperti ini. Sejauh yang diketahui, Bulan lebih kering daripada Bumi. Dengan demikian, semburan jet modul Bulan milik NASA memungkinkan getaran yang ditimbulkan bergema “seperti lonceng” dan berlanjut dalam waktu lama.
Namun, kelengkapan informasi ini tampaknya enggan ditafsirkan secara lebih jauh oleh para pencetus teori konspirasi. Mereka masih lebih menyukai teori Bulan Kopong. Setidaknya, teori ini masih lebih “masuk akal” ketimbang teori Bulan Keju yang berkembang dalam dongeng kanak-kanak. Selama ada manusia yang memikirkannya, secuil informasi memang dapat terus berkembang sebatas kemampuan otak manusia. Begitupun informasi tentang Bulan. Segi positifnya, ketika semakin banyak manusia yang belajar dan memunculkan teori tentang Bulan, artinya semakin terkuak juga pengetahuan lain yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup di Bumi.
Jadi, selayaknya manusia bersyukur jika masih dapat menikmati keindahan dan menerjemahkan kemisteriusan Selene, benda bulat yang hingga kini selalu setia menemani perputaran Bumi. Akan sangat mengerikan jika Bulan tiba-tiba menghilang di suatu malam karena digeser oleh ras ekstraterestrial ke bagian lain alam semesta. Bagian akhir ini cukup dibayangkan, tidak untuk jadi kenyataan!
* Nama Theia diambil dari nama salah satu titan dalam mitologi Yunani, yang sekaligus merupakan ibu dari Selene.
** Protoplanet adalah sebutan untuk embrio planet yang berada di dalam sebuah piringan. Protoplanet tarik-menarik satu sama lain menggunakan gaya gravitasi atau saling bertabrakan.
Referensi:
(1) https://www.varchive.org/itb/sansmoon.htm
(2) https://www.livescience.com/moonfall-moon-knocked-from-orbit
(3) https://www.livescience.com/moon-formed-in-hours-new-simulations-suggest
(4) https://ilmugeografi.com/astronomi/teori-protoplanet