Adakah Konspirasi di Balik Pelarangan Penjualan Rokok Batangan?

profile picture melianaaryuni

Sekarang ini banyak sekali  tempat-tempat umum yang tidak lagi memiliki area bebas polusi dari asap rokok sehingga perokok pasif terkena imbasnya. Menurut hasil survei global Kementerian Kesehatan penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey) yang dilaksanakan tahun 2011 dan diulang pada tahun 2021 dengan melibatkan sebanyak 9.156 respondens. Bahwa selama kurun waktu 10 tahun (2011-2021) terjadi peningkatan jumlah perokok secara signifikan dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta.

Peningkatan perokok ini menjadi pemikiran pemerintah. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasinya. Namun, entah mengapa seakan ada yang mengganjal pada solusi yang ditawarkan, yaitu larangan penjualan rokok batangan.

Pemerintah seakan ragu untuk mengambil keputusan tersebut. Padahal dampak konsumsi rokok ini tidak hanya bagi kesehatan, tetapi lebih luas lagi kepada negara ini. Bisa jadi ada aparat yang tidak ingin usaha rokok mereka menurun sehingga menjajaki pemerintah agar tetap membolehkan berjualan rokok.

Sebelumnya, pemerintah pun menetapkan kenaikan cukai rokok agar bisa menekan bertambahnya perokok di Indonesia, ternyata itu tidak memberikan dampak besar, terutama bagi perokok remaja, sedangkan pengusaha atau penguasa terus meraup keuntungan. Lalu, keuntungan seperti apa yang diharapkan oleh pengusaha tersebut? Adakah konspirasi dibalik upaya-upaya itu?

Sudah Cukupkah Keputusan Pelarangan?

Jumlah perokok remaja di setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang penyebabnya adalah keterpaparnya iklan rokok di TV atau internet. Selama 10 tahun (2011-2021) peningkatan terpaparnya iklan rokok di internet, yaitu 19,5%.

Penjualan rokok pun mengalami peningkatan pada tahun 2021 meningkat 7,2% dari tahun 2020, yakni dari 276,2 miliar batang menjadi 296,2 miliar batang. Jumlah yang fantastik. Jika diuangkan, kira-kira berapa, ya? Oleh sebab itu terkesan ada konspirasi dibalik pelarangan pembelian rokok batangan ini.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah rokok ini memang telah ditindaklanjuti. Seperti yang tertuang dalam keputusan Keppres No. 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Isinya tentang pelarangan penjualan rokok ketengan alias batangan. Keppres ini telah ditandatangani Jokowi pada 23 Desember 2022 yang lalu. Kenaikan cukai pada rokok  memang ada, tetapi kecil sekali sehingga akan memberi kesempatan bagi oknum untuk bermain di dalamnya.

Sepertinya untuk mendapatkan generasi muda yang sehat di tahun 2030 tidak hanya dilakukan dengan melarang penjualan rokok batangan. Pemerintah pun harus tegas terhadap pengusaha rokok yang masih menayangkan iklan di televisi atau jalanan atau menjadi sponsorship pada berbagai kegiatan. Namun, sekali lagi bahwa pengusaha dan penguasa tidak ingin rugi dan kehilangan keuntungan dari rokok hingga konspirasi pun dilakukan dakam berbagai cara seperti pelarangan penjualan rokok batangan ini.

Keuntungan Menjual Rokok Batangan

Mau batangan atau kotak (bungkusan) tidak membuat  seorang kakek berhenti untuk membeli rokok di warung manisan (kelontong) di dekat rumah saya. Saya taksir usianya sudah senja, sekitar 60 tahun dan beliau ingin membeli 1 batang rokok kepada pemilik warung. Secara sekilas, terpikir oleh saya apakah karena melihat usia, si kakek akan menghentikan kebiasaan merokoknya?

Tanpa sadar saya menceritakan sedikit kisah ayah saya yang paru-parunya hitam karena kecanduan merokok. Entah mengapa saya pun menyarankan beliau untuk menghentikan kebiasaan merokok. Namun, si kakek ngeyel karena dia merasa asapnya tidak ditelan sehingga paru-parunya tidak bermasalah.

Melihat kenyataan yang berbeda itu, saya gerah dan mengajukan pertanyaan yang singkat kepada si pemilik warung.
"Bukannya jualan rokok batangan sudah dilarang Jokowi, ya, pak De?"

Pemilik warung hanya tersenyum dan menggeleng menanggapi pertanyaan saya, sedangkan si kakek mengungkapkan isi hatinya.
"Yang banyak dapat untung itu 'kan dari jualan rokok batangan. Iya, 'kan, Pak?" tanya si kakek kepada si pemilik warung dan dijawab dengan senyum tersipu.

Jawaban si kakek membuat saya terdiam sejenak. Ternyata, pemilik warung tidak memiliki kuasa atas permintaan konsumen meskipun presiden Jokowi sudah membuat pelarangan. Bagi perokok, masalah pengalihan pembelian rokok dari bungkus ke batangan bukan hal yang harus dipermasalahkan. Bahkan semahal apa pun harga sebatang rokok, yang namanya pecandu tetap saja akan membelinya.

Dilarangnya penjualan rokok batangan adalah alternatif yang bertujuan untuk mengurangi perokok remaja. Keputusan ini membuat pro dan kontra di masyarakat. Warga Indonesia tidak mau kalah menyampaikan aspirasinya.

"Kalau seperti itu, nanti remaja seperti anak SMP atau SMA bisa beli sebungkus ntar dibagi-bagi. Harganya juga pasti lebih murah."

Kudu Piye Iki?

Waduh, selalu saja ada celah untuk meloloskan dan membenarkan tindakan yang salah atau tidak sesuai, maka bagi pecandu rokok yang utama adalah menyadarkan mereka dengan sepenuh hati. Yang berarti harus dilakukan dari keikhlasan diri.

Jubir Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia mengatakan bahwa kebijakan itu dibuat untuk mengurangi prevalensi rokok remaja yang setiap tahunnya terus bertambah. Para remaja yang merokok  notabene hanya ikut-ikutan teman ini sulit untuk berhenti bila teman-temannya masih melakukan hal sama. Sikap egosentris yang ada di dalam diri para remaja itu pun hanya bisa dibendung sedikit sekali dari pihak luar, selebihnya mereka ya sakarepe dewe'.

Tentang pelarangan penjualan rokok batangan ini, dalam instagram @pkjs_ui, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin memiliki solusi loh.
"Soal rokok, uang rokok sebaiknya bayar buat beli telur, beli bahan lain. Bukan beli rokok."

Benar sekali merokok atau tidak merokok itu adalah pilihan seseorang. Setiap pilihan itu ada konsekuensinya dan setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dipilihnya. Sebab itulah, sebelum memilih perlu mempertimbangkan banyak hal agar tidak merugikan diri sendiri, keluarga, negara, dan orang di sekitar.

Pelarangan penjualan rokok batangan bukan solusi yang tepat dan masih akan menjadi polemik di masyarakat. Pengusaha masih mengganungkan 'hidup' dari pembeli/konsumen dan konsumen pun masih membutuhkan rokok. Para pengusaha ini akan terus memproduksi rokok dan pengguna akan terus menggunakannya. Di sinilah ketegasan dari pemerintah dalam hal peraturan pemakaian rokok sangat dibutuhkan. Bila itu terjadi, keadaan yang terjadi seperti yang dilakukan Kanada, Singapura, California, Argentina, dan sebagainya akan ada di Indonesia.

Referensi:
Widyawati. 1 Juni 2022. Temuan Survei GATS : Perokok Dewasa di Indonesia Naik 10 Tahun Terakhir. Https://sehatnegeriku.kemkes.go.id.

Rokom. 29 Juli 2022. Perokok Anak Masih Banyak, Revisi PP Tembakau Diperlukan. Sehatnegeriku.kemkes.go.id.
 

1 Agree 1 opinion
6 Disagree 3 opinions
1
6
profile picture

Written By melianaaryuni

This statement referred from