Konspirasi Politik dalam Pemilihan Presiden, Sebuah Syair Tanpa Melodi
Pemilu 2024 sudah di depan mata, rencananya akan didakan tepat pada hari Valentine, 14 Februari 2024, mungkin dipilihnya tanggal tersebut untuk menarik minat pemilih pada generasi millenials atau gen Y dan juga gen Z, yang baru pertama kali ikut serta memberikan suaranya dalam pemilihan umum kali ini, apapun tujuannya pemilu harus dilaksanakan sebagai wujud dari demokrasi pancasila, dan sarana bagi masyarakat dalam menyatakan kedaulatannya terhadap bangsa dan negara.
Sejak era reformasi didengungkan yaitu pada tahun 1998, pemilihan presiden selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas dan dijadikan materi perbincangan bagi mereka yang terlibat secara aktif dalam ranah perpolitikan, terutama partai-partai besar yang mengusung kandidat-kandidat yang dianggap mumpuni, dan bisa bersaing untuk menduduki kursi “empuk” presiden, hal ini dilakukan dengan tujuan mempengaruhi pola berpikir dan pandangan masyarakat, sehingga terpikat dan tak berat hati memilih kandidat yang digadang-gadang akan sanggup mengemban aspirasi yang ada dalam seluruh aspek kebangsaan, yaitu ekonomi, sosial, politik, budaya dan juga pertahanan keamanan.
Sebenarnya dalam setiap pemilihan presiden, hampir tidak pernah ada kejutan terhadap hasilnya, tidak ada kesulitan sama sekali untuk memprediksi pemenangnya, bahkan jauh hari sebelum pemilihan presiden dilakukan, presiden terpilih sudah bisa diketahui, tentunya ini menyiratkan seperti adanya sebuah konspirasi politik yang dirancang dan dikemas sedemikian rupa lalu diimplementasikan secara bersama-sama untuk berbagi “rejeki”, terutama untuk posisi menteri yang memang menjadi hak prerogatif seorang presiden untuk menentukannya, tentunya dugaan konspirasi politik dalam pemilihan presiden di Indonesia belum bisa dibuktikan, karena memang sangat sulit untuk mencari, apalagi mendapatkan buktinya, mungkin karena cara-cara yang digunakan cukup terstruktur dan halus, sehingga tidak dapat dilihat secara kasat mata, semua dibuat begitu dramatis bagaikan sebuah drama korea yang penuh intrik dan seringkali ada pemeran yang dijadikan sebagai “korban” tersakiti, namun semua itu hanya terjadi sesaat saja, agar terlihat bersih dan tanpa manipulasi, karena selalu berakhir happy ending.
Untuk pemilihan presiden pada tahun 2024 nanti pun sudah hampir dapat ditebak kandidat mana yang akan memenangkan pertarungan memperebutkan tahta posisi presiden untuk periode lima tahun mendatang?, diantara nama yang sudah ada dan juga berdasarkan survei elektibilitas yang dilakukan oleh berbagai pihak yang mengaku sebagai badan independen, hampir bisa dipastikan hasilnya tidak akan pernah berbeda dan salah dengan data-data yang ditampilkan kepada khalayak masyarakat, untuk menentukan siapakah pemenangnya?
Apakah memang dugaan konspirasi politik dalam pemilihan presiden benar adanya? entahlah, sepertinya tak perlu dan tak ada satupun yang berniat untuk mencari kebenarannya, karena sebuah konspirasi sendiri apapun bentuknya sifatnya sangatlah rahasia, dan siapapun yang terpilih menjadi presiden, ceritanya akan selalu sama bagaikan sebuah syair tanpa melodi, ada suaranya, tetapi nadanya tak menentu, sehingga terdengar sumbang di telinga, karena tak menemukan maknanya, semuanya hanya seperti sebuah buaian dan bualan belaka. Politik dan konspirasi, seperti sepasang sepatu yang selalu berjalan beriringan, hampir tak mungkin dalam sebuah peta perpolitikan tidak terjadi konspirasi, tetapi juga bukan berarti dalam politik pasti ada konspirasi, semua itu tergantung dari motif dan niat saja.
Konspirasi politik dalam pemilihan presiden yang paling penting tentu bukanlah untuk mencari kebenaran dan pembenaran, karena pengertian konspirasi politik dari dulu tidak pernah berubah, yaitu sebuah persekongkolan yang terjadi antara kelompok orang tertentu dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik, atau untuk memenuhi hasrat politik, konspirasi ini meyakini bahwa ada beberapa golongan atau orang yang punya tujuan untuk mendapatkan suatu kekuatan dalam lingkup politik. Mungkin bukan suatu hal yang salah atau tabu, apabila dalam pemilihan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara, terjadi sebuah konspirasi politik, termasuk dalam pemilihan presiden di Indonesia, tetapi juga pastinya tidak dapat dibenarkan jika memang pada kenyataannya konspirasi politik itu terjadi sungguhan, karena akibat yang ditimbulkan dari sebuah konspirasi politik tentu tidaklah baik, terutama kepada masyarakat yang menjadi tumbal dari “kebohongan” para elite politik seperti yang selama ini terjadi.
Jadi konspirasi politik dalam pemilihan presiden, benar ataupun salah, setuju atau tidak setuju, pro maupun kontra, seharusnya dilakukan bukan hanya untuk kepentingan sesaat saja, namun juga adanya kepentingan lebih besar yang menjadi tanggungjawab utama, mewujudkan komitmen terhadap janji, ketika mau mendapatkan kekuasaan itu sendiri.