Kebijakan-kebijakan selama pandemi Covid-19 dan Unsur Bisnis Didalamnya

profile picture Farizqihashemis

Jakarta, sudah tiga tahun berlalu badai virus Covid-19 ( Coronavirus Desease )belum juga mereda. Kita memang pernah merasakan penyebaran dari Covid-19 di Indonesia sempat mereda untuk beberapa waktu yang cukup lama. Walaupun mereda, mereka tetap ada. Jika mereka tetap ada, kita harus waspada.


Covid-19 pertamakali terjadi di Wuhan pada akhir tahun 2019. Dari sana, virus ini terus menyebar ke seluruh dunia dan akhirnya sampai di Indonesia. Di Indonesia, Covid-19 terjadi ketika terdapat  pasien yang terduga terpapar virus Corona. Lalu menurut WHO Indonesia masuk ke dalam kategori negara yang sudah terpapar oleh Covid-19 pada 2 Maret 2020.


Pertamakali mendengar virus ini, warga Indonesia berpendapat jika negara kita tidak akan terpapar oleh virus Corona dikarenakan kita adalah negara tropis. Pada saat itu Menteri Kesehatan, Dr. Terawan Agus Putranto mengeluarkan pernyataan yang bernada meremehkan terhadap bahayanya paparan virus Covid-19.


Akibatnya, secara perlahan penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin meluas. Masyarakat menjadi panik. Masyarakat sampai melakukan panic buying dengan membeli banyak masker, vitamin, dan berbagai obat-obatan agar tidak tertular. Dikarenakan hal tersebut, banyak oknum-oknum yang menimbun masker untuk dirinya sendiri atau di jual kembali yang mengakibatkan kelangkaan pada persediaan masker.

 Kemudian, terjadilah lonjakan harga terhadap masker. Di saat pandemi merebak, harga masker justru melonjak.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona Achmad Yurianto, pada saat itu menjelaskan masyarakat umum dapat menggunakan masker berbahan kain. Sementara itu, tenaga kesehatan wajib mengenakan masker bedah atau masker N95. 


Pada saat itu, di pasar Pramuka, Jakarta Timur, harga masker N95 saat itu menyentuh Rp 1,6 juta per boks yang berisi 20 buah. Padahal, harga normalnya berkisar Rp 195.000 per boks. Akibatnya, harga masker biasa pun ikut melonjak. Harga masker biasa mencapai Rp 170.000 hingga Rp 350.000 per boks yang berisi 50 buah. Harga normalnya padahal hanya berkisar Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per boks.


Ketika pandemi semakin memburuk, pemerintah mulai menerapkan Lockdown pada beberapa sektor. Ada beberapa sektor yang tidak ditutup seperti, sektor kesehatan, usaha bahan pangan, energi, keuangan, logístik, konstruksi, telekomunikasi dan teknologi informatika, perhotelan dan industri strategis.


Dikarenakan pemerintah menerapkan Lockdown, ada beberapa sektor yang merasakan dampaknya. Tidak semua orang bisa membeli sembako atau kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah menjalankan sistem Bantuan Sosial dan juga subsidi. Akan tetapi, tidak meratanya penyaluran bantuan sosial membuat tidak semua warga merasakan manfaatnya.


Ditambah, kualitas bahan pokok yang diberikan seperti beras tidak sama. Seperti yang dirasakan oleh warga Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat, yang menyebut jika beras yang diterima tidak layak konsumsi karena terdapat banyak kutu dan kerikil serta bewarna kekuningan.
Kemudian di akhir tahun 2020, pada 6 Desember 2020 KPK menetapkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial pandemi Covid-19 sebesar 17 miliar. KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M, dan Harry Sidabuke sebagai tersangka selaku pemberi suap.


Pihak-pihak tertentu selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada selagi memberikan keuntungan bagi mereka. Tidak memperdulikan sebesar apa masalahnya dan seberapa banyak masyarakat yang terkena dampaknya. Jika itu dapat memberikan keuntungan, maka dilakukan.

Sumber : https://www.google.com/amp/s/news.detik.com/berita/d-5676238/mensos-risma-akui-ada-beras-bansos-kualitas-jelek-tapi-bisa-langsung-diganti/amp 

https://m.merdeka.com/jatim/ini-dampak-lockdown-yang-akan-terjadi-apabila-diterapkan-di-indonesia-kln.html?page=3

https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/08/23/18010551/awal-mula-kasus-korupsi-bansos-covid-19-yang-menjerat-juliari-hingga-divonis

2 Agree 1 opinion
1 Disagree 0 opinions
2
1

This statement referred from