Media Informatif dan Masyarakat Kritis: Kombinasi Perkasa Melawan COVID-19

profile picture alana_shafa

Pandemi COVID-19 yang melanda hampir selama dua tahun dan menyerang banyak seluruh negara di dunia melumpuhkan kegiatan masyarakat. Sekolah diliburkan, kegiatan perkantoran dihentikan, dan banyak sektor lainnya yang juga ikut terdampak. Masyarakat terpaksa berdiam diri di rumah untuk meminimalisir penyebaran virus dan mengenakan masker apabila pergi keluar rumah. 

Dilansir dari BBC, Virus COVID-19 yang juga dikenal dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus COVID-19 kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Virus COVID-19 resmi masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 dan per Desember 2022, tercatat 6.7 juta kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di Indonesia.

Di tengah situasi genting pandemi dan terbatasnya ruang gerak masyarakat, media tentu menjadi sumber utama yang diandalkan masyarakat untuk mendapatkan informasi seputar COVID-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewan Pers pada tahun 2021 tentang Persepsi Publik Terhadap Pemberitaan COVID-19, portal berita menjadi urutan kedua tertinggi sebagai medium yang dipilih masyarakat untuk mencari informasi COVID-19 dengan persentase 26%. Informasi terkini terkait kasus COVID-19 di Indonesia, fasilitas kesehatan, pencegahan dan topik penting lainnya dibutuhkan secara cepat oleh masyarakat. 

Di tengah tuntutan besar akan kebutuhan informasi dari masyarakat membuat media harus bergerak cepat menyajikan informasi yang aktual dan faktual. Namun, mengingat kondisi yang genting, media sebagai sumber utama informasi harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang tengah terjadi di masyarakat. Pemberitaan dengan headline atau narasi yang dilebih-lebihkan berpotensi meningkatkan rasa cemas dan kepanikan pada masyarakat. 

Dilansir dari Tempo, pemberitaan dengan narasi yang buruk dapat menyebabkan peningkatan kekhawatiran pribadi, stres dan frustasi serta menciptakan perasaan tidak aman. Kondisi masyarakat yang terisolasi karena kebijakan lockdown memperburuk semua kondisi di atas. Masyarakat yang hanya bisa beraktivitas di rumah otomatis akan menghabiskan banyak waktu untuk berselancar di internet sehingga rasa cemas karena pemberitaan buruk bisa saja terus menumpuk.

Cemas yang menumpuk tentu berbahaya bagi kesehatan mental masyarakat sehingga penting bagi media untuk menyampaikan informasi dengan informatif dan bahasa yang lugas. Pemilihan bahasa dan cara penyampaian informasi penting untuk diperhatikan agar tidak menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Informasi yang disampaikan tidak perlu dilebih-lebihkan dengan narasi yang bombastis. Sebaliknya, informasi disampaikan apa adanya sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, juga disampaikan dengan narasi yang tidak menimbulkan kepanikan.

Namun, apakah hanya media yang harus berbenah diri?

Masyarakat sebagai pembaca dan penerima informasi juga harus berbenah diri dengan menanamkan sikap kritis dan disiplin verifikasi. Jika masyarakat menerima pemberitaan dengan narasi yang buruk, jangan panik dan menelan mentah-mentah informasi tersebut. Lakukan disiplin verifikasi dengan mengecek kembali kabar tersebut pada sumber yang terpercaya dan sebarkan informasi yang akurat kepada kerabat terdekat agar mereka juga tidak panik. Pilihlah media yang terpercaya dengan penyampaian yang tidak dilebih-lebihkan.

Selain mencari informasi dari portal berita, masyarakat juga mencari informasi dari sosial media. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dewan Pers, Sosial media menduduki peringkat pertama sebagai medium yang dipilih oleh masyarakat untuk mencari informasi dengan persentase 32,4%. Hal tersebut tak menutup kemungkinan masyarakat terpapar hoaks atau berita bohong yang berkeliaran bebas di sosial media.

Hoaks dapat diproduksi oleh siapa saja dan dapat tersebar cepat lewat sosial media. Dilansir dari Kominfo, per 17 April 2022, terdapat 5.829 hoaks seputar COVID-19 yang beredar di media sosial. Dengan total hoaks sebanyak itu, masyarakat perlu membentengi diri dengan sikap kritis dan disiplin verifikasi agar tidak terhanyut dengan pemberitaan bohong yang bahkan bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Jangan langsung percaya dengan informasi yang didapat dan melakukan pengecekan ulang pada sumber yang terpercaya jadi langkah wajib agar masyarakat terhindar dari hoaks.

Dibutuhkan peran kedua belah pihak, baik media maupun masyarakat sebagai pembaca, agar informasi yang akurat bisa tersampaikan dan tidak merugikan. Walaupun tidak melawan virus COVID-19 secara langsung seperti tenaga kesehatan, kombinasi antara media yang informatif dengan masyarakat yang kritis dapat melawan kusutnya penyebaran informasi di tengah pandemi.

4 Agree 1 opinion
0 Disagree 0 opinions
4
0
profile picture

Written By alana_shafa

This statement referred from