Jokowi Sinyalisasi Hentikan PPKM, Siapkah Indonesia?
Tepat hampir 2 tahun 9 bulan virus corona telah menghantui Indonesia sejak awal penularan virus pada Maret 2022. Virus tersebut telah menyebabkan pandemi yang meluluhlantakkan sistem perekonomian. Pada awal perjalanan Indonesia dihadapkan oleh pandemi, Presiden Jokowi memberlakukan kebijakan pembatasan sosial masyarakat sebagai bentuk antisipasi pencegahan peningkatan jumlah kasus masyarakat Indonesia terinfeksi virus corona. Seiring berjalannya waktu, jumlah kasus masyarakat Indonesia yang terinfeksi virus corona atau biasa dikenal dengan istilah covid-19, semakin melandai. Oleh karena itu, pada akhir tahun 2022, Jokowi mensinyalisasi untuk meresmikan kebijakan menghentikan pembatasan masyarakat (PPKM) yang sebelumnya telah diberlakukan. Padahal, belajar pada pengalaman tahun sebelumnya, momen hari besar di akhir tahun berpeluang meningkatkan jumlah kasus covid-19. Adanya natal, tahun baru, dan libur nasional berpeluang meningkatkan mobilitas masyarakat bepergian ke luar wilayah untuk menikmati liburan akhir tahun. Hal inilah yang merupakan pemicu meningkatnya kasus covid-19 di akhir tahun. Dengan bergulirnya isu kebijakan menghentikan PPKM, siapkah Indonesia menghadapi peluang meningkatnya kasus covid-19 di akhir tahun?
Seperti kita ketahui, virus corona berasal dari Wuhan yang terdapat di Negara China. Bertolak belakang dengan Indonesia, China justru kembali memperketat kebijakan nol zero covid-19 yang sebelumnya telah dilonggarkan. Lantas, sudah tepatkah kebijakan yang akan ditetapkan oleh Pemerintah tersebut?
Perjalanan PPKM vs Kasus Covid-19
Sehubungan untuk menekan laju penularan covid-19, Pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat membatasi mobilitas masyarakat. Sejak awal pandemi tahun 2020 hingga semester 1 tahun 2021, kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat diberlakukan, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada April 2020 hingga PPKM level 3 dan 4 menjelang akhir juli 2021. Kondisi terakhir, pemerintah memberlakukan PPKM level 1 pada 8 hingga November 2022, yang berlangsung hingga saat ini.
Momen libur akhir tahun saat natal dan tahun baru nyatanya menyebabkan tingginya mobilitas masyarakat yang berpeluang meningkatkan lonjakan kasus covid-19. Menurut data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan covid-19, selama akhir desember 2021 hingga awal Januari 2022, yang bertepatan dengan libur natal dan tahun baru, kasus covid-19 harian cenderung fluktuatif dan terjadi peningkatan kasus harian. Pada 25-31 Desember 2021, kasus covid-19 harian berkisar 5.854 sampai 8.074 kasus per hari. Sedangkan pada 10 hari pertama Januari 2021, kasus covid-19 harian berkisar di angka 6.877 sampai 10.617 kasus. Apabila dibandingkan kondisi akhir tahun sebelumnya (November 2020), angka kasus aktif covid-19 di akhir Januari 2021 meningkat tajam melewati angka 140.000. Kenaikan kasus covid-19 akibat momen libur natal dan tahun baru 2021 sekitar 40 persen (Budi, 2021). Bahkan, kenaikan kasus covid-19 akibat libur panjang baru tampak empat sampai lima minggu setelah periode libur. Tepatnya, pada 5 februari 2021, kasus covid-19 bertambah sekitar 11.749 kasus (Kompas, 2021). Oleh karena itu, pemberlakuan PPKM level 3 dan 4 oleh Pemerintah terbilang tepat pada akhir tahun, mengingat lonjakan kasus covid-19 yang meningkat karena adanya momen libur natal dan tahun baru.
Indonesia vs China : Terkait Kebijakan PPKM
Saat ini, Jokowi mensinyalisasi kebijakan untuk menghentikan PPKM. Hal ini berkaitan dengan menurunnya jumlah kasus covid-19. Pada Oktober 2022, rata-rata angka kasus harian covid-19 berkisar di angka 2.000 kasus. Bahkan, kasus kematian juga mengalami penurunan menjadi 123 per minggu atau rata-rata di bawah 20 per hari. Untuk itu, China memperketat kembali kebijakan nol kasus covid-19 setelah dilonggarkan pada November 2022.
Berbeda halnya dengan Indonesia yang menunjukkan penurunan kasus, China justru menunjukkan peningkatan kasus covid-19. Merujuk Our World in Data, ditemukan 5.944 kasus baru covid-19 di China pada 21 Desember 2022 (Kompas, 2022). Lembaga Riset yang berbasis di Amerika Serikat (Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) bahkan memproyeksi China akan mengalami lonjakan kematian hingga satu juta orang akibat covid-19 jika ruang gerak masyarakatnya terus dilonggarkan.
Peningkatan kasus covid-19 di China pastinya menimbulkan kekhawatiran global, termasuk Indonesia. Terlebih pada akhir tahun, Jokowi mensinyalisasi kebijakan untuk menghentikan PPKM tanpa melihat adanya peluang lonjakan kasus covid-19 karena momen libur akhir tahun. Keberadaan subvariant baru yang dapat keluar dari China dan menginfeksi lainnya bisa jadi akan muncul di Indonesia, apabila kebijakan PPKM di Indonesia dihentikan. Untuk itu, Pemerintah sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk menghentikan PPKM, sembari melihat perkembangan kasus covid-19 pada akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023. Meskipun kasus covid-19 menurun, pemerintah termasuk kita semua harus tetap waspada dan tetap menjaga protokol kesehatan dalam beraktivitas, karena covid-19 masih ada di depan mata.(*)