Pemburu Rente dan Kedekatan elite Pada Fenomena Pandemi Covid-19

profile picture LiaMelankolia

Pandemi covid-19 masih menyisakan berbagai pertanyaan di benak warga +62. Salah satu porter di tanah abang yang notabene berlalu-lalang dengan banyak orang berasumsi bahwa covid-19 hanya mengada-ada untuk bisnis semata. Begitu pun dengan kebanyakan pedagang kaki lima, yang jelas selalu bertatap muka dengan pembeli.

Kemungkinan mereka berpikiran seperti itu karena jengah, covid-19 yang kala itu tak kunjung selesai. Tidak seperti kasus wabah lain yng tidak memakan waktu dan cepat tertangani. Dan, tentunya memutus terlalu lama pencarian nafkah keluarga akibat kebijakan karantina.

Ada juga yang berfikir kalau covid-19 benar adanya. Selalu mengantisipasi dengan sigap memakai masker, cuci tangan memakai hand sanitizer tentunya, kapanpun dan di manapun berada.

Perilaku lainnya seperti: ke toko terdekat rumah langsung mencuci tangan setelah memegang uang dari orang lain, ke tempat ibadah wajib memakai masker karena terdengar orang yang sedang batuk-batuk ketika shalat berjamaah.

Namun, tak jarang juga sampai anxiety berlebih, seperti berfikir bagaimana nanti masyarakat dunia? Apa layaknya zombie yang hidup di tengah manusia yang berjatuhan?

Kemudian untuk pasien covid-19 sendiri banyak yang meninggal dunia. Kebanyakan kasus ialah bukan pure berasal dari infeksi covid-19, melainkan pasien memiliki riwayat penyakit yang diderita sebelum terinfeksi covid-19. Para dokter pun tak luput banyak yang meninggal dunia karena kelelahan setelah menangani pasien covid-19.

Dengan berbagai asumsi-asumsi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, dalam fenomena covid-19 ada juga bagian yang erat kaitannya dengan bisnis melalui perburuan rente yang tidak dapat dielakkan keberadaannya.

Perburuan rente sendiri bisa terjadi karena adanya kekerabatan yang terjalin antara tokoh politik dengan pebisnis atau memang tak jarang pula tokoh politik yang merangkap sebagai pebisnis.

Boleh-boleh saja tokoh politik merangkap sebagai pebisnis, yang tentunya mungkin mereka juga tidak main-main dalam menjalankan bisnis sesuai prosedur kerja.

Tentu, disini ada tapinya. Tapi, kalau sudah melanggar batas ketentuan, yang dimana sebenarnya melabrak regulasi yang jelas-jelas belum teruji secara klinis?

Mari kita lihat kasus ini, agar ada contoh yang konkret dari pernyataan ini.

Dikutip dari antikorupsi.org, Indonesian Corruption Watch atau ICW menemukan dugaan adanya hubungan erat yang terjalin antara para tokoh pejabat dengan pebisnis dalam pengadaan obat Ivermectin dalam menangani covid-19.

Menteri BUMN, Erick Thohir mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021, berisi permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin. Tentu saja, agar ivermectin bisa diproduksi dan disebarkan ke masyarakat sebagai alternatif covid-19.

Masalahnya, Ivermectin ini belum diuji secara klinis. Jadi, kita belum tahu berdasarkan hasil uji riset laboratorium, apakah obat ini resisten terhadap covid-19, atau malah sebaliknya yakni kebal covid-19?

Ivermectin diproduksi oleh PT Harsen Laboratories yang dimiliki suami-istri Haryoseno dan Runi Adianti, tercatat dalam Panama Papers yang terafiliasi perusahaan cangkang Unix Capital Ltd, berbasis di British Virgin Island. 
Usut, punya usut sebelum pandemi merebak di tanah air, PT Harsen Laboratories menjalin hubungan kerjasama dengan PT Indofarma dalam distribusi obat.

Dikutip dari antikorupsi.org, berdasarkan laporan keuangan di tahun 2020, tercatat Indofarma memiliki hutang ke PT Harsen Laboratories sebesar Rp 8.579.991.938 per 30 Juni 2020. Jumlah ini meningkat dari 31 Maret 2019 yang berjumlah Rp 3.238.035.238.

Dikutip dari antikorupsi.org, salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen Laboratories adalah Sofia Koswara. Di tahun 2019, Sofia Koswara sendiri ialah pemilik saham PT Noorpay Nusantara dan sebagian besar saham dimiliki Joanina  Rachman yang merupakan anak dari Moeldoko.

Dikutip dari antikorupsi.org, PT Noorpay Nusantara bekerjasama dengan HKTI dalam program pelatihan tani di Thailand. Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI.

Ini hanya mengambil satu bagian dari keterlibatan pejabat publik dalam fenomena covid-19, belum menjabarkan seluruh keseluruhan dari sistem yang terjalin. Karena, memang tidak cukup ruang untuk menjabarkan hanya dalam ruangan ini, memang sistem  yang terbangun sudah ruwet bin ngejelimet.

Keterlibatan pejabat publik dengan pebisnis dalam kebijakan publik yang dikenal dengan istilah perburuan rente.  Perburuan rente ini sendiri, melibatkan kuasa birokrasi untuk mempermulus jalannya kegiatan bisnis. Bisa dikatakan, inisiatif untuk memperoleh keuntungan lebih dalam keadaan terjepit melalui kuasa birokrasi.

Dikutip dari investor.id, istilah rent seeking atau penyalahgunaan wewenang pertama kali diperkenalkan oleh Gordon Tullock pada 1967. Lalu di tahun 1974 dipopulerkan oleh Anne Krueger,  yang ditampilkan American Economic Review Volume 64 berjudul “The Political Economy of the Rent-Seeking Society”.

Salah satu teori sosial berkata hakikatnya manusia adalah makhluk yang berhasrat dan berkeinginan abadi untuk mengejar kekuasaan. Hasrat dan keinginan itu akan lepas apabila ajal telah menjemput di depan mata.

Ya, sebenernya bukan suatu keanehan, itu sudah lumrah terjadi. Sudah menjadi rahasia umum, yang tidak henti-hentinya dibicarakan. Kalau para petualang uang alias kapitalis, memiliki dua posisi strategis yaitu sebagai petualang laba sekaligus pengambil kebijakan yang duduk di kursi birokrasi.


Referensi

Indonesian Corruption Watch. 2021, 22 Juli.Polemik Ivermectin: Berburu Rente Di Tengah Krisis. https://www.antikorupsi.org/id/article/polemik-ivermectin-berburu-rente-di-tengah-krisis 

Investor.id. 2015, 31 Desember. Politik, Kekuasaan, dan Perburuan Rente. https://investor.id/archive/politik-kekuasaan-dan-perburuan-rente   

4 Agree 2 opinions
0 Disagree 0 opinions
4
0
profile picture

Written By LiaMelankolia

This statement referred from