Covid-19: Kebijakan dan Keuntungan

profile picture sinta_aprilianti

Corona. Satu kata yang tidak akan pernah terlupakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Corona Virus Disease atau disebut Covid-19 telah menjadi pandemi global semenjak ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Virus ini pertama kali muncul di Wuhan China pada akhir tahun 2019. Penyebaran virus ini cukup signifikan karena penularannya yang terjadi begitu cepat ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Melihat hal itu, pemerintah secara cepat mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menekan angka penyebaran Covid-19. Kebijakan pemerintah yang pertama adalah anjuran 3M (yang sekarang menjadi 5M) dan kebijakan lockdown. Kemudian, pemerintah melahirkan kebijakan baru yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan kelanjutan dari pembatasan sosial sebelumnya dimana lebih menegaskan bahwa semua kegiatan dilakukan dirumah, kecuali untuk beberapa bidang pekerjaan tertentu seperti tenaga kesehatan yang berkontribusi langsung dalam penyembuhan pasien yang terinfeksi Covid-19.

Tidak sampai disitu, dikeluarkan juga kebijakan berupa aturan untuk melakukan tes PCR dan antigen bagi masyarakat yang ingin bepergian. Aturan ini tentu saja menuai pro kontra masyarakat. Masyarakat menganggap aturan ini tidak adil karena hanya berlaku untuk penumpang pesawat. Selain dinilai tidak adil, masyarakat juga menyebutkan bahwa harga tes PCR terlalu mahal. Harga tes PCR pada saat awal pandemi tembus Rp2.500.000 sekali tes, yang artinya harganya lebih mahal daripada tiket pesawat. Karena dinilai terlalu mahal, kemudian Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP menetapkan harga batas atas Rp900.000. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menjelaskan alasan harga tes PCR begitu mahal di awal pandemi hingga menyentuh angka Rp900.000 lantaran harga komponen-komponen untuk melakukan tes masih mahal. “Contohnya harga masker, awal pandemi kan mahal sekali, kemudian harga hazmat, sarung tangan dan lain sebagainya, masih mengacu ke sana,” ungkapnya dalam konferensi pers, Senin, 16 Agustus 2021. Lalu apakah alasan tersebut diterima oleh masyarakat? Jawabannya, tidak. Melihat betapa tingginya harga tes PCR, banyak yang menduga dan berwasangka bahwa aturan wajib tes PCR ini hanyalah permainan segelintir orang atau kelompok yang ingin meraup keuntungan dari pandemi Covid-19. Karena jika memang tes ini bertujuan untuk menekan angka penyebaran Covid-19, mengapa aturan ini hanya diberlakukan untuk penumpang pesawat? Bukankah penumpang transportasi lain seperti kapal laut, bus dan kereta juga menyebabkan kerumunan?

Bukti mengenai keserakahan oknum pelaku bisnis tidak perlu jauh-jauh dilihat dari tingginya harga tes PCR. Dalam hal yang kecil saja, contohnya masker dan hand sanitizer, dijadikan ajang bisnis oleh orang-orang serakah. Tahukah kalian kasus penimbunan masker dan hand sanitizer yang dulu kerap kali terjadi? Hal itu tentu saja dilakukan untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Penimbunan mengakibatkan ketersediaan masker dan hand sanitizer menjadi langka sehingga harga menjadi mahal.

Kebijakan pemerintah selanjutnya yaitu program vaksinasi Covid-19 yang pertama kali disuntikkan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada tanggal 13 Januari 2021. Dengan adanya program vaksin, diharapkan dapat memutus rantai penyebaran Covid-19 yang dimana memang salah satu manfaat dari vaksin tersebut adalah mengurangi risiko penularan. Vaksin dosis pertama dan kedua diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat secara gratis. Namun, Pada 5 Juli 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan program vaksinasi berbayar bagi individu/perorangan. Kebijakan itu menegaskan ambiguitas sikap pemerintah dalam penanganan pandemi karena ada tarik menarik kepentingan antara kepentingan bisnis dan pemenuhan kewajiban untuk menyelamatkan kesehatan warga negara. Harga vaksin per dosis Rp321.660 ditambah dengan harga layanan Rp117.910 sehingga harga per dosis vaksin yang dibebankan kepada penerima manfaat seharga Rp439.570 per dosis (penetapan harga berbeda disetiap penyedia layanan vaksin). Tidak sampai di dosis kedua, pemerintah mengeluarkan vaksin lanjutan, yaitu vaksin booster pada tanggal 12 Januari 2022. Sama hal nya dengan vaksin dosis pertama dan kedua, vaksin booster diberikan secara gratis kepada masyarakat. Namun, tidak semua masyarakat mendapatkan vaksin gratis. Diperkirakan akan ada 100 juta orang masyarakat kelas bawah yang akan menerima vaksin gratis dan sisanya akan membayar. Dilansir dari Kompas.com, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, memperkirakan biaya vaksin booster berkisar Rp300.000. "Ya paling mahal berapa ya, harganya di bawah Rp300.000," kata Budi.

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada kenyataannya memang berhasil menekan penyebaran Covid-19. Namun disamping itu, oknum pelaku bisnis yang mencari keuntungan dari berbagai celah kebijakan pemerintah sangat tidak dibenarkan. Bagaimana tidak? Pandemi ini yang seharusnya dijadikan kesempatan untuk lebih menumbuhkan rasa kemanusiaan, solidaritas dan tolong menolong justru dijadikan kesempatan untuk mencari keuntungan.

Referensi:

https://syariah.iainponorogo.ac.id/sisi-lain-pandemi-covid-19

https://bisnis.tempo.co/read/1521706/harga-tes-pcr

https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/3429

https://upk.kemkes.go.id/new/4-manfaat-vaksin-covid-19-yang-wajib-diketahui

https://nasional.tempo.co/read/1482032/kemenkes-tetapkan-harga-vaksin-covid-19-berbayar-rp-879-140

https://antikorupsi.org/id/article/vaksin-berbayar-untuk-kepentingan-bisnis-batalkan-vaksin-rente

https://www.orami.co.id/magazine/vaksin-booster

5 Agree 2 opinions
0 Disagree 0 opinions
5
0

This statement referred from